Chapter 12 (The Stuckup)

437 9 0
                                    

Chapter XII: The Stackup

Beberapa Hari Sebelum Present Day

Parliament House
Canberra, Australia
15.11 AEST (12.11 WIB)
H minus 95:49:00

"BRAAAK!!!"

Pria separuh baya berambut putih itu hanya diam saja saat melihat setumpukan koran dibanting di hadapannya. Dia hanya melihat dengan dingin si pembanting koran, seorang pria tegap dengan rambut brunette yang terlihat amat gusar.

"Ini gila!!" kata si pria berambut brunette.
"Tenanglah, Mr. Andrews, pada saat seperti ini kau tidak boleh kehilangan ketenanganmu," kata si pria berambut putih, "ingat, kau adalah Perdana Menteri dari negara ini, dan sikapmu akan merefleksikan bagaimana sikap bawahanmu,"

Ternyata si pria berambut brunette adalah Perdana Menteri Australia, Phillip Andrews.

"Ini sudah tidak terkendali!" kata Phillip Andrews masih murka, "bagaimana mungkin kau bisa menyuruhku untuk tenang, Sir?"
"Sebuah kapal kita diserang, Mr. Andrews, andai kau lupa soal itu," kata pria berambut putih, "serangan atas satu kapal Australia berarti serangan atas negara Australia itu sendiri; kuyakin kau mengerti,"
"Ya, tapi menyiapkan satu fleet untuk diberangkatkan??" tanya Phillip Andrews, "dan saya baru diberi tahu pada menit-menit terakhir??"
"Itu adalah Armada milik Yang Mulia, dan boleh dikerahkan kapan saja ATAS KEINGINAN YANG MULIA," kata si pria berambut putih dengan sengit.
"Tapi itu adalah Armada milik rakyat Australia DAN SAYA adalah perwakilan dari rakyat Australia!" kata Phillip Andrews.
"Perkataanmu rancu, Mr. Andrews, rakyat Australia adalah rakyat Yang Mulia, kita adalah pelayan Yang Mulia, dan semua yang dimiliki oleh Australia adalah milik Yang Mulia," kata pria berambut putih, "aku ada di sini untuk memastikan bahwa hak-hak Yang Mulia tidak dilanggar,"

Jelaslah bahwa ternyata Phillip Andrews tengah berbicara dengan Gubernur Jenderal Australia, sekaligus perwakilan berkuasa penuh Tahta Inggris atas Australia, Sir Neill Walcott. Sir Walcott sendiri tidak begitu tertarik untuk meladeni amarah Phillip Andrews, hanya memandangnya seolah dia memandang seorang anak laki-laki yang sedang mengambek. Sesekali Sir Walcott melirik pada koran paling atas, yang tajuknya berbunyi seperti ini:

"KAPAL KITA DISERANG!! OLEH SIAPA??"

Sementara itu salah satu koran yang merupakan corong aliran konservatif bahkan memasang tajuk yang lebih keras lagi:

"SERANGAN ATAS KAPAL PERANG AUSTRALIA!
SEBUAH TINDAKAN HARUS SEGERA DIAMBIL!"

"Serangan itu terjadi dekat dengan batas terluar perairan Indonesia, Sir Walcott," kata Phillip Andrews, "itu membuatku khawatir,"
"Apa yang kau khawatirkan, Mr. Andrews?" tanya Sir Walcott.

Phillip Andrews kemudian menunjuk ke sebuah peta dunia yang ada di ruangan itu.

"Ini! Ini adalah Asia, benua yang sekarang sedang berlari kencang, dan ada empat macan yang kini telah mulai bangun dari tidurnya, salah satunya yang tepat berada di utara kita," kata Phillip Andrews, "aku sering berkata bahwa masa depan Australia akan tergantung pada seberapa jauh kita bisa menjaga kestabilan hubungan dengan kawasan ini, terutama dengan Indonesia"
"Kau terlalu melebih-lebihkan kekuatan yang kau sebut sebagai 'macan yang baru bangun dari tidur' itu, Mr. Andrews," kata Sir Walcott, "Australia tak akan takut dengan ancaman apa pun, juga untuk berperang dengan siapa pun,"
"Ini bukan ancaman, Sir Walcott!! Australia mungkin bisa saja berperang dengan Indonesia dan menang, tapi berapa banyak kerugian yang harus kita tanggung sebelum kita akhirnya menang??" tanya Phillip Andrews, "apa Anda akan menunggu hingga Canberra terbakar habis sebelum menyadari bahwa peperangan telah merenggut lebih besar dari yang bisa kita tanggung??"
"Dengar, Mr. Andrews, walau kau mengkhawatirkan soal perang hingga sebesar itu, dan aku menghargainya, tidak mengubah fakta bahwa kapal kita sudah diserang," kata Sir Walcott, "dan akan ada pertanyaan serta mosi yang akan muncul bila kita tak melakukan tindakan secepatnya,"

LAUT BIRU (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang