Chapter 15 (The Treason).

717 13 0
                                    

Warning this chapter have adult and explicite content.

Chapter XV: The Treason.

Beberapa Jam Sebelum Present Day.

Location Classified
Time Classified.

"Ah, berengsek loe, jago banget, sih!" teriak salah seorang lelaki tanggung.

Di sebelahnya, seorang lelaki tanggung juga, badannya agak gemuk, dan mukanya penuh dengan bekas jerawat memerah di tengah-tengah kulit lusuh berminyak dan jenggot yang setengah tumbuh. Cara berpakaiannya bahkan hanya santai saja, memakai T-shirt kumal dengan beberapa bagiannya agak bolong. Pendek kata, untuk ukuran anak muda, dia bukanlah pribadi yang menarik apalagi enak dilihat. Si gemuk ini tampak berpuas diri setelah tim Barcelona yang dimainkannya dalam pertandingan Playstation mencetak gol ketiga lawan kawannya yang memakai Real Madrid.

"Sampai kapan juga loe gak bakal bisa ngalahin gue, Vin," kata si gemuk berpuas diri.

Rekan main si gemuk yang bernama Alvin ini berkebalikan 180 derajat dari si gemuk. Dia atletis, bersih, dan berpenampilan kasual namun perlente. Ibarat kata membandingkan mereka berdua bagaikan bumi dengan langit. Namun dalam dunia persahabatan para pria, penampilan bisa jadi yang nomor sekian, yang penting adalah kecocokan.

"Tahu deh, Zak," kata Alvin, "loe kan maen ginian ampir tiap hari, pantes aja jago,"
"Makanya kalau mau ngalahin gue, banyak-banyak latihan, Bro," kata si gemuk yang bernama Zaki ini, "jangan pacaran mulu,"
"Eh, justru elo ini yang kudu gue tolongin," kata Alvin, "dari dulu sukanya ngendon di kamar mulu, keluar sekali-kali napa?"
"Wah, gue bisa lihat dunia dari kamar gue, kenapa gue kudu keluar," kata Zaki sambil menyalakan sebuah rokok.
"Kebanyakan nonton internet jadi kuper loe, dunia nggak sesempit world-wide-web, Bro," kata Alvin, "dan interaksi ama orang itu nggak seperti chatting di MIRC,"

Tiba-tiba HP milik Alvin yang diletakkan di hadapannya berbunyi. Sebuah SMS rupanya masuk, dan Alvin segera membacanya.

"Siapa, Vin?" tanya Zaki.
"Si Sisil," kata Alvin.
"Cewek loe?" tanya Zaki, "ngapain?"
"Gue janji ngajakin dia jalan, dia udah nanyain," kata Alvin, "gue kudu ke sana nih, nggak boleh telat,"
"Alvin, Alvin, belum nikah aja loe udah diiket ampe segitunya," sindir Zaki, "ntar nikah jadi anggota ISSTI loe, Vin,"
"Zak, loe belum pernah pacaran, kan?" tanya Alvin, "ntar kalau loe udah punya cewek, loe rasain sendiri deh; nggak semuanya soal diiket apa nggak, ada kenikmatan bagi kita buat ngebahagiain cewek yang kita cintai,"
"Wah, pujangga Alvin bersabda lagi nih," kata Zaki, "dah, cepeten sono, ntar telat si Sisil ngambek lagi,"
"Loe nggak mau ikutan, Zak? Kita mau perginya rame-ramean kok," kata Alvin, "ikut aja daripada ntar loe cuman sendirian di kosan,"
"Nggak lah, Vin, nggak suka rame-rame gituan, gue," tolak Zaki.
"Yakin loe? Di sana bakal ada si Rani juga lho," kata Alvin, "loe naksir kan, ama dia?"
"Cewek mah gampang Vin, buat gue, tapi serius, sore ini gue lagi ada urusan," kata Zaki.
"Sombong banget loe," kata Alvin sambil tertawa dan menepuk pundak Zaki, "ya udah, mau gue salamin gak, ama si Rani?"
"Boleh deh, sekarang cepetan sono, gue nggak tanggung lho misal loe putus ama Sisil gara-gara loe telat," kata Zaki.
"Iye, gue berangkat nih," kata Alvin, "cari cewek, Zak, jangan kencan ama tangan terus,"

Alvin pun segera berpamitan dan pergi dengan mobilnya menuju ke rumah pacarnya. Zaki hanya diam saja memerhatikan kepergian kawannya itu sambil menghisap rokoknya dalam-dalam.

"Gak tahu loe, Vin; loe pikir gue cuman suka kencan ama tangan doang?" cibir Zaki, "sorry, najis, nggak level kalau cuman itu,"

Rumah kos yang dipakai oleh si Zaki dan juga Alvin tergolong rumah kos yang soliter, terletak agak terpencil, dan memungkinkan antara satu penghuni dan penghuni lainnya untuk tak saling mengenal sebagai harga atas kenyamanan privasi yang diberikan. Hanya apabila penghuninya sudah saling mengenal sebelumnya seperti Alvin dan Zaki sajalah yang memungkinkan terjadi interaksi seperti tadi.

LAUT BIRU (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang