Enam

1.7K 62 1
                                    


Bilqis turun dari taksi di depan sebuah rumah sakit yang cukup besar. Ia melangkahkan kakinya sambil membawa sebuah termos makanan. Ia merapikan sedikit hijab abu yang tengah dikenakannya kemudian berdeham memastikan suaranya dalam keadaan baik. Setelah memperhatikan setelan baju yang dikenakannya cukup sopan, Bilqis melangkahkan kakinya dengan pasti untuk masuk.

Bilqis berjalan menuju sebuah lift setelah sampai di dalam rumah sakit. Ia tampak melihat lift yang masih terbuka dan berlari-lari kecil untuk mencapainya.

Tapi jarak yang dimilikinya dengan lift itu cukup jauh, dan seorang pria dengan jas putihnya tampak masuk ke dalam lift itu dan segera menutup pintu lift itu dengan cepat.

Bilqis tampak tergesa-gesa berlari menuju lift untuk meraih pintu yang akan segera tertutup. Dan di sela-sela pintu yang akan tertutup pria berjas putih itu tampak menatap Bilqis dan segera menekan tombol untuk membuatnya terbuka kembali.

Bilqis tampak terengah-engah menunggu pintu lift terbuka. Saat pintu lift terbuka cukup untuknya, ia segera masuk dan menatap pria itu dengan sebuah senyuman tipis.

"Terima kasih." Ucap Bilqis menundukkan kepalanya saat merasa pria itu tampak seperti orang asia.

Pria itu tampak terdiam sesaat. Tapi sesaat kemudian saat Bilqis hendak menekan tombol lift, pria berjas putih itu lebih dulu menekan pintu lift agar tertutup.

Lantai 3 tampaknya sudah tertekan oleh pria berjas putih itu karena telah bersinar. Tapi Bilqis hanya diam saja memperhatikan refleksi bayangannya yang buram pada pintu besi lift. Ia sesekali melirik termos makanan yang ia bawa dan menatap pria berjas putih yang tampaknya ikut menatapnya.

"Selamat siang." Ucap Bilqis karena merasa canggung setelah bersitatap dengan pria itu.

"Selamat siang. Apa kau hendak menjenguk seseorang?" tanya pria itu menunjuk termos yang tengah Bilqis bawa.

Bilqis mengangguk sambil tersenyum tipis kemudian memperhatikan pria itu sekali lagi.

"Apa kau seorang dokter?" tanya Bilqis menunjuk jas putih yang dikenakan pria itu.

Pria itu menganggukkan kepalanya sebagai jawaban kemudian kembali melirik pintu lift yang tak kunjung terbuka.

"Apa kau seorang muslim?" tanya dokter asia itu memperhatikan pakaian muslimah yang dikenakan Bilqis.

"Ya, kurasa siapapun yang melihat hijab ini sudah pasti dapat menebaknya dengan baik." Ucap Bilqis menunjuk dirinya dengan senyuman bangga terpancar pada wajahnya.

Dokter asia itu hanya beroh ria mendengar jawaban Bilqis. Dan Bilqis tahu betul bahwa itu adalah akhir dari percakapan itu setelah memperhatikan angka pada lift telah menunjukkan angka tiga.

Suara berdenting berbunyi tak lama setelah dokter asia itu menutup pembicaraan. Keduanya segera keluar dari lift secara bersamaan.

Bilqis terus melangkahkan kakinya menyusuri koridor rumah sakit yang terlihat sepi tanpa pengunjung. Tapi saat mendapati ruangan yang hendak ditujunya, Bilqis segera membuka pintu dan memberikan salamnya.

Seorang wanita paruh baya tampak tengah menonton TV dengan serius kini beralih menyambut Bilqis yang baru saja tiba.

"Hai, menantuku." Ucap ibu mertua Bilqis, alias ibu Harry yang bernama Rebecca Coulter, dan kedua pasangan pengantin kita biasa memanggilnya dengan sebutan Becca.

"Bagaimana kabar mu, Becca?" tanya Bilqis yang segera menghadiahi Becca dengan sebuah pelukan dan kecupan hangat.

"Semakin baik, setelah pernikahan kalian berdua." Jawab Becca mempersilahkan Bilqis untuk duduk bersisian dengannya di atas tempat tidur rumah sakit itu.

Bride & Groom (Bilqis & Harry Tales Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang