Lima

3.2K 83 10
                                    

Flashback ON

:Bilqis POV:

17 tahun yang lalu di saat aku masih menginjak sekolah dasar, aku terkenal sebagai bidadari kecil pembawa kebahagiaan. Dan membuat orang bersedih menjadi tertawa adalah sebuah kebiasaan untukku.

Aku gadis lugu yang sangat suka sekali tertawa di setiap langkahku. Tapi hal itu berakhir begitu saja, pada hari dimana tawa dan kebahagiaanku menjadi suram. Hingga bidadari yang bercahaya itu pun berubah menjadi sebuah kegelapan yang begitu kelam.

Hari itu adalah hari libur yang sangat aku nanti-nantikan selama seminggu. Hari Minggu dimana aku bisa bermain sepuas ku tanpa dibebankan oleh tugas sekolah. Berlari-lari bersama temanku di lapangan bola akan menjadi favoritku untuk menghabiskan waktu.

Aku melirik jam dinding setelah selesai membantu ibuku dan kakakku membersihkan rumah. Setelah meneguk habis segelas air karena kelelahan aku segera meminta izin untuk pergi bermain bersama temanku.

“Tunggu, Bil. Kembalikan dulu buku ini pada bang Andi. Setelah itu terserah pada mu.” Perintah Kakak perempuanku yang bernama Alisha sambil menyodorkan sebuah buku cetak tebal untuk anak kelas 2 SMA.

“Okay.” Ucapku memberikan jempolku sebagai persetujuan, kemudian memeluk buku cetak itu dengan erat.

Aku masih sempat mencium gemas kedua adik kembar ku yang tengah bermain dengan mainannya di atas lantai, kemudian melirik ibuku yang memberikan sebuah senyuman tipis sebagai berkatnya untuk mengijinkanku keluar.

“Aku pergi. Assalamualaikum.” Teriakku nyaring melangkah keluar dari rumah tanpa peduli apakah orang yang berada di dalam rumahku telah menjawabnya atau belum.

Aku terus melangkah pasti menapakkan kakiku di atas aspal berdebu sambil bernyanyi riang. Rumah yang di tuju tidaklah jauh dari rumahku hanya butuh 3 menit saja dan aku telah sampai pada sebuah rumah mewah bercat putih gading yang bersisian dengan rumahku.

Rumah mewah itu tak lain adalah rumah tetangga sekaligus keluargaku dari garis keturunan ayah. Semuanya tampak mewah dari luar hingga dalamnya karena kepala keluarganya adalah seorang pengusaha sukses.

Berbeda dengan ayahku yang merupakan seorang tukang becak yang menghidupi keluarganya dari hari ke hari. Pergi pagi buta dan pulang saat matahari terbenam adalah kebiasaannya, tapi keluarga kami cukup bahagia dan tidak pergi kekurangan barang sedikitpun. Mungkin karena kami cukup bersyukur akan apa yang kami miliki dan tak pernah sedikitpun ada rasa iri pada hati kami untuk memiliki lebih lagi. Ya.. karena kami cukup bahagia.

Berbeda dengan pamanku pemilik rumah mewah itu, ia memiliki dua istri yang jarang sekali tertawa bersama bahkan lebih sering bertengkar hebat dan memecahkan beberapa barang mewah di dalam rumah. Bukan hanya memiliki istri dua, ia juga memiliki dua anak dari masing-masing istrinya. Dan salah satu kebiasaan buruk dari paman adalah membiarkan anak-anaknya bergaul bebas tanpa pengawasan.

Pagi itu rumah mewah itu cukup sepi tanpa seorang pun yang datang menyambutku. Karena aku telah terbiasa datang ke rumah mewah itu untuk bermain bersama sepupu perempuanku yang seumuran denganku. Aku hanya melangkahkan kakiku santai untuk masuk ke dalam rumah dan beberapa kali meneriakkan salam yang cukup nyaring agar penghuni rumah datang untuk menyambut salamku.

Tak mendapat jawaban salam aku pun melangkah semakin dalam ke dalam rumah mewah itu sambil menajamkan pendengaranku yang mungkin menangkap pergerakan sepupu perempuanku yang suka sekali memberikan kejutan seperti saat ini. Dengan pasti aku melangkahkan kakiku menaiki tangga untuk meraih gagang pintu tak jauh dari tangga dimana kami terbiasa bermain.

Bride & Groom (Bilqis & Harry Tales Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang