Pagi harinya Zeta terbangun dengan senyuman yang mengembang sempurna. Kejadian semalam membuat jantungnya tidak normal hingga saat ini, sejak saat itu wangi tubuh Ale menjadi wangi kesukaannya, wanginya bahkan selalu tercium hingga saat ini, bukan karena adegan Zeta yang memeluk pinggang Ale saat di motor itu. Tapi sampai saat ini Zeta masih memakai jaket yang Ale pinjamkan tadi malam.
Zeta tidak melepasnya semalaman, sesampainya di rumah, Zeta tidak langsung mandi ataupun bersih-bersih. Yang ia lakukan adalah tersenyum-senyum di kamarnya sembari memeluk jaket yang masih ia kenakan hingga ia ketiduran dengan keadaan yang tidak berubah sedikitpun.
Entahlah, bagi Zeta kejadian semalam sangatlah manis dan tidak bisa ia lupakan. Sampai-sampai Zeta lupa bahwa Ale adalah milik orang lain, tak seharusnya ia bersikap berlebihan seperti ini.
Tapi Zeta tak peduli, untuk saat ini Zeta lebih memilih merasakan kebahagiaannya dulu untuk sekejap. Zeta kemudian mencari-cari keberadaan handphonenya, kebahagiaan langkanya ini harus segera ia ceritakan kepada Jeny, tidak boleh sampai tidak di ceritakan pokoknya.
Zeta:
Jejen!!
P
P
P
P
I'm so happy babe!Tak butuh waktu lama, Jeny langsung merespons pesan Zeta. Namun respons yang di berikan Jeny bukan lewat pesan, tapi yang Zeta dapatkan yaitu panggilan masuk dari sahabatnya itu.
Jeny is calling....
Tak menunggu lama Zeta langsung mengangkat panggilan tersebut.
"Jejennnnnn... Aaaaaaa..... I'm so happyyyyy!" Zeta terlebih dahulu menjerit histeris sebelum Jeny mengeluarkan suaranya.
"Eh itu toa bisa kalem dikir gak? Kuping gue sakit ini, sakit Ta!" terdengar suara Jeny yang kesal dari ujung sana.
"Hehe sorry babe, khilaf gue."
"Bukannya kangen-kangenan dulu, ini malah jerit-jerittan."
"Basi kangen-kangenan, tiap hari bareng gue udah kenyang liat muka lo Jen." ujar Zeta sembari terkekeh.
"Okelah fix. Jangan lupa oleh-oleh!"
"Oke entar gue bawain munding buat lo."
"Munding? Puding kali Ta."
"Bukan puding tapi munding!"
"Munding apaan?" tanya Jeny kebingungan akibat istilah aneh Zeta.
"Munding itu kerbau Jen." Zeta lantas tertawa puas membayangkan wajah kecut Jeny saat ini.
"Kamvret lo!"
"Hehe, oke balik ke topik awal. Karena topik awal gue bukan ngomongin munding. Oke gini, lo tau gak Jen??" tanya Zeta antusias.
"Enggak lah orang lo belum ngasih tau!"
"Ya bentar napa, kan mau gue kasih tau."
Dari ujung sana rasanya Jeny ingin menjambak rambut Zeta jika saat ini wanita itu berada di sampingnya.
"Lo tau kan Ale, cowok yang di foto ig gue itu. Dia kan semalem ngajak gue jalan terus pas pulang dia suruh gue pegangan. Pas gue pengan bajunya, dia malah narik tangan gue buat meluk pinggangnya! OMG Jen jantung gue pegen copot rasanya tadi malem."
Setelah itu terdengar suara jeritan histeris Jeny yang tak berhenti dari handphone yang kini Zeta jauhkan dari telinganya.
Beberapa detik kemudian...
"Weh udah weh ngejeritnya, harusnya gue yang histeris. Tapi kenapa lo yang kaya kesurupannya?" ujar Zeta saat tidak terdengar lagi suara jeritan Jeny dari handphonenya.
"Abisnya itu so sweet banget gilaa!! Gue gak sanggup bayanginnya!!!" Ujar Jeny yang terdengar kelelahan akibat jeritan histerisnya tadi. "Terus-terus gimana? Ceritain lagi dong." pinta Jeny.
Zeta pun menceritakan betapa bahagianya hari kemarin. Mulai dari A sampai Z tidak ada yang terlewatkan oleh Zeta.
Hingga satu jam kemudian, barulah Zeta mengakhiri panggilannya karena Mbah Iin yang tidak sabar memanggilnya.
"Iya Mbah kenapa?" tanya Zeta yang baru saja membuka pintu kamarnya sembari mengucek matanya.
"Di panggilin dari tadi malah asik nelpon terus. Ini loh Ale nungguin Neng dari tadi." ujar Mbah Iin.
Mendengar nama itu di sebutkan, tubuh Zeta langsung menjadi kaku. Dan perlahan tangan Zeta yang sedang mengucek mata perlahan turun hingga yang mata Zeta lihat saat ini adalah keberadaan Ale yang sedang duduk di ruang tengah sembari memperhatikannya.
Dengan refleks Zeta memegang tubuhnya. Bukan! bukan meraba-raba tubuhnya, tapi lebih tepatnya memastikan bahwa jaket Ale sudah ia copot di kamar tadi.
Namun sepertinya tidak, tangannya masih merasakan bahwa jaket itu masih melekat di tubuhnya.
Oh tidak! Ini si kepergok abis-abisan. Batin Zeta.
Zeta kemudian memasang ancang-ancang untuk masuk kembali ke kamarnya. Saat hitungan ke tiga Zeta terlebih dulu tersenyum kaku ke arah Ale, setelah itu ia langsung berbalik badan lalu berlari masuk ke kamar dan menguncinya rapat-rapat.
Setelah kepergihan Zeta, Ale hanya dapat tersenyum melihat tingkah konyol cewek itu. Dan alasan lain yang membuatnya tersenyum yaitu Ale senang mengetahui Zeta mengenakan jaketnya saat tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, IQBAAL✔
General Fiction[Complited] "Kamu sekarang sudah dewasa ya, gak suka lagi pakai bando kaya dulu." ujar Ale. "Yaiyalah, masa gue terus-terusan mau pakai begituan sampe SMA. Entar yang ada gue di katain sama temen-temen gue." Timpal Zeta tak terima. "Tapi saya lebi...