Bab 1 Merepih!

29.8K 3.1K 38
                                    

“Harusnya Bu Melati istirahat dulu di rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Harusnya Bu Melati istirahat dulu di rumah. Gak usah mengajar dulu.”

Ucapan Bu Dibyo kepala sekolah Tk Bina kasih tempatnya mengajar membuat Melati tersenyum. Harusnya memang dia masih istirahat di rumah. Semua tubuhnya memar, dan terasa sakit. Apalagi tangannya masih terbalut perban dan susah untuk di gerakkan. Tapi dia tidak bisa tinggal di rumah yang di sewanya itu.

Sejak kemarin ada mobil patroli yang terparkir di halaman rumahnya. Karena menurut keterangan polisi, bisa saja komplotan penculik itu mengincarnya karena telah menggagalkan percobaan penculikan. Padahal Melati tidak ingin kehidupan pribadinya terganggu.

Begitupun dengan Marvino. Kakak iparnya itu meski tidak banyak mencecarnya, dan lebih banyak menanyakan ciri-ciri dua penculik itu. Tetap memaksa  untuk mengantarkannya sampai rumah. Meski Melati mengelak dan mengatakan dia tidak akan pernah menerima kehadiran Marvino di rumahnya. Toh dia tidak bisa mengelak.

Pria itu memaksanya untuk mengantar sampai rumah, dan mengatakan akan kembali keesokan paginya untuk berbicara lebih banyak kepadanya. Melati ketakutan. Dia tidak bisa bertemu lagi dengan Marvino. Hatinya sudah merepih, dan tidak mungkin lagi menerima kehadiran orang dari masa lalu.

“Tidak apa-apa bu, saya sehat kok. Cuma tangan saja yang masih susah untuk digerakkan. Anak-anak juga nanti tidak ada yang mengajar. Bu Lani dari kelas B kan juga lagi cuti hamil.” Melati kini membereskan semua bukunya yang ada di atas meja.
Dia baru saja membubarkan kelas B, dan kembali ke ruang guru saat Bu Dibyo mengajaknya berbicara.

“Kamu itu memang guru yang baik ya. Selalu saja peduli dengan orang lain.”

Melati hanya tersenyum.  Selalu mendapat pujian seperti itu malah membuat dirinya malu. Toh sebenarnya dia bukan orang baik. Dia menyimpan banyak dosa di masa lalunya. Yang sebenarnya membuatnya semakin tidak bisa menjadi orang yang terlihat seperti saat ini.

“Ya sudah, hari ini saya saja yang ada di sekolah sampai sore. Menunggu anak-anak kelas A ekstrakulikuler drumband dan tari. Melati pulang saja ya?Masih ada Bu Ratna dan Bu Nina dari kelas A juga.”

Melati mengangguk lalu mengambil tasnya dan beranjak dari duduknya.

“Baik bu, selamat siang. Saya pamit pulang dulu ya.”
Bu Dibyo mengangguk dan tersenyum  mempersilakan dirinya untuk keluar terlebih dahulu.

Melati menghela nafasnya. Dia harus pulang ke rumah tapi dia merasa malas karena harus menunggu was was apabila Marvino mendatanginya lagi. Dia tidak mau kembali bertemu dengan orang dari masa lalu.

“Bu guruuuuu dadaaaaaahhh.”

Melati melambaikan tangannya saat melintasi lapangan tempat anak-anak latihan drumband. Selalu anak-anak yang lucu itu membuat Melati tersenyum. Menghilangkan kegundahannya.
Tapi langkahnya seketika terhenti saat di seberang jalan dia melihat mobil fortuner hitam sudah terparkir dan sosok pria yang tak mau di temuinya kini bersedekap dan bersandar dengan di mobil. Marvino.

seputih MelatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang