Zeta menatap rumah sederhana bergaya jadul di hadapannya, rumah yang tetap sama seperti sepuluh tahun yang lalu saat Zeta masih tinggal di rumah itu, sebelum akhirnya Papa membawa Mama serta Zeta pindah ke Jakarta dengan alasan dinas Papa yang berpindah ke Kota ramai itu. Padahal sebenarnya Zeta enggan untuk meninggalkan kota kecil dengan keramahannya ini. Namun mau bagaimana lagi, Zeta kecil tidak dapat berbuat apa-apa pada waktu itu.
Zeta jadi tidak sabar untuk melihat perubahan apa yang terjadi dengan rumah masa kecilnya ini, dan hal utama yang membuat Zeta ingin segera masuk adalah kehadiran Mbah nya yang baru saja membuka pintu dengan senyum yang menyambut kedatangan Zeta.
Zeta pun segera menghampiri wanita tua yang menunggunya di ambang pintu dengan kilatan mata bahagiannya.
"Aduh Neng Tata teh tos ageung ayena mah. Mbah teh kangen pisan ka Neng Tata teh." Mbah Iin mengusap pelan rambut Zeta ketika Zeta sedang menyalami tangannya itu. (*Aduh Neng Tata teh sudah bersar sekarang ya. Mbah tuh kangen banget sama Neng Tata tuh.)
Rasa rindunya seakan teralirkan oleh jabatan tangan yang mulai keriput itu. "Neng juga kangen banget sama Mbah."
"Eh yaudah atuh masuk, kasian Neng nya takut mau istirahat."
Mbah Iin menuntun Zeta menuju kamar kosong, tepatnya kamar yang Zeta tempati beberapa tahun lalu.
Setelah sampai di kamar, Mbah Iin sengaja meninggalkan Zeta agar Zeta dapat beristirahat."Neng istirahat dulu aja ya, kalo Neng laper tinggal ke ruang makan aja."
"Iya Mbah, nanti Neng ambil sendiri."
Setelah kepergihan Mbah Iin dari kamarnya itu, yang Zeta lakukan adalah membaringkan tubuhnya di atas kasur, nampaknya perjalanan Jakarta-Kuningan ini membuat tubuhnya terasa lemas.
Di perhatikannya setiap sudut kamar yang berwarna putih ini, warna putihnya memang sudah agak luntur, atapnya pun sudah merembes, sangat terlihat disana jika hujan turun pasti airnya masuk ke dalan kamar ini.
Padahal Titi, Mama Zeta telah menawarkan kepada Ibunya itu untuk merenovasi rumahnya agar rumahnya itu tahan lama. Namun Mbah Iin menolak keras semua itu dengan alasan ia tak mau merubah serpihan-serpihan kenangan yang berada di rumah itu.
Namun bagi Zeta semua ini tidak masalah, mau bagaimana pun keadaan tempat yang ditinggalinya yang terpenting Zeta dapat merasakan kekeluargaan yang berada di dalamnya.
Udara dingin menyentuh kulit Zeta, membuat wanita itu ingin lebih merasakan semakin banyak udara yang menyentuh setiap inci tubuhnya. Zeta pun menghampiri daun jendela yang masih tertutup rapat, walaupun jendela tersebut bermodel tua akan tetapi jendela tersebut sangat terawat bersih. Hal ini mencerminkan sifat Mbah Iin yang gemar merawat kebersihan, pantas saja rumah yang telah dibangun puluhan tahun silam itu masih berdiri kokoh hingga saat ini.
Setelah jendela terbuka, cahaya matahari langsung masuk ke dalam kamar, udara sejuk khas pedesaan pun masih sangat terasa hingga menusuk kulit.
Sepertinya hari ini Zeta lebih memilih menikmati keadaan sekitarnya saja dan menyimpan jadwal jalan-jalannya untuk esok hari.
"Siapa tau udara sejuk ini bisa ngelupain sedikit sakit hati gue." Ujar Zeta miris. "Ha ha dasar cewek galmov."
Saat Zeta sedang menikmati pemandangan belakang rumah Mbah Iin yang ditanami banyak tumbuhan, tiba-tiba pandangannya gagal fokus ke arah sepasang kucing yang sedang duduk di pinggir kolam ikan.
"Hwaa kok gue kalah sama kucing ya." Zeta terkekeh sembari mencari angel yang bagus untuk memotret kucing tersebut lalu mengupload nya ke story instagram.
"Dasar kucing kamvret, gak tau apa yang di sini baru putus cinta."
======
Hai hai hai, ini fanfiction pertamaku. Sebagai pengisi waktu karena Artemus bentar lagi mau tamat. Tadinya mau bikin genre romance, tapi karena waktu aku semakin sempit karena UN semakin dekat, jadi aku mutusin buat fanfiction berbau short story karena cerita ini gak terlalu membutuhkan banyak waktu dalam pembuatannya. Dan cerita romance nya bakal aku publish setelah UN selesai atau waktuku kembali tenang.
Semoga kalian suka ya💙-NS-
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, IQBAAL✔
General Fiction[Complited] "Kamu sekarang sudah dewasa ya, gak suka lagi pakai bando kaya dulu." ujar Ale. "Yaiyalah, masa gue terus-terusan mau pakai begituan sampe SMA. Entar yang ada gue di katain sama temen-temen gue." Timpal Zeta tak terima. "Tapi saya lebi...