Sembilan Belas

341 17 1
                                    


Banyak tempat yang kami kunjungi dalam sehari. Bahkan Daniel yang tidak tidur dengan wanita malam ini tampak begitu menikmati kunjungannya yang tak henti ingin berpose seksi didepan kamera dan menggoda para wanita yang mungkin dapat digodanya. Sedangkan aku hanya menjadi photographer setia yang mengikutinya kemana-mana.

Kesal. Tapi melihat Billa yang mengikuti kami tanpa lelah membuatku sedikit merasa bersalah.

Wanita yang menggantimu tadi pagi, apa dia punya akun untuk ku hubungi?” tanyaku saat melihat Daniel tengah asik berenang dipinggiran danau yang kami kunjungi sedangkan aku bersama Billa duduk ditepian.

“Kak Bilqis?” tanya Billa yang melirik Daniel yang tengah berenang di danau.

Aku mengangguk pelan dan ikut melirik Daniel.

Entahlah. Kami hanya saling sapa dikantor saja. Aku tidak terlalu dekat dengannya.” Jelas Billa tersenyum dan melempar sejumlah kerikil ke arah danau.

Aku dengar daerah ini terkenal dengan kopinya. Apa kau tidak keberatan mengantarkan kami ke kedai kopi?” tanyaku melirik mata Billa yang benar-benar lembut tidak seperti wanita yang sebelumnya kukagumi.

Tentu. Aku akan membawa kalian ke kedai kopi Kak Bilqis. Mungkin kau bisa bertanya langsung padanya, apakah ia punya aku sosial media atau tidak.” Jelas Billa tersipu malu setelah mengetahui aku menatapnya.

Harry! Kau tidak ikut? Ini sangat menyenangkan.” Ucap Daniel yang masih asik berenang di danau.

Aku menggeleng menolak ajakannya. Sebenarnya cukup menyenangkan melihat Daniel berenang di danau yang luas itu. Tapi aku enggan jikalau harus berkutat di dalam mobil dengan keadaan pakaian yang masih basah.

***

Kami bertiga duduk di kedai kopi yang menurut Billa adalah kedai kopi yang dimiliki oleh orangtuanya Bilqis.

Mataku terus mencari keberadaan Bilqis yang mungkin akan datang. Tapi setelah menghabiskan dua cangkir kopi yang rasanya begitu kuat. Aku tak kunjung menemukannya, bahkan Daniel mulai merasa bosan berada di dalam kedai itu dan memilih keluar sendiri mengelilingi kota dan meninggalkanku bersama Billa berdua disana.

“Bang Angga, apa Abang liat Kak Bilqis?” tanya Billa yang menghentikan langkah seorang pelayan kafe yang tengah mengantarkan buku menu.

“Di atas. Biasanya kak Bilqis kalau nggak ada tugas, dia di atas memeriksa buku keuangan.” Jelas Angga yang membuatku hanya dapat berkerut kening karena tidak memahami percakapan diantara mereka.

Sepertinya kak Bilqis ada di lantai dua, apa mau segera bertemu dengannya?” tanya Billa yang melirik kearahku yang asik memperhatikan sisa-sisa kopi didalam gelas.
Aku hanya mengangguk berpura-pura acuh tak acuh, namun jauh di dalam sana sebenarnya aku ingin bertemu kembali dengan wanita itu.

Billa bangkit dari duduknya dan berjalan menuju tangga. Aku mengikutinya dibelakang dan begitu sampai di lantai dua aku seolah menemukan cahaya pada sebuah ruangan pada cafe kopi itu. Begitu terang sampai seolah membutakan mataku.

Bilqis, dia duduk pada sudut ruangan itu dengan berbagai macam buku terhampar dihadapannya. Jilbabnya yang berwarna putih gading dengan cahaya matahari yang langsung menyinarinya dari balik kaca jendela membuatnya sangat bersinar.

Wajah serius menatap dan membaca tulisan yang ada didalamnya membuatku sesuatu di dalam diriku bergetar. Entah apa itu tapi aku sempat mengeluarkan gadget milikku dari dalam kantong kemeja yang kukenakan. Tak ada notifikasi ataupun lain hal yang membuatnya bergetar. Mungkin terdapat gempa bumi sesaat tadi, tapi saat aku kembali menatap cahaya itu gempa bumi dengan getaran ringan kembali terjadi.

Bride & Groom (Bilqis & Harry Tales Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang