Chapter 11 (The Farewell)

457 9 0
                                    

Chapter XI: The Farewell.

Bina Graha
11.26 WIB.
H minus 48:34:00.

Arfa menemui Presiden Chaidir yang tampak agak kusut masai di meja kerjanya. Presiden tampaknya benar-benar memikirkan mengenai KRI Antasena, dan pekerjaannya pun kini terbengkalai, hanya dilaksanakan oleh para menteri. Krisis ini jelas lebih berat daripada yang pernah ia tangani sebelumnya.

“Katakan ada berita baik,” kata Presiden Chaidir.
“Mereka telah berangkat,” kata Arfa, “estimasi tiba di Jakarta sekitar 10 jam lagi,”
“Mungkinkah?” tanya Presiden.
“Penerbangan normal Jakarta-Moskwa bisa memakan waktu sekitar 18 jam,” kata Arfa, “dengan memakai pembom supersonik dan jalur khusus, penghematan 8 jam juga sudah amat bagus,”
“Waktu yang kita punya?” tanya Presiden.
“Kita berusaha secepatnya, Presiden,” kata Arfa.
“Apa cukup?” tanya Presiden.

Arfa tidak menjawab, hanya menundukkan kepala saja. Presiden Chaidir pun lalu memberi isyarat kepada Arfa supaya meninggalkan ruangan. Tampak sekali Presiden amat tertekan dengan keadaan ini, melebihi keadaan paling parah yang pernah Arfa lihat.

Arfa lalu keluar dari ruangan, dan menuju ke ruangan yang digunakan untuk merokok dan minum kopi. Marsekal Kambu ada di sana, dan tanpa sungkan, Arfa pun meminta sebatang rokok dan menyalakannya. Terlihat sedikit rileks Arfa setelah hisapan pertama. Marsekal Kambu hanya melihat saja. Arfa amat jarang sekali merokok, dan apabila memang ia melakukannya saat ini, pasti keadaannya sudah amat gawat.

“Segawat itukah?” tanya Marsekal Kambu.
“Sampai di mana komunikasi dengan pihak Russia?” tanya Arfa.
“Barang yang kita butuhkan sudah diantarkan lewat pesawat pembom supersonik, Tu-160, kita sudah meminta jalan kepada negara-negara sahabat kita, dan aku harap semuanya berjalan dengan lancer,” kata Marsekal Kambu, “tinggal bagaimana yang di laut?”
“Anggap saja sudah beres,” kata Arfa, “tapi Anda sadar kan, meskipun pesawat itu tiba di Jakarta tepat waktu, masih ada proses bongkar muat, yang pastinya akan memakan waktu?”
“Ini harapan terbaik kita… Angkatan Darat menyiagakan empat helikopter Mi-17, dan aku menyiapkan delapan wing tempur untuk mengawal mereka ke sasaran,” kata Mars. Kambu, “kuharap kita bisa memotong waktu tempuh lebih cepat dari yang biasanya,”

Marsekal Kambu lalu memberikan secangkir kopi panas kepada Arfa, yang diterima dengan sedikit dingin, mengingat suasana saat ini tidak memungkinkan untuk penyambutan yang lebih hangat. Dan lagipula, Mars. Kambu pun maklum dengan sikap Arfa ini.

“Berharap yang terbaik,” kata Mars. Kambu.

Arfa hanya mengangguk sambil menghirup kopinya.

Memasuki Selat Sunda
11.48 WIB
H minus 48:12:00

Keheningan laut terpecahkan oleh deru laju empat kapal perang besar yang diiringi oleh dua kapal yang ukurannya lebih “kecil”, meskipun masih juga tergolong besar. Siluet kapal-kapal perang itu terlihat mengerikan dengan senjata-senjata yang menempel di atas dek terlihat jelas. Mulai dari senjata berkaliber besar, sampai senjata yang paling kecil. Kapal-kapal perang itu bergerak dengan cepat seolah-olah tengah dikejar oleh sesuatu yang amat gawat.

Keenam kapal perang ini sebenarnya adalah kapal-kapal yang masuk ke dalam jajaran Armada Baltik Angkatan Laut Republik Federasi Russia. Yang paling besar dari semuanya, dan juga merupakan kapal bendera, adalah penjelajah-tempur kelas Admiral Ushakov (ex-Kirov), bernama RFS Admiral Masorin. Di sebelah kanannya, tak kalah besarnya adalah penjelajah dari kelas Moskva (ex-Slava), bernama RFS Volgograd. Mengapit dua kapal besar itu adalah dua kapal perusak dari kelas Udaloy II, yaitu RFS Malatinsky dan RFS Pereplyotkin. Sementara pengawal dari keempat kapal itu adalah dua fregat kelas Neustrashimyy, yaitu RFS Andrei Nikolov dan RFS Odessa. Angkatan Laut Russia, yang mewarisi bekas kekuatan laut Uni Soviet, memang lebih dikenal dengan armada kapal selamnya yang hebat, namun kapal-kapal perang ini sebenarnya tak kalah menakutkan pula. Bahkan kapal-kapal perang ini pun disegani baik oleh kawan maupun lawan Russia. Sebagai pendamping, sebuah kapal tanker sipil, Zolotaya Zvezda, selalu siap sedia untuk berperan sebagai pendukung pelayaran.

LAUT BIRU (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang