#21: Bad Days

814 47 5
                                    

Bagian dua puluh satu

Mulmed's Tita

"Ini, data semua nama osis dan kepengurusannya." jelas Tita menyerahkan map itu di depan meja Yudith dengan sedikit kesal.

Yudith yang aneh mendengar nada bicara Tita yang semula menunduk membaca buku sekarang menatap wajah Tita.

Kening Yudith mengerut, "Ada apa?" hanya pertanyaan itu yang terlontar dari bibir Yudith.

Tita yang sedari tadi duduk dengan raut kesal dan kedua tangan dilipat di depan dada menoleh ke arah Yudith.

"Tidak ada apa-apa, sedang badmood saja," tukasnya lirih tapi terdengar nada kesal.

Yudith menghela napas, "Baiklah, terserah dirimu saja dan terima kasih atas ini," balas Yudith dengan telunjuk mengarah ke map.

"Hm" hanya gumaman sebagai balasan Tita.

°•°•°•°

Seorang pria sedang berjalan santai dengan kedua tangan di masukkan ke dalam saku jaketnya. Berjalan ka arah meja cafe yang terisi oleh beberapa temannya.

"What's up, friend! Semakin dewasa saja kau." seringai si pria berambut agak coklat. Lalu mereka berdua melakukan jabat tangan seperti remaja sekarang.

"As you see, i'm fine. Yaya, aku bukan bocah lagi," perkataan Randon seperti sindiran bagi Sean Hutcherson, temannya.

"Mentang-mentang kau mengambil jalur akselerasi,huh," 

"Apa ada yang salah?" tanya Randon dengan konyol.

Namun, tiga teman Randon tidak menanggapi ucapannya lagi. Mereka memutar bola mata malas.

"Yayaya, terserah kau saja."

Mereka pun sibuk melanjutkan tugas kuliahnya. Tak ada yang menyadari jika ada seseorang yang sedang memperhatikannya.

°•°•°•°

Tita's point of view

Aku sedang berjalan menyusuri trotoar. Huh, hari ini benar-benar hari burukku mungkin.

Aku bete sekali hari ini. Yang pertama, aku bertemu dengan pria yang menurutku aneh. Aku lupa pernah bertemu di mana yang jelas kenal wajah.

Dan yang kedua, kakakku menghubungiku dia bilang tidak bisa menjemputku. Setelah aku menunggu lebih dari satu jam, dia baru menghubungiku. Oh, ya ampun kakak macam apa dia.

Benar-benar Bad Days. Poor Tita. Sekarang aku harus berjalan kaki dengan sinar matahari yang amat terik.

Sebenarnya aku bisa saja memesan taksi atau menunggu taksi lewat. Tapi aku terlalu bete dan akhirnya malas untuk melakukan hal sepele itu.

Yang lebih parah tadi aku menolak tumpangan Yudith. Astaga, apa yang diujikan olehmu Tuhan.

Tin.. Tin..

Suara motor? Perasaan aku sudang berjalan dengan benar. Berjalan khusus di area pejalan kaki kan? Lantas kenapa ada motor yang mengklaksonku?

Dia berhenti? Tapi mengapa berhenti di sebelahku? Kakikku juga ikut berhenti berjalan. Oh God, jangan-jangan penculik wanita remaja! Tidak-tidak jangan berpikir seperti itu Tita.

Tarik nafas. Huh.. Buang. Kepalaku mulai menoleh siapa yang ada di sebelahku. Rasa-rasanya nampak tak asing. Satu.. Dua.. Ti.. Ga.

"Yaa!" jingkatku terkejut.

"Siapa kau?! Kau menguntitku ya?! Ayo jujur saja!" ketusku sebal.

Arrghh.. Kenapa aku harus bertemu dengannya lagi? Aku tidak ingin basa-basi dan akhirnya aku langsung berlari menjauhi pria itu.

°•°•°•°

Randon's point of view

"Thank's friend" ucapku berterima kasih kepada teman kuliahku dan berpamitan kepada mereka. Aku melihat jam di pergelangan tanganku.

Pukul 15.35 sore.

Aku pun bergegas menyalakan motor dan pulang ke apartemen. Rasanya hari ini sangat melelahkan.

Apartemenku lumayan dekat dengan sekolah lamaku. Jadi, aku melewati sekolah yang amat kubanggakan.

Tunggu dulu, mataku menemukan sosok yang sepertinya aku kenal dengan gadis itu. Ah, ya ampun. Bagaimana aku lupa, dia kan yang sudah memikat hatiku.

Tin.. Tin..

Aku membunyikan klakson motorku. Sengaja aku bunyikan agar disangka dia salah jalan. Tampaknya dia terlihat menegang.

Aku pun berhenti di sebelahnya. Anehnya, dia ikut berhenti berjalan. Moment ini, moment indah bagiku karena aku memandangnya secara terang-terangan. Tanpa dia sadari, aku terlarut dalam pesonanya.

"Yaa!"

Suara itu. Membuatku terkejut dan mengerjapkan mataku. Ahh, gadis ini.

"Siapa kau?! Kau menguntitku ya?! Ayo jujur saja!"

Terdengar nada ketus di dalamnya. Enak saja dibilang penguntit. Aku hanya diam tak menjawab pertanyaannya.

Namun, kusadari dia telah berlari. Aku hanya geleng-geleng kepala melihatnya. Langsung saja aku menyalakan motor dan mengejarnya.

"Hai nona, aku hanya ingin mengembalikan sesutau" teriakku agar dia mendengar ucapanku. Perlahan dia menghentikan langkahnya.

Dia menatapku tajam, "Sesuatu? Apa kita pernah bertemu sebelumnya tuan?"

Aku mengernyit bingung. Bingung ke mana arah pembicaraan gadis ini. Oh, aku baru sadar.

"Ekhem, nona, apa kau lupa bahwa aku adalah orang yang tak sengaja kau tabrak?" tanyaku dengan alis terangkat satu. Dan aku mengeluarkan sesuatu dari dalam saku, "ini, sesuatu yang kumaksud tadi, nona" Terlihat matanya membulat tak percaya.

"Hei! Kembalikan! Kapan kau mengambilnya?!" teriaknya tak rela dan aku dituduh. Oke.

"Ini jatuh waktu kau menabrakku. Sudah tidak sopan, tak tau terima kasih juga" aku pun pura-pura kesal dan menyalakan mesin motorku.

"Hei, hei! Tunggu! Kembalikan dulu!" teriaknya sambil menarik jaketku. Astaga, gemasnya.

"Okay okay, tapi ada syaratnya"

Kesempatan dalam kesempitan. Cukup hari ini saja mungkin, hehe. Batinku menyeringai.

---------------------------------------

Don't forget vote and comment 😊
Because this free 😅😅

Share to your friend 😊
Thank's

Salam
Terin

INDIGO [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang