"aku juga nggak tahu harus apa Juk? bahkan disaat aku udah jalanin semua yang kamu suruh. Aku udah minum berbutir-butir obat pahit yang memuakan itu. aku udah jalanin kemoterapi dan terapi-terapi lainnya yang menyakitkan itu, tetep aja nggak bisa bikin aku sembuh kan Juk?"
Deg
"Darimana June tahu kalo dia belum sembuh?" batin Juki bertanya-tanya
"aku udah tahu semuanya, aku udah denger sendiri, dokter bilang kanker aku masih ada kan Juk, iyah kan? terus apa gunanya obat itu? apa gunanya semua terapi yang aku jalanin selama ini?" teriak June frustasi
"bahkan rasa sakit setiap aku disuntikin obat-obat aneh itu masih terasa Juk. Rasa pahit dari obat yang setiap hari aku telen itu masih terasa di tenggorokan aku." nada bicara June mulai bergetar
"Semua aku jalanin dan aku lakuin dengan ikhlas, berharap semua itu membuahkan hasil yang baik, tapi apa? sekarang nggak ada gunanya kan, toh aku belum sembuh juga kan, kanker itu masih ada kan Juk?" airmata itu kembali menetes
Juki Cuma bisa diam dan mengiyakan semua kata-kata istrinya, tanpa bisa membantah satu kata pun.
"kamu Cuma dokter yang bisanya nyuruh orang berobat, tanpa tahu rasa sakit dari pengobatan itu sendiri. Aku Juk, aku yang ngerasain sakitnya bukan kamu. Aku capek, selama tiga bulan lebih aku bulak-balik Rumah Sakit berharap bisa sembuh. Tapi apa? buktinya kanker itu masih ada kan!"
June menatap nanar suaminya yang hanya terdiam memandangnya dengan wajah sendu.
"terus aku harus apa Juk? di operasi? Emang kamu bisa jamin kalo aku bisa sembuh setelah dioperasi? Kamu yakin, nggak akan ada efek samping apapun setelah aku di operasi? Kamu aja nggak bisa jamin apa-apa, karena emang nggak ada jaminan pasti buat hidup aku kan Juk, hiksssss.....hiksss..hiksss"
June nggak mampu lagi bendung airmatanya, june menangkupkan kedua telapak tangannya untuk menutupi wajahnya yang dibanjiri airmata. Melihat istrinya rapuh kayak gitu, Juki nggak tega juga. Dia mendekat dan duduk di samping June.
Ia raih kepala istrinya dan direngkuhnya tubuh mungil itu, yang kini bergetar hebat akibat isakan tangis yang memilukan itu.
Juki peluk istrinya erat sekan takut lepas. Tangisan pilu dari mulut istrinya, membuat hati Juki seakan teriris sembilu. Sakit tapi nggak berdarah, itulah definisi dari perasaannya saat ini.
"aku Cuma mau hidup normal Juk hiksss. Tanpa obat, tanpa alat-alat rumah sakit, cuma hidup sebagai istri Juki. Istri yang selalu ada disisi kamu, selama aku disamping kamu meskipun sakit aku rela Juk, tapi tolong untuk saat ini jangan paksa aku buat berobat lagi, aku capek aku nggak sanggup" june masih terisak di pelukan Juki.
Juki sendiri nggak tahu lagi mau ngomong apa. Bahkan kata-kata penyemangat apapun yang dia punya, rasanya percuma untuk saat ini. June masih kalut sama emosinya sendiri, yang bisa dia lakuin saat ini hanya memeluk istrinya sambil usap-usap punggung June mencoba buat menenangkan.
"sssshhttt, iyah kamu yang sabar ya, emang nggak semua penyakit bisa sembuh secepat itu, kita harus sabar Bun. Semua butuh proses, tapi kalo emang kamu udah nggak kuat. Aku nggak akan paksa kamu lagi kok. Udah kamu tenang ya, jangan nangis lagi" berkali-kali Juki cium kepala istrinya supaya tenang.
"kamu tenang aja, aku janji nggak akan maksa kamu lagi buat jalanin pengobatan apapun, tapi kamu juga harus janji sama aku Bun. Kamu harus kuat, kamu nggak boleh nangis kayak gini. Setiap airmata yang keluar dari mata kamu, itu dosa buat aku Bun. Udahan dong nangisnya, yah"
June mulai menghentikan tangisannya, Juki merenggangkan pelukannya sedikit memberi jarak hingga kini tangannya menangkup wajah sembab June. Diangkatnya wajah itu hingga pandang mereka bertemu. Diciumnya kedua mata bulat itu, berharap airmata yang keluar darisana bisa berhenti secara otomatis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Endless Love (eunkook)
Fanfic(Privat acak) so follow me before read Sequel halte busway i'am in love gimana ceritanya jungkook dan eunha versi indonesia itu hidup satu rumah sebagai pasangan suami istri? penasaran? kuy baca langsung aja Jangan lupa vote sama comentnya ya