5.3

2K 132 0
                                    

Zeta tidak membalas uluran tangan Ale, ia malah di buat takjub oleh tatapan mata Ale yang terjadi selama beberapa detik itu.

Ternyata nama aslinya Iqbaal, iqbaal apa itu Zeta lupa, yang pasti bukan Ale seperti yang Mbah-Mbahnya selalu sebut-sebut itu.

Tidak ingin ketahuan bahwa Zeta sedang memikirkan pria di hadapannya ini, Zeta langsung tersadar kemudian memalingkan wajahnya ke arah lain.

Zeta tidak mau terlalu lama menatap mata yang sukses membuat hatinya terasa berdebar lebih kencang itu, Zeta tidak mau tiba-tiba terkena serangan jantung dadakan.

Beberapa detik kemudian, Zeta mendengar suara Ale kembali, "kayaknya kamu masih marah sama saya gara-gara es anti galau itu."

Ucapan Ale barusan membuat pandangan Zeta beralih sepenuhnya ke arah Ale, ditambah lagi dengan ekspresi Zeta yang terkejut sehingga membuat Ale tersenyum melihatnya.

"Segitu penting kah es anti galau itu buat kamu?"

Zeta kembali mengacuhkan pertanyaan Ale dengan beralih memainkan handphonenya.

"Jangan-jangan kamu sama seperti orang-orang lain yang penasaran sama nama es itu?"

Merasa tidak terima, Zeta lalu menggenggam erat handphonenya. Jika posisinya sekarang berada di kasur, mungkin Zeta sudah membanting keras-keras handphonenya, tapi sayang dirinya saat ini sedang berada di tempat yang akan membuat handphonenya hancur jika Zeta melemparnya. "Jangan asal tuduh ya! Gue beli itu pake duit, dan waktu itu lo tiba-tiba numpahin, gimana gue gak marah?" Zeta berbicara dengan nada emosinya, sontak pengunjung lain langsung menjadikan keduanya pusat perhatian. Mungkin yang mereka kira, mereka sedang melihat  adu mulut yang sedang terjadi di antara sepasang kekasih.

Setelah sadar bahwa mereka baru saja menjadi pusat perhatian, yang Zeta lakukan adalah kembali bersikap biasa sehingga lama-kelamaan tatapan dari orang-orang tidak lagi tertuju kepada dirinya dan Ale.

"Oke cuma itu kan masalahnya? Saya traktir makan di sini sebagai gantinya, dan setelah itu kamu gak boleh marah lagi ke saya."

Baru saja Zeta akan protes karena sebenarnya kekesalan Zeta kepada Ale bukan hanya dari masalah itu saja, tapi dengan cepat Ale langsung memotong ucapannya.

"Kalo protes, berati apa yang saya bilang soal es itu bener."

Zeta tidak bisa berkata kembali, intinya Zeta sudah skak mat akibat omongan Ale barusan. Zeta tidak mau protes karena ia tidak mau Ale sampai tau bahwa apa yang dia perkirakan soal es itu adalah benar.

***

Setelah selesai makan, keduanya tidak langsung pergi dari cafe itu, tapi Ale terlebih dulu mengajak Zeta berkeliling dan berfoto di sekitar Cafe yang memiliki pemandangan menakjubkan itu.

Perasaan kesal Zeta kian lama mulai berangsur menghilang, itu di karenakan oleh sikap Ale yang asik sehingga membuat Zeta tidak bisa untuk mencuekkannya lebih lama.

Ternyata Ale itu tidak seperti yang Zeta kira di awal, jika bisa di katakan, katakan saja bahwa Zeta telah salah bersikap kepada Ale di pertemuan pertama mereka.

"Kamu sekarang sudah dewasa ya, gak suka lagi pakai bando kaya dulu." ujar Ale tiba-tiba saat keduanya sedang berdiri memandang perbukitan kecil yang terhampar luas di bawah sana.

Sebagai informasi, Kuningan memang termasuk dataran tinggi, sehingga sangat wajar jika di sana kita mendapati banyak tempat wisata yang menyuguhkan suasana pegunungan seperti ini.

"Yaiyalah, masa gue terus-terusan mau pakai begituan sampe SMA. Entar yang ada gue di katain sama temen-teman gue."

Pandangan Zeta pun tertuju ke arah perbukitan yang hijau itu, sangat jarang ia melihat suasana ini di Jakarta, yang ia lihat di sana hanyalah kendaraan yang saling berjejer memenuhi jalanan.

"Tapi saya lebih suka liat kamu pakai bando, pasti akan terlihat lebih cantik."

Deg.

Dengan seketika pernapasan Zeta terasa sesak, padahal baru saja Zeta dapat merasakan udara sejuk yang masuk ke paru-parunya, namun semuanya tiba-tiba menghilang saat Ale berkata seperti itu.

Hi, IQBAAL✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang