#36: Without Tittle

398 31 0
                                    

Bagian tiga puluh enam

Sudah dua bulan lebih 3 minggu lamanya Arlita berada di rumah Yudith. Waktu yang dia punya tinggal satu minggu lagi. Entah apa yang akan Arlita perbuat jika tak ada perubahan apapun untuk menolongnya dari dunia kegelapan yang mengancam.

Sudah dua minggu lalu ia bertemu kedua sahabatnya. Dan sekarang ia hanya ingin bertemu keluarganya. Apakah mereka bisa menemuinya? Rasanya rindu ini sungguh menyesakkan dada.

Krek

Bunyi pintu terbuka membuat lamunan Arlita teralihkan. Yudith di sana, menutup kembali pintu yang dibukanya. Mendekat ke arah lemari buku kecil koleksinya. Lalu mengambil salah satu buku dari rak itu dan memasukkannya ke dalam tas kecil. Memasukkan senter? Kacamata tapi bukan kacamata minus. Tak lupa mengambil ponselnya di meja samping kasurnya.

Batin Arlita bertanya-tanya, mau ke mana Yudith membawa barang-barang seperti itu? Dan ini masih pukul tiga sore. Lagi dirinya dibuat terkejut dengan Yudith yang sudah ada di depannya.

"Aku pergi dulu," kata Yudith menatap Arlita.

"Kemana?"

"Rumah Tita, aku duluan." Setelah mengatakan itu Yudith segera berlari kecil membuka pintu lalu menghilang dibalik pintu itu. Arlita kembali dibuat bingung tapi dirinya tak bisa mengikuti Yudith.

Yudith menuruni tangga lalu berjalan ke arah dapur. Membuka lemari es mencari minuman dingin untuk menyegarkan tenggorokannya. Cuaca hari ini memang sedang panas. Setelah menutup lemari es, Yudith berbalik. Namun, ketika akan melangkahkan kakinya tiba-tiba Merry sudah ada di depannya.

Yudith memasang wajah tenang seperti biasa. Lalu berujar, "Mom, aku akan ke rumah Tita. Mungkin sampai malam,"

Merry yang sedang bersedekap  menatap putri semata wayangnya dengan pandangan tanda tanya.

"Sampai malam? Sampai malam itu jam berapa?" Tanya Marry yang sebenarnya menyimpan rasa khawatir. Dia tak mau lagi gadisnya menghilang seperti waktu itu.

"Mungkin sekitar pukul 9, mom," ujarnya tenang.

Marry menghela napas gusar, "Baiklah, mommy akan menjemputmu." Lalu berbalik menuju garasi untuk menyiapkan mobil.

Yudith menatap punggung Marry yang menjauh. Dirinya membatin, maafkan aku, mom. Jangan khawatir, aku akan baik-baik saja. Senyum tipis terukir di bibir tipis Yudith.

<>-<>-<>

"Yudith! Ck, kau lama sekali. Aku sudah menunggumu sedari tadi, apalagi manusia itu. Selalu menggangguku saja," omel Tita dengan kepala menunjuk Malvin kesal.

"Hai, baby!" kata Malvin sambil mengedipkan matanya ke Yudith. Yudith yang melihatnya hanya menatap datar Malvin membuat Malvin mendengus.

"Jangan seperti jika aku menyapamu, Dith. Padahal aku berniat baik ingin dekat denganmu," gumam Malvin yang masih bisa di dengar Yudith, namun tidak dengan Tita yang sudah masuk ke dapur.

"Mau apa kau di sini?" Tanya Yudith datar.

"Menemani kesayanganku," Malvin tersenyum manis setelah mengatakan itu yang membuat Yudith bergidik ngeri.

"Nah, ini untuk kalian." Uajar Tita dari arah belakang membawa beberapa cemilan dan minuman.

"Bagaimana dengan Ms. Lusy?" Celutuk Malvin dengan fokus tangannya yang sedang membuka snack. Tita dan Yudith saling berpandangan.

"Nanti sebenar lagi datang, mungkin." Kata Tita mengangkat bahu acuh.

Tin Tin

"Itu dia," suara klakson mobil membuat Tita segera membukakan pintu utama. Sekarang ini Tita sedang berada di rumah keluarganya, bukan di apartemen kakaknya. Yah, hanya untuk berkumpul ia pulang ke rumah.

"Selamat sore, anak-anak." Sapa Ms. Lassy dengan senyuman ramah. Ah, beliau memang terkenal murah senyum pada siapa saja.

"Sore, Miss," Sapa mereka bertiga bersamaan.

Dan sore itu digunakan untuk membahas cara mengeluarkan Arlita dari dunia kegelapan. Mereka terlihat serius mendengarkan setiap perkataan yang keluar dari mulut Miss Lassy.

"Kita akan melaksanakan rencana kita tepat tiga bulan Lita akan mengambil keputusannyaa."

Semuanya mengangguk paham. Miss Lassy pamit undur diri karena ada urusan yang harus diselesaikan. Sekarang menunjukkan pukul setengah tujuh malam. Seorang maid mendekat ke arah Tita.

"Nona, makan malamnya sudah siap." Ucapnya memberi tahu.

"Oke, terimakasih." Tita memberikan senyumnya.

"Ayo, kita makan malam dulu,"

Suasana tenang menyelimuti mereka yang sedang menikmati makan malam. Hanya suara dentingan sendok.

"Ahh, ternyata ada teman Tita, ya."

Suara yang muncul dari ruang utama membuat mereka yang sedang terfokus makan langsung menoleh. Ternyata Triska yang baru pulang dari rumah sakit.

"Kenapa kakak ke sini?" Tanya Tita heran.

Triska mengambil gelas dan menyeduhkan air mineral ke gelasnya. "Memangnya tidak boleh, ya?"

"Biasanya kakak ke apartemen,"

"Kakak ingin menyusul adik kakak yang manja,"

Tita tersenyum malu medengar alasan Triska. Hanya kakaknya yang dapat membuat hatinya menjadi hangat walaupun sering mengomel.

°•°•°•°

Lita...

Arlita...

Mendekatlah...

Lebih dekat lagi...

Sedikit lagi...

Ayo, Lita...

Kegelapan mulai menyerang dirinya. Bayangan-bayangan hitam melingkari dirinya.

Tak ada secercahpun cahaya yang terlihat. Tak ada seorangpun yang dapat ia lihat. Terjebak. Lagi-lagi keadaan seperti ini yang harus ia alami.

Kapan ini akan berakhir? Kenapa takdir begitu mempermainkan dirinya yang tidak bersalah.

Krek

Sebuah pintu terbuka. Membawa cahaya masuk ke dalam gelapnya tempat ini. Betapa bahagianya ia bisa melihat orang itu.

Yudith...

----------------------------------

Hai, come back^^

Maaf yah, lama banget π_π
Aku butuh dukungan dari kalian:(

Makasih yang udah mau nunggu cerita ini yak:)

Salam
Terin❤️

INDIGO [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang