Chapter 14 (The Friends)

470 11 0
                                    

Chapter XIV: The Friends

Gedung NewsTV
07:58 WIB
H minus 26:51:00

Tita terbangun ketika tiba-tiba sebuah aroma kopi menyeruak masuk ke dalam hidungnya, dan melihat bahwa di depannya sudah tersedia segelas kopi panas, tak berapa jauh dari tempatnya meletakkan kepala untuk tidur. Tita secara otomatis mendongak dan melihat ternyata Fitri lah yang telah meletakkan gelas kopi itu di hadapannya. Baju Fitri masih sama seperti yang dia pakai kemarin dan juga kemarinnya lagi, sehingga Tita berasumsi bahwa, seperti halnya dirinya, Fitri pun tak pulang ke rumahnya semalam.

“Minumlah, segarkan diri untuk pagi ini,” kata Fitri.
“Apa aku tertidur tadi?” tanya Tita.
“Lucu, memangnya apa lagi?” balas Fitri.
“Ada sesuatu yang terjadi?” tanya Tita.
“Mengingat situasi sekarang ini, selain laporan rutin dari anak-anak di lapangan, sepertinya belum,” kata Fitri, “meskipun ada berita bahwa semalam ada yang mendengar gemuruh pesawat lewat di atas Jawa Barat; bukan pesawat, tapi seperti beberapa helikopter yang terbang secara bersamaan,”
“Ya, aku tahu, Biro Bandung memberitahukan soal detailnya semalam, dan langsung kuteruskan pada siapa pun reporter atau koresponden kita di selatan,” kata Tita, “dari arahnya sepertinya helikopter itu menuju ke selatan,”
“Menurutmu aneh?” tanya Fitri.
“Menurutmu sendiri bagaimana?” tanya Tita.
“Minum aja dulu kopinya,” kata Fitri.

Tita mengangguk, kemudian meneguk kopi panas itu, yang langsung membuat tenggorokannya menghangat. Dia tidak tahu jam berapa dia mulai tidur semalam atau bagaimana prosesnya sehingga bisa seperti itu, beberapa kejadian semalam sepertinya lewat begitu saja di pikirannya tanpa sempat mampir. Beberapa pesan dari Fendy, suaminya, terlihat memenuhi ponselnya, sehingga Tita pun menyempatkan untuk membaca dan membalasnya sejenak. Sudah beberapa hari dia tidak pulang, wajar apabila suaminya mulai khawatir.

“Ada kabar dari Andini? Di mana dia sekarang?” tanya Tita.
“Kau lupa? Andini sudah minta izin untuk liputan keluar semalam, itu setelah dia selesai mengoordinasikan semua reporter yang datang,” kata Fitri, “kita sudah mengerahkan semua orang yang kita punya, lebih dari event apa pun yang pernah ada, dan baru terasa bahwa semua masih kurang,”
“Ya, tapi kita tetap masih punya yang paling banyak,” kata Tita, “untunglah Andini bisa melakukan semuanya dengan baik,”
“Lebih dari itu, kalian harus belajar untuk saling memercayai,” kata Fitri.
“Aku percaya padanya,” kata Tita, “kuharap dia juga begitu,”
“Setelah semua kejadian ini, tak ada yang akan meragukanmu lagi,” kata Fitri sambil tersenyum dan menepuk bahu Tita.

Depan Kedutaan Besar Australia
08:01 WIB
H minus 26:49:00

Pagi ini masih cukup sepi, kecuali dari hiruk pikuk orang yang mulai masuk kerja di kawasan Kuningan, Jakarta. Kegegeran yang terjadi di sisi lain di kota ini nyaris tak dirasakan di titik ini. Ini karena berita heboh dalam beberapa hari terakhir masih dianggap sekadar sebuah berita, dan bukan jadi sesuatu yang harus mengganggu rutinitas manusia.

Andini kembali ke salah satu mobil peliputan yang ada di dekat gang masuk, di seberang gedung Kedutaan Besar Australia. Dia meletakkan cangkir berisi sikat gigi, pasta gigi, dan juga sabun muka, sepertinya baru saja melakukan perawatan pagi. Di mobil peliputan itu, salah seorang kameramen NewsTV bernama Ahmad, salah seorang kameramen yang termasuk kawakan, masih memeriksa kameranya. Dari raut mukanya, ada sesuatu yang ingin Ahmad sampaikan pada Andini, tapi dia tidak berani mengatakannya. Itu hingga akhirnya Andini mengajaknya berbicara.

“Ada kejadian, Pak Ahmad?” tanya Andini.
“Nggak ada, Ndin,” jawab Ahmad.

Andini memang memanggil Ahmad dengan sebutan “Pak”, karena selain lebih senior, usianya pun juga jauh di atas Andini.

“Tapi aku heran, Ndin,” kata Ahmad.
“Heran soal apa, Pak?” tanya Andini.
“Reporter lain dari Banten, dari Bandung, semua kamu tempatin di titik-titik strategis, ada yang di Istana, ada yang di Kemenhan, di Markas Komando, di DPR,” kata Ahmad, “terus ngapain kita malah ada di sini?”

LAUT BIRU (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang