Tak butuh waktu lama, akhirnya Zeta dan Ale sampai di taman kota. Suasana nya sedang, tidak ramai tidak sepi cocok untuk orang yang menghindari kesepian dan juga anti sosial.
Ale dan Zeta langsung mencari kursi kosong untuk mereka duduki, bukan kursi kosong si yang pasti tempat apapun yang kosong yang dapat membuat mereka terhindar dari terik matahari yang kian lama kian menyengat.
Dan nampaknya di bawah pohon adalah salah satu tempat yang cocok untuk menghindar dari kegosongan kulit. Setelah keduanya menempati tempat nyamannya masing-masing yaitu dengan duduk saling berdampingan, keduanya pun memulai obrolan yang bermaksud untuk memecahkan keheningan yang tercipta sejak tadi.
"Lo bisa main sketboard?" tanya Zeta sesaat setelah pandangannya beralih dari anak lelaki yang berada di tengah lapangan dengan bentuk yang aneh itu.
"Bisa tapi gak ahli-ahli banget." pandangannya ikut beralih memperhatikan anak-anak dengan papan luncurnya itu.
Tiba-tiba Ale malah melontarkan sebuah pertanyaan yang membuat Zeta langsung teringat masa lalunya, masa-masa yang di mana ingin Zeta lupakan saat ini juga, tapi rasanya sulit sekali.
"Kamu sendiri bisa?"
Zeta tak langsung membalasnya, pikirannya langsung teringat sosok mantan yang dulu pernah mengajarinya bermain sketboard.
Ah kenapa kenangan sialan ini harus muncul lagi si, udah Ta! inget dia lagi jalan di GI sama CTT, lo harus inget itu Ta, ujar Zeta dalam hati.
Ale yang melihat perubahan Zeta, menjadi merasa bingung, sepertinya ada yang tidak beres dengan Zeta saat ini, "Ta, kamu gak papa??"
Pertanyaan Ale barusan membuat Zeta tersadar dari lamunannya. Lah kenapa Zeta jadi melamun gini?
"Eh, iya sorry. Gue gak papa kok."
Keduanya pun melanjutkan obrolan, namun dengan topik yang berbeda. Ale paham sepertinya ada sesuatu yang tidak ingin Zeta bahas mengenai pertanyaannya tadi, Ale tidak memaksa karena itu privacy Zeta sendiri.
Di tengah obrolan Ale tiba-tiba meminta izin kepada Zeta, katanya si mau ke toilet. Dan Zeta pun dengan senang hati mengizinkan Ale pergi dengan syarat tidak lebih dari lima menit.
Di samping kepergihan Ale, Zeta memilih memperhatikan anak-anak yang masih asik bermain sketboard di sana, alasanya bukan karena Zeta ingin mengenang masa-masa bersama sang mantan, akan tetapi Zeta betah melihat wajah imut, polos dewasanya anak-anak SMP itu. Jarang-jarang Zeta melihat perpaduan antara imut, polos dan dewasa di Jakarta, karena rata-rata anak SMP di sana wajahnya sudah terkesan dewasa, tidak ada perpaduan polos seperti anak SMP di sini.
Ketika sedang asik mencuri-curi pandang, tiba-tiba Zeta di kejutkan dengan rasa dingin yang menjalar di pipinya.
Ternyata Ale datang dengan rasa dingin akibat es anti galau yang ia tempelken di pipi Zeta.
"Dingin tau!" Zeta mengusap pipinya yang terasa dingin.
Sejak kapan pergi ke toilet pulang-pulang dapat es anti galau? Sepertinya ada yang baru saja berbohong kepada Zeta.
"Hasil dari toilet dapet giniannya??" ujar Zeta sambil menerima sebungkus es anti galau yang Ale berikan kepadanya.
Ale hanya terkekeh, ia kemudian menduduki kembali tempat duduknya yang sempat ia tinggal untuk membeli es anti galau ini.
"Yang ini gak boleh sampai jatuh ya, nanti malah marah-marah lagi kaya dulu." ujar Ale kepada Zeta.
Zeta kemudian melirik sinis ke arah Ale. Namun yang Ale lakukan malah terkekeh geli melihat ekspresi Zeta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, IQBAAL✔
General Fiction[Complited] "Kamu sekarang sudah dewasa ya, gak suka lagi pakai bando kaya dulu." ujar Ale. "Yaiyalah, masa gue terus-terusan mau pakai begituan sampe SMA. Entar yang ada gue di katain sama temen-temen gue." Timpal Zeta tak terima. "Tapi saya lebi...