Epilogue 6

338 6 0
                                    

Epilogue VI: Barlin Sinaga

Markas Angkatan Laut Republik Federasi Russia
Armada Pasifik
Vladivostok, Russia
08.50 AM VLAT
20 hari setelah ending

Atase pertahanan Republik Indonesia untuk Republik Federasi Russia, Laks. Barlin Sinaga tengah berada dalam sebuah mobil yang membawanya ke pangkalan Armada Pasifik Russia di Vladivostok. Dia baru saja mengambil penerbangan malam lintas benua dari Moskwa ke Vladivostok yang jaraknya sama dengan terbang non-stop dari Turki ke Jepang, alias 3-4 kalinya jarak dari Sabang ke Merauke. Semua itu demi permintaan PM Russia, Bilyat Chagayev, agar Indonesia mengirimkan wakilnya ke Vladivostok untuk acara serah terima.

Yang membuat Laks. Sinaga agak heran adalah apa lagi yang akan diserahterimakan? Beberapa minggu terakhir dia sibuk mengurus penyerahan hibah peralatan tempur seperti baterai rudal udara jarak jauh S-300, dan beberapa sistem pertahanan udara kelas menengah Buk-M dan Pantsyr. Ini adalah kompensasi pihak Russia atas keteledoran salah satu awaknya yang menyebabkan pesawat CN-295 Blue Sky gugur beserta seluruh awaknya. Masih belum beberapa alutsista lain seperti tambahan pesanan BMP-3 dan BTR-80 untuk Marinir, plus pembelian pesawat tempur Sukhoi Su-27 dan Su-30 yang masih beberapa gelombang lagi akan datang. Semua itu sudah ada dalam agendanya, sehingga tentu saja acara yang cukup mendadak ini membuatnya kebingungan. Tapi demi tugas negara, maka dia pun berangkat juga dan menempuh perjalanan melelahkan itu.

Kedatangan Laks. Sinaga di pangkalan Armada Pasifik disambut langsung oleh panglima Armada Pasifik, Admiral Bayraktyar Suleymanovich Muhammadinov. Mereka berdua sudah pernah beberapa kali bertemu saat penyerahan beberapa kapal selam kelas Improved Kilo beberapa tahun lalu, sehingga saat bertemu kembali, bagaikan bertemu teman lama.

“Bagaimana kabarmu, Barlin? Melelahkan perjalanannya?” tanya Adm. Muhammadinov.
“Seperti kau tahu, Bay, jarak Vladivostok-Moskwa bukanlah jarak yang pendek,” kata Laks. Sinaga, “bahkan bagi penerbangan sekalipun,”
“Kalau begitu istirahatlah dulu,” kata Adm. Muhammadinov.
“Nyet, bukankah hari ini ada acara penting?” tanya Laks. Sinaga.
“Belum akan dimulai sebelum menyantap sedikit borscht, ayo,” kata Adm. Muhammadinov.
“Aku hanya ingin bertanya, apa lagi yang akan diserahkan oleh pemerintah Russia, mengingat semua yang ada dalam manifest sudah terjadwal,” kata Laks. Sinaga.
“Ya, kau akan dapat jawabannya,” kata Adm. Muhammadinov, “tapi setelah borscht, ayo,”

Satu jam kemudian, baik Laks. Sinaga maupun Adm. Muhammadinov sudah selesai mengisi perut mereka dengan borscht dan daging sapi panggang hangat. Saatnya bagi Laks. Sinaga untuk memuaskan rasa ingin tahunya terhadap apa yang kali ini akan diserahkan oleh pemerintah Russia kepada Indonesia. Dia menduga mungkin bukan sesuatu yang teramat penting, karena semua pemberian semacam alutsista pasti akan ada tembusan kepada departemen-departemen terkait. Adm. Muhammadinov pun membawanya menggunakan mobil UAZ 31512 ke sisi lain dari pangkalan itu yang belum dilihatnya. Sepanjang perjalanan, dia melihat jajaran kapal-kapal selam canggih Russia, beserta beberapa destroyer kelas Sovremenniy dan Udaloy. Tapi UAZ 31512 milik Adm. Muhammadinov terus berjalan hingga sampai ke suatu tempat, di mana ada sebuah kapal yang terapung di sana.

Dari penampakan kapal itu, terlihat baru, atau setidaknya cukup terawat. Namun adanya 4 triple-turret yang ada di sana membuatnya terlihat agak ketinggalan zaman walau amat sangar. Pun, kapal itu cukup besar dengan ukurannya yang melebihi 200 meter. Satu-satunya hal yang membuat Laks. Sinaga terkejut adalah bahwa dia pernah melihat kapal itu dalam bentuk maket di museum Satria Mandala di Jakarta. Ya, tentu saja, semua orang di TNI-AL yang sudah cukup umur tentu akan mengenali kapal itu.

“Kelas Sverdlov, tepatnya adalah Ordzhonikidze,” kata Adm. Muhammadinov, “atau mungkin kalian lebih mengenalnya sebagai…”
“KRI Irian,” kata Laks. Sinaga, “tapi kenapa ada di sini? Bukankah KRI Irian sudah dibesituakan di Taiwan?”
“Begitukah yang dikatakan pemerintahmu padamu?” tanya Adm. Muhammadinov, “mungkin mantan presidenmu lupa mengatakan bahwa kapal ini secara rahasia dibeli kembali oleh pemerintah Uni Soviet saat itu, kemudian ditunda ke Vladivostok sebelum akhirnya dipindahkan ke Murmansk untuk menjalani serangkaian tes,”
“Tes apa?” tanya Laks. Sinaga.
“Pada tahun 1980-an, Pres. Reagan pernah membuat program untuk menjadikan kapal tempur kelas Iowa sebagai capital ship, maka Brezhnev, kemudian Andropov mencanangkan program serupa dengan Sverdlov sebagai kapal komandonya; dari semua kapal kelas Sverdlov, ada dua kapal yang dipakai sebagai platform uji teknologi untuk diterapkan di semua kapal lain, yaitu Mikhail Kutuzov dan Ordzhonikidze, tapi status Ordzhonikidze adalah rahasia, karena tidak boleh diketahui oleh CIA bahwa Indonesia menjual kembali kapal ini ke Soviet,” kata Adm. Muhammadinov, “sayangnya, akhirnya cukup jelas bahwa Kirov bisa menggantikan semua peran Sverdlov, sehingga semua kapal Sverdlov dibesituakan, kecuali untuk dua kapal,”
“Mikhail Kutuzov dan Ordzhonikidze?” tanya Laks. Sinaga.
“Benar,” kata Adm. Muhammadinov, “sementara Mikhail Kutuzov dimuseumkan di Novorossyik, pengujian platform terus dilakukan pada Ordzhonikidze, yang untuk mengelabui pihak Barat, pada tahun 1990, kami mengganti namanya menjadi Petropavlovsk-Kamchatskiy dan pengujian terus dilakukan hingga tahun medio tahun 2000-an, sebelum akhirnya dinonaktifkan secara resmi dan tengah menunggu jadwal pengaraman di Baltik; kecuali bahwa Perdana Menteri Bilyat Chagayev punya ide lain untuk memberikan kembali kapal ini kepada Indonesia, sebagai tanda hubungan baik Russia-Indonesia yang telah terjalin semenjak lama,”
“Jadi ini akan menjadi apa?” tanya Laks. Sinaga.
“Perintah dari atas, terserah kalian mau memakainya sebagai apa, tapi berhubung rata-rata teknologinya sudah obsolete, akan lebih baik bila dipakai sebagai kapal museum,” kata Adm. Muhammadinov, “tanda iktikad baik dari Moskwa kepada Jakarta,”

Laks. Sinaga mengamati kapal yang masih terlihat gagah itu. Dalam hati, sebagai pelaut sejati, tentu ada rasa kebanggaan bisa melihat kapal yang segagah itu. Kapal-kapal modern memang mulus dan lebih mematikan, tapi tampilannya lebih manis dan tidak segagah kapal-kapal kuno.

“Kapan akan diserahterimakan?” tanya Laks. Sinaga.
“Hari ini, karena itulah kau datang,” kata Adm. Muhammadinov, “sebenarnya masih ada beberapa propelan dan proyektil yang belum dipindahkan karena kapal ini terakhir dipakai sebagai uji artileri terapung dan penjejak tembakan, tapi perintah PM Chagayev adalah memberikan kapal ini segera, jadi bahan bakar, propelan, dan proyektilnya gratis sebagai bonus; lagi pula sudah tak ada lagi artileri Russia yang memakai propelan serta proyektil itu, tidak setelah kami punya Slava atau Ushakov,”

Laks. Sinaga masih termenung melihat kapal yang bersejarah itu. Tak disangka ternyata selama ini Russia masih menyimpannya dalam keadaan utuh.

“Bagaimana?” tanya Adm. Muhammadinov.
“Oh ya, atas nama Pemerintah Republik Indonesia, aku menerima hadiah ini dengan senang hati,” kata Laks. Sinaga, “selanjutnya aku akan melapor kepada Kedubes dan juga Kementerian Luar Negeri, dan banyak dokumen yang harus kuurus,”
“Silakan saja, kapal ini akan tetap menunggu di sini,” kata Adm. Muhammadinov.

Kedua laksamana bersalaman, kemudian Laks. Sinaga kembali melihat kapal Ordzhonikidze yang memang masih gagah berdiri di hadapannya. Dalam hati dia tak menyangka akhirnya masih bisa melihat kapal ini dalam wujud aslinya, dan bahkan bisa memboyongnya pulang kembali ke Indonesia. Ini bagaikan mimpi yang menjadi nyata, tanpa dia ketahui bahwa ini barulah awal dari sebuah petualangan baru.

LAUT BIRU (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang