Chapter VIII: The Backfires
Samudera Indonesia
Mendekati ground zero
06.38 WIB
H minus 77:22:00Penerbangan berlangsung cukup lambat di tengah-tengah turbulensi angin, dan ini membuat Anton sedikit frustrasi. Anton paham, bahwa apabila berbicara soal menyelamatkan awak kapal selam yang tenggelam artinya sama saja dengan berlomba dengan waktu, karena waktu adalah musuh utama di sini. Berapa waktu yang tersisa, Anton tidak tahu, dan itulah yang membuat Anton semakin senewen seiring detik-detik yang berlalu. Apakah mereka masih punya waktu, atau sudah terlambat.
Anton pun teringat tragedi kecelakaan kapal selam Kursk milik AL Russia di Laut Barentz. Pada saat itu, ketidakmampuan Russia untuk menyediakan DSRV (Wahana Penyelamatan Laut Dalam) membuat Russia harus menempuh serangkaian negosiasi panjang dan melelahkan untuk meminjam peralatan tersebut dari Norwegia atau Amerika Serikat. Ketika akhirnya DSRV milik Norwegia berhasil mencapai kapal selam itu, mereka menemukan bahwa meskipun kapal selam itu masih utuh, akan tetapi semua orang di dalamnya sudah meninggal. Meskipun pihak Norwegia mengklaim bahwa semua orang mungkin sudah mati semenjak awal, beberapa pihak independen menilai bahwa DSRV Norwegia mungkin saja terlambat datang beberapa jam, beberapa jam yang terbukti mematikan. Hal yang sama bisa saja terjadi pada KRI Antasena, pada Lucia. Jadi, keterlambatan amat jelas tidak bisa ditolerir di sini.
Prita sendiri tidak menunjukkan kegelisahan seperti Anton dan berusaha mengusir semua kecemasan dengan menikmati saja perjalanan ini, apalagi pemandangan ketika fajar memang betul-betul memukau dan indah. Prita sering sekali bertugas keluar sehubungan dengan posisinya sebagai awak tim Khatulistiwa, program travelling NewsTV; dan dengan itu Prita sering sekali melihat keindahan alam yang luar biasa. Bagaimanapun, melihat suasana fajar dari sebuah pesawat tempur ini tetap menjadi pengalaman luar biasa, apalagi kokpit pesawat mengizinkannya untuk melemparkan pandangan dengan luas, tidak seperti jendela sempit ketika ia naik pesawat komersial. Prita pun mendendangkan sebuah lagu.
"Miyo toukai no sora akete
(Lihat dan bukalah langit di laut timur)
Kyokujitsu takaku kagayakeba
(Jika mentari pagi bersinar tinggi)
Tenchi no seiki hatsuratsu to
(Dengan penuh semangat hidup di jagat raya)
Kibou wa odoru ooyashima
(Harapan kami adalah Ooyashima berjaya)
Oo seiro no asagumo ni
(Oh di awan pagi nan cerah)
Sobiyuru Fuji no sugata koso
(Sosok gunung Fuji yang menjulang)
Kin'ou muketsu yuruginaki
(Tak gentar bergetar sedikitpun dari ancaman luar)
Wa ga nippon no hokorinare
(Jadilah kebanggaan Jepang kami!)"Lagu itu merupakan salah satu mars nasional Jepang, yang berjudul "Aikoku Koshinkyoku". Lirik lagunya serta suara Prita yang merdu sungguh cocok sekali untuk dinyanyikan pada pagi seperti itu. Letnan Danur sendiri hanya diam, karena ia bertugas mengendalikan pesawat dalam keadaan angin yang tidak menentu semacam ini.
“Lihat, kita sudah sampai!” teriak Lt. Danur.
Anton mendongakkan kepalanya dan melihat ke arah yang ditunjukkan oleh Lt. Danur. Dua buah siluet hitam tampak di sana, kontras dengan warna air yang keemasan menyala-nyala. Lt. Danur mendekati kedua siluet itu dengan gerakan memutar yang semakin lama semakin mendekat. Nampaknya itu adalah manuver perkenalan supaya tidak mengacaukan pesawat Lt. Danur dengan pesawat lain. Lambat laun mulai jelas terlihat bahwa kedua siluet hitam yang berdampingan itu adalah siluet dua buah kapal. Yang besar tentu saja adalah KRI Ternate, sementara yang lebih kecil pastilah KRI Harimau, yang terlebih dahulu sudah ada di sana. KRI Ternate pun lalu memberikan isyarat lampu kepada pesawat Lt. Danur. Tidak ada kontak radio yang dibuat, hanya dari kontak lampu dari kapal dan manuver perkenalan Lt. Danur.
Kapal KRI Ternate adalah kapal besar yang cukup agung buatan dari PT PAL. Akan tetapi, aslinya ini bukanlah kapal penempur (kombatan). Kapal KRI Ternate adalah kapal main body yang dalam operasi pendaratan amfibi menempati posisi sebagai KAU (Kapal Alas Utama). Basis pengembangannya dibuat dari modul kapal pendarat LPD, jadi meskipun KRI Ternate adalah kapal pertama di kelasnya, kelas yang dipakai tetap saja bukanlah “kelas Ternate” melainkan “kelas KAU”. Kapal ini memiliki pasangan yaitu kapal “kelas KAK (Kapal Alas Kedua)”, dan dalam hal KRI Ternate, maka pasangannya adalah KRI Tidore. Kedua kapal ini akan menjadi semacam garis pelepasan akhir dari setiap operasi pendaratan amfibi yang sekaligus berfungsi pula sebagai kapal sensor dan bombardemen awal.
KAMU SEDANG MEMBACA
LAUT BIRU (END)
ActionDi suatu waktu Indonesia telah berhasil membangun kapal selam nya sendiri namun keberhasilan ini membuat gerah beberapa pihak. apakah rahasia di balik proyek kapal selam ini? konspirasi apa kah yg akan terjadi?