Chapter 7 (The Rescue)

498 9 0
                                    

Chapter VII: The Rescue.

Masa kini

Gedung NewsTV
15.24 WIB
H minus 92:36:00.

Tita terdiam di kantor, di ruangan Anton. Kejadian hari ini betul-betul hampir tidak bisa ia terima sebagai kenyataan. Keadaan berubah silih berganti dengan amat cepat. Baru saja ia dan Anton gembira ketika Prita pulang, lalu berganti kesedihan mendalam setelah mendengar mengenai kematian Lucia, lalu ternyata berita kematian itu ditangguhkan, dan kini Anton pergi menyusul Lucia. Di awal hari, ia hanyalah seorang second-in-command di bawah Anton, dan sepertinya akan tetap begitu. Tapi kini dia adalah officer-in-charge, first-in-command, mengisi tugas Anton yang kini tengah pergi entah sampai kapan. Bagi orang seteratur seperti Tita, ini jelas bukan sesuatu yang bisa diterima dengan mudah.

Ia memang pernah menjadi first-in-command ketika Anton izin menikah dengan Lucia, tapi itu harus dianggap sebagai sebuah kasus yang sama sekali lain. Ketika itu keadaan di luaran cenderung baik-baik saja, pun kalau ada apa-apa, ia masih bisa menghubungi Anton untuk meminta pertimbangan. Namun kali ini, ia harus berusaha sendiri, lagipula, firasatnya mengatakan bahwa keadaan bakal menjadi “tidak baik-baik saja”. Inilah yang selama ini ditakuti oleh Tita, menjadi first-in-command justru ketika akan menghadapi “pertempuran penting”.

“Tita,” kata Fitri membuyarkan lamunan Tita.

Tita menoleh, dan melihat, tidak hanya Fitri, melainkan juga Mutia, dan seluruh jajaran personel yang selama ini bekerja di bawah Anton, yang kini harus ia komandoi. Selama ini, Tita memang mengizinkan mereka semua memanggilnya dengan nama, ini tidak seperti Anton yang dipanggil dengan sebutan ‘Bos’ (kecuali Fitri, Nana, dan Mutia).

“Ada apa?” tanya Tita.
“Tindakan kita selanjutnya apa?” tanya Fitri, “kita kehilangan Lucia, juga Anton, dan sepertinya bakal terjadi sesuatu dengan segera,”

Tita semakin pusing mendapatkan pertanyaan seperti itu. Ia pun tak berusaha untuk menyembunyikan kebimbangannya itu.

“Aku nggak tahu, semuanya bikin aku pusing,” kata Tita, “menurut kamu kita kudu ngapain?”
“Well, karena ada perintah buat jangan mendahului dulu,” kata Fitri, “kayaknya kita kudu tetep jaga status quo deh, jangan bikin statement dulu sampe ada perkembangan baru,”
“Ya, gitu juga baik,” kata Tita, “bikin aja kayak yang kamu bilang,”
“Ada lagi?” tanya Fitri.
“Udah deh, tinggalin aku dulu,” kata Tita, “ini bukan sesuatu yang mudah diterima gitu aja,”

Fitri hanya mengangguk saja, lalu meninggalkan tempat. Ketika Fitri melewati beberapa orang, ia mendengar mereka berbicara sambil berbisik. Fitri pun segera tahu kalau mereka membicarakan soal sikap Tita. Fitri sendiri maklum dengan sikap Tita, tapi jujur saja itu bukan sikap yang seharusnya ditunjukkan oleh seseorang yang sedang berada pada first-in-command, pada saat menghadapi krisis, di depan anak buah lagi, dan Fitri tahu hal itu.

Bagi Fitri, masalah mengenai Tita selalu sama. Fitri sependapat dengan Anton bahwa Tita memiliki potensi tersembunyi (bahkan Fitri lah satu-satunya yang percaya hal ini selain Anton); tapi Tita juga dinilai sudah terlalu lama “bersembunyi” di balik bayangan Anton. Ini adalah pertama kalinya Anton pergi sementara ada keadaan genting yang akan datang. Cepat atau lambat, desakan ke arah pemakzulan Tita pasti akan tiba.

Saat tengah melamun itulah Fitri terkejut, ternyata di hadapannya sudah ada Bu Sabrina. Ia menatap bagaikan manusia es, dingin dan langsung menusuk ke mata Fitri; namun Fitri sudah terbiasa dengan tatapan mata seperti itu.

“Ikut aku, cepat,” kata Bu Sabrina.

Fitri pun lalu mengikuti Bu Sabrina. Betapa pun Fitri sering mengeluh dan mengolok-olok kepemimpinan Bu Sabrina yang dingin dan bertangan besi, secara profesional, Fitri memang tetap menghormati Bu Sabrina sebagai atasannya. Mereka berdua lalu masuk ke sebuah ruangan yang kosong, tempat di mana kecil sekali kemungkinan ada pengintip atau penguping.

LAUT BIRU (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang