Saat Zeta turun dari angkot, matanya terbelalak melihat keadaan di hadapannya saat ini.
Pasar tradisional?
Pikiran Zeta langsung berkelana kesana-kemari membayangkan hal apa yang akan terjadi di dalam nanti.
Becek, berdesakkan, bau amis, copet, jambret, kotor, kotor, dan kotor. Ah menyebalkan!
Selama hidup di Jakarta Zeta belum pernah pergi ke pasar, karena Mama biasa membeli bahan dapur ke supermarket. Dan sekarang saat Zeta di ajak ke pasar oleh Mbah Iin, mata Zeta hampir saja keluar melihat keadaan pasar secara langsung, tapi itu lebih baik di banding Zeta pingsan di tempat.
"Neng, buruan!"
Teriakan Mbah Iin membuat Zeta kembali sadar dari lamunannya. Mbah Iin sudah terlebih dahulu jalan sehingga saa ini Zeta tertinggal jauh oleh jaraknya.
Oh tidak wanita tua itu nampaknya sangat bersemangat untuk segera masuk dan tawar-menawar dengan pedagang di dalam, sedangkan Zeta malah ogah-ogahan utuk menapakkan kakinya di area becek berwarna keruh ini.
Jangankan air kotor yang menggenang di pasar, air genangan hujan di jalanan saja sudah dapat membuat kulit Zeta gatal dan kemerahan. Itu alasannya kenapa Zeta anti dengan hal-hal becek dan semacamnya.
Tapi demi Mbah Iin, kali ini Zeta akan melawan rasa joroknya itu. Anggap saja ini adalah sebuah petualangan di liburannya.
Saat tubuhnya sudah sejajar dengan Mbah Iin, Zeta lantas bertanya bahan apa yang akan dibeli. Zeta bermaksud membantu Mbah Iin membeli bahan-bahan agar kegiatannya cepat selesai dan agar Zeta dapat segera keluar dari tempat ini.
"Mbah, emang mau beli apa aja si?" Zeta menuntun Mbah Iin ke sisi, agar keduanya tak menghalangi pembeli lain.
"Mau bikin sayur asem, Neng."
"Yaudah Tata yang beli sayurannya, Mbah yang beli sisanya. Supaya cepet selesai kita mencar aja ya Mbah."
"Nanti Neng nyasar gimana?"
"Enggak Mbah, nanti Tata nunggu depan ya."
"Yaudah ati-ati ya."
Setelah Mbah Iin memberikan uangnya kepada Zeta, mereka berdua lantas berpiasah, Zeta ke arah barat Mbah Iin ke arah timur.
Zeta berjalan waspada sembari mencari dimana keberadaan penjual sayur yang sedang ia cari. Sesekali Zeta menatap orang di sekitarnya barangkali ada gerak-gerik mencurigakan maka Zeta akan teriak sekencang mungkin.
Tak perlu berlama-lama akhirnya Zeta berhasil menemukan penjual sayur yang dicarinya, kemudian ia melakukan negosiasi dengan penjual tersebut hingga akhirnya Zeta dapat segera keluar dari pasar ini dengan membawa sayuran yang harganya tidak berkurang sedikitpun.
Karena sebenarnya Zeta tidak pandai tawar-menawar, wajah si penjual kerap kali membuat Zeta iba dan luluh hingga akhirnya Zeta takluk untuk memberikan bayaran sesuai harga asli barang yang Zeta beli.
Sesampainya di depan pasar, Zeta celingak-celinguk mencari keberadaan Mbah Iin. Padahal Zeta sudah bilang akan menunggu di depan pasar, tapi kenapa Mbah Iin tidak terlihat di sekitar sini.
Saat Zeta tengah sibuk mencari Mbahnya itu, tanpa sadar Zeta semakin berjalan ke tengah jalan tanpa memperhatikan kondisi jalanan saat ini, sehingga dari arah barat ada sebuah sepedah yang hampir saja menabrak Zeta jikalau pengendarannya tidak hati-hati dan Zeta tidak segera menghindar ke pinggir jalan.
Untung saja keduanya tidak sampai bertabrakan dan terjatuh, sehingga masalah ini masih bisa di selesaikan oleh pengendara sepedah dengan Zeta tanpa ada campur tangan dari orang di sekitarnya.
Zeta memungut belanjaannya yang terlepas dari tangannya, tidak sampai berantakan, hanya terjatuh saja. Itu hanya efek dari keterkejutan Zeta saat hampir tertabrak tadi.
"Teh, maaf ya, saya gak sengaja. Dikira teteh gak bakal nyebrang." (*Teh/Teteh=panggilan/kakak perempuan)
Pria itu kini sudah turun dari sepedahnya, hendak membantu Zeta namun sayang nya Zeta telah lebih dahulu menegadah setelah selesai mengambil belanjaannya.
"Teteh gak papa kan??"
"Iya saya gak--" ucapan Zeta berhenti saat ia meelihat siapa yang telah menabraknya tadi.
"Lo lagi!" ujar Zeta kesal, "udah dua kali lo nabrak gue pake sepedah dan satu kali lo nabrak gue tanpa sepedah."
"Mangkanya kalo jalan tuh hati-hati." ujar pria itu kemudian menaiki sepedahnya.
"Ihh adanya situ yang hati-hati, kalo gak bisa bawa sepedah gak usah maksain, yang ada lo nabrakin orang mulu."
"Neng Tata."
Suara Mbah Iin membuat Zeta mengabaikan sejenak kekesalannya itu, matanya kemudian mencari dimana keberadaan sumber suara.
Di sebrang sana, Zeta mendpati Mbah Iin yang sedang kesusahan membawa belanjaannya, dengan sigap Zeta menghampiri Mbahnya itu.
"Sini Mbah Tata yang bawa separo." Zeta mengambil alih sebagian belanjaan yang Mbah Iin bawa, sehingga saat ini Mbah Iin tidak terlalu kesulitan membawa belanjaannya lagi.
"Kamu kemana aja? Katanya nunggu di depan?"
"Tata tadi ketab--" Zeta mengedarkan pandangannya ke tempat ia hampir ditabrak tadi, tapi di sana sudah tidak ada pria yang menabraknya.
Gak bertanggung jawab!
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, IQBAAL✔
General Fiction[Complited] "Kamu sekarang sudah dewasa ya, gak suka lagi pakai bando kaya dulu." ujar Ale. "Yaiyalah, masa gue terus-terusan mau pakai begituan sampe SMA. Entar yang ada gue di katain sama temen-temen gue." Timpal Zeta tak terima. "Tapi saya lebi...