Dua Puluh Lima

152 9 2
                                    

Flashback has end

Tak ada percakapan yang terdengar sepanjang malam itu. Hanya ada suara Bilqis yang menangis di ruangan dapur hingga matanya membengkak.

Suara sayup-sayup jangkrik malam begitu menyiksa dada Harry yang berada dibalik dinding kamar. Ia khawatir keadaan Bilqis yang ia tinggalkan di lantai bawah dan tidak kunjung naik untuk melepaskan lelahnya bersama di atas tempat tidur yang ia tempati.

Harry bangkit dari tidurnya melihat jam yang sudah menunjukkan tengah malam. Wajahnya memucat begitu membuka pintu dan mendengar tangis Bilqis pada ruang tengah. Dengan terburu-buru Harry melangkahkan kakinya menuruni tangga dan segera bersimpuh dihadapan Bilqis yang masih tidak bergerak barang seincipun dari tempat yang ia tinggalkan tadi.

“Maaf Bilqis. Maafkan aku Bilqis.” Ucap Harry begitu berhasil bersimpuh dihadapan Bilqis dan meraih tangannya untuk ia genggam dengan erat.

“Maafkan aku.” Ucap Harry yang berulang kali mengatakan maaf sambil menarik Bilqis masuk ke dalam pelukannya.

“Maaf Bilqis, aku khilaf. Aku khilaf.” Ucap Harry mengusap punggung Bilqis mencoba untuk menenangkannya.

Bilqis yang berada dipelukan Harry mencoba untuk menahan tangisannya.

“Aku berjanji untuk membahagiakanmu. Maafkan aku yang telah berdusta. Maaf Bilqis. Aku khilaf.” Ucap Harry menangis dan memeluk Bilqis semakin erat.

“Aku-aku bersalah. Ku mohon maafkan aku.” Ucap Harry yang tak kunjung menghentikan kalimat untuk rasa bersalahnya pada Bilqis.

***

Tak ada percakapan lagi yang terjadi saat pagi menyingsing. Keduanya tampak berdiam diri dengan mata bengkak dan juga wajah yang pucat. Saling bertatap matapun rasanya sungguh sulit, sholat berjamaah yang biasanya tetap berjalan seperti umumnya, namun terasa begitu mencekam menyayat hati.

Bilqis berjalan menuju resepsionis dengan santai. Wajahnya yang telah dipoles make-up untuk menutupi kesedihannya yang terjadi semalam tampak lebih cerah dan tersenyum pada petugas resepsionis.
Beberapa orang yang mengenal Bilqis segera menundukkan kepalanya dan mengarahkannya berjalan menuju lift. Setelah mencapai lantai teratas, Bilqis menolak meminta karyawan Harry untuk mengantarkannya sampai di situ saja. Ia berjalan lunglai menuju pintu yang berada pada ujung ruangan dan bertemu dengan pria paruh baya yang tampak menatapnya dengan antusias.

“Nyonya Coulter?” tanya pria itu sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

“Ya. Apa Tuan Coulter masih berada diruangannya?” Tanya Bilqis melirik pintu pada ujung ruangan dan tersenyum tipis pada pria itu.

“Kau berbeda sekali dengan saat aku bertemu kau dipesta kebun itu. Kau sangat cantik, pantaslah Tuan Coulter selalu merindukanmu. Sayang rasanya kau hanya dimiliki oleh satu pria saja.” Ucap pria itu terkekeh.

Bilqis yang awalnya mempertahankan senyumnya tiba-tiba beralih mengerutkan kening. Ia menderap mendekati pria itu dan menyeringai penuh kekesalan.

“Harry dapat menghancurkanmu hingga tetes darah penghabisan. Kau tahu seberapa sayangnya Harry terhadapku, dan kau pasti tahu ia rela melakukan apapun hanya demi diriku.” Ucap Bilqis yang terdengar mengancam pria itu.

“Harry hanya milikku seorang dan aku hanya miliknya seorang di dunia ini. Kau berkata-kata di tempat yang salah.” Ucap Bilqis yang berlahan melangkah pergi meninggalkan pria paruh baya itu di tengah lorong.

“Apa kau tahu aku klien terbaiknya? Kau akan menyesal karena telah mengatakan hal itu. Aku bisa membuat Harry bersujud dihadapanku. Bahkan membuatnya mengantarkan istri tercinta untuk bercinta dikamarku.” Ucap pria itu terkekeh menatap Bilqis yang menghentikan langkahnya.

Bilqis berbalik dan terkekeh melihat pria itu, ia tampak menaikkan sebelah alisnya dan mengusap jilbabnya.

“Sudah seharusnya aku mengatakan hal itu pada pria yang penuh dengan nafsu sepertimu.” Ucap Bilqis yang menundukkan kepalanya menatap pria itu.

“Coba saja Tuan Freud. Aku ingin melihat bagaimana kau dapat membuat Harry mengantarkan aku ke kamarmu. Atau sebaliknya. Dimana Harry yang akan mengantarkanmu ke penjara.” Ucap Bilqis terkekeh dan segera berbalik untuk melangkah masuk ke dalam kantor Harry.

“Kau akan menyesal Nyonya Coulter.” Teriak pria itu yang menatap Bilqis dengan langkah tergesa-gesa untuk masuk ke dalam ruangan Harry.

“Harry.” Ucap Bilqis begitu berhasil masuk ke dalam ruangan itu.

Harry yang tengah duduk berhadapan dengan seorang wanita yang diduga Bilqis adalah sekertaris Harry, tampak terkejut dan segera menundukkan kepalanya pada Bilqis.

“Nyonya Coulter.” Ucap sekertaris Harry yang tampak segera bangkit dari duduknya.

“Janette.” Ucap Bilqis yang memperhatikan Janette keluar ruangan itu segera sambil membawa berkas-berkas yang awalnya berada diatas meja.

“Ada apa?” tanya Harry yang segera bangkit dari duduknya dan memperhatikan wajah Bilqis yang masih pucat dengan riasannya.

“Freud yang pernah kau katakan lewat didepanku tadi.” Ucap Bilqis yang segera memeluk Harry dengan erat.

“Tidak apa, tenanglah. Janette sudah bersedia menjadi saksiku untuk mengadilinya. Aku akan segera memutuskan kontrak dengannya.” Ucap Harry terkekeh melihat Bilqis yang begitu ketakutan memeluknya dengan erat.

“Istri mungilku datang kekantor untuk pertama kalinya setelah kami menikah.” Ucap Harry merenggangkan pelukannya untuk menatap Bilqis yang tampak begitu khawatir.

“Aku tidak ingin menganggu pekerjaanmu. Tapi aku ketakutan dirumah, aku terus melihat bayangan yang sepertinya mengikuti.” Ucap Bilqis mencengkram jas Harry hingga berkerut.

“Tak apa, di sini saja. Aku akan meminta Janette mengurus pekerjaan itu secepatnya, jadi kita bisa pulang bersama.” Jelas Harry menangkupkan rahang kecil Bilqis dalam satu genggamannya dan satunya lagi tetap memeluk pinggul ramping Bilqis.

“Aku sebenarnya ingin menjenguk Becca. Tapi aku takut bertemu Mark lagi, Harry. Aku mohon kau segera memenjarakannya. Aku tak ingin ia berada disekitarku.” Ucap Bilqis yang membuat Harry berkerut kening.

“Katakan padaku sebenarnya apa yang terjadi kemarin? Kemarin kau begitu kasihan padanya. Tapi aku melihat kau begitu berubah sejak kejadian kemarin.” tanya Harry  yang menarik Bilqis untuk duduk disofa bersamanya dengan lembut.

Setelah Bilqis duduk dengan nyaman disisinya, Bilqis satu persatu menceritakan apa yang terjadi dengannya saat bertemu dengan Mark kemarin. Walau tidak begitu detil, tapi wajah Harry tampak begitu murka.

Bilqis ingin memberitahukan kejadian yang barusan ia alami dengan Tuan Freud, tapi melihat Harry yang begitu murka akan Mark, tak akan mungkin terbendung lagi ia akan menggila jika Bilqis menceritakan soal Tuan Freud.

***
Bersambung

Maaf...

Senin kemarin Quesha gk bisa update.
Quesha sakit selama tiga hari berturut-turut.

Maafkaaaaannnnn 🙇🙇🙇🙇🙇🙇🙇🙇🙇🙇 Quesha


Yang lihat buletin Quesha pasti tau, Quesha bakal update double Senin besok.

Sebagai bonus.. Quesha Update malam ini sebagai pemanasan

^_^

See you tomorrow

Insyaallah pagi Quesha udah update

Tapi jangan lupa vote and comment nya ya ^_^

Wassalam Quesha Anya

Bride & Groom (Bilqis & Harry Tales Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang