Chapter XVI: The Decision.
Oval Office Gedung Putih
Washington DC
21.02 EST (10.02 WIB)
H minus 24:55:00.Malam sudah mulai larut di Washington DC, tapi kesibukan masih berlangsung di Gedung Putih. Perkara yang saat ini tengah terjadi di Samudera Indonesia, ketegangan antara armada Indonesia dengan armada Australia kali ini menjadi perhatian utama baik oleh Gedung Putih maupun oleh Pentagon. Untuk itulah kali ini Jenderal Al McKenna berada di sini, sekalian dengan beberapa orang pejabat serta ahli yang berkepentingan, karena mereka telah dikumpulkan oleh Pres. Herbert Clarke, yang mana agendanya adalah untuk membahas persoalan di Samudera Indonesia tersebut.
Sudah sejak beberapa hari ini masalah ini membuat Jenderal McKenna tidak bisa tidur, dan sejak itu pula setiap perkembangan diikutinya dengan penuh rasa waswas. Sebagaimana pendahulunya sebagai Joint Chief-of-Staff, Al McKenna menganggap persoalan di Asia Tenggara secara serius, wilayah potensial konflik terbaru di dunia dengan implikasi yang amat serius bagi Amerika Serikat, jauh lebih serius daripada, katakanlah, Timur Tengah. Ini dikarenakan posisi cair yang diidap oleh Asia Tenggara, dan juga masalah potensial menyangkut penguasaan atas Laut Cina Selatan, serta pengaruh RRC yang semakin kentara di wilayah itu. Dan RRC bukanlah Irak atau Afganistan yang bisa ditaklukkan oleh Amerika Serikat dengan mudah; setiap konflik yang terjadi di Asia Tenggara, apalagi bila melibatkan Amerika Serikat, tentu akan mengundang intervensi dari RRC, mengingat Cina sudah sejak lama mengidamkan untuk “merebut kembali” pengaruh di Laut Cina Selatan, yang terakhir mereka kuasai pada era Dinasti Qing, sebelum perang Sino-Prancis meletus.
Mengingat semua itu, maka Al McKenna pun mengharapkan supaya keseimbangan yang selama ini terbangun di Asia Tenggara, dengan ASEAN sebagai buffer-nya, diharapkan untuk tidak terganggu, demi mencegah intervensi lebih jauh dari Cina. Tercatat bahwa ini kedua kalinya Al McKenna merasa resah atas masalah di Asia Tenggara. Yang pertama adalah beberapa tahun lalu; saat itu dia masih menjadi Kepala Staf Angkatan Darat AS, ketika terjadi Krisis Serawak yang terutama diakibatkan oleh intervensi Indonesia atas permasalahan di Serawak. Dan kini negara yang sama “membuat ulah” kembali, namun kali ini lawannya bukan main-main, yaitu Australia, sekutu lama Amerika Serikat. Perang Indonesia-Australia akan “memaksa” Amerika Serikat untuk membela sekutu lamanya di Samudera Indonesia itu, dan secara otomatis akan menarik perhatian pula dari Cina, yang saat ini tengah mencari kesempatan untuk menguasai Laut Cina Selatan. Masalah diperparah dengan terlibatnya dua kapal perang Russia di sana; resep yang lebih dari cukup untuk membuat sebuah Perang Dunia baru, yang mana Al McKenna tidak yakin akan kesudahan perang ini. Fakta menunjukkan perang antar-raksasa tak pernah berlangsung kurang dari setahun, dan Amerika harus menjalani perang ini mungkin dengan lebih berdarah-darah daripada berpuluh tahun lalu di Perang Pasifik atau Perang Vietnam. Memori Vietnam pun kini kembali menyeruak, namun dengan skala dan intensitas yang lebih besar daripada Perang Pasifik.
Pintu Oval Office pun terbuka, dan seseorang berpakaian setelan jas rapi disertai oleh dua ajudan masuk ke dalam ruangan. Perawakan orang itu agak gemuk dan tak begitu tinggi, setidaknya menurut ukuran orang Kaukasus. Rambutnya yang mulai keperakan hanya tersisa di bagian belakang kepalanya, meninggalkan bekas kebotakan yang cukup kentara. Mata orang itu agak sipit dengan wajah yang mulai menghasilkan kerutan bekas usia. Sesungging senyum yang lebih terkesan arogan terpasang di antara kedua pipinya yang gemuk, sesuai dengan gaya jalannya yang sedikit menunjukkan kepongahan. Namun sebuah kearoganan nampaknya pantas disandang oleh orang ini, mengingat statusnya sekarang sebagai orang paling kuat di dunia, Presiden Amerika Serikat, Herbert Friedrich Wilhelm Clarke, atau dikenal sebagai Herbert Clarke saja. Nama tengah “Friedrich” dan “Wilhelm”, yang diambil dari nama dua kaisar besar Prussia-Jerman, konon disematkan sebagai pengingat bahwa Herbert Clarke masih memiliki trah dari Wangsa Hohenzollern yang pernah berkuasa pada zaman Kekaisaran Jerman Kedua (Second German Reich). Dan bagi kawan atau lawan politiknya, sisa-sisa karisma kebangsawanan Hohenzollern masih cukup terlihat pada diri Herbert Clarke. Fakta ini sebenarnya tak pernah dikonfirmasikan secara resmi oleh Wangsa Hohenzollern di Eropa, tapi hubungan antara Herbert Clarke dengan Wangsa Hohenzollern cukup dekat untuk dikatakan bahwa itu benar. Clarke, sewaktu menjadi Gubernur Tennessee, diketahui sering hadir di Eropa dalam acara-acara yang diadakan oleh Wangsa Hohenzollern yang beberapa di antaranya padahal hanya dikhususkan bagi keluarga. Posisi Clarke di mata sesepuh Hohenzollern sendiri juga “terlalu signifikan” bagi sekadar seorang anggota keluarga biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
LAUT BIRU (END)
ActionDi suatu waktu Indonesia telah berhasil membangun kapal selam nya sendiri namun keberhasilan ini membuat gerah beberapa pihak. apakah rahasia di balik proyek kapal selam ini? konspirasi apa kah yg akan terjadi?