part 5 (Revisi)

9.9K 589 4
                                    

♡♡happy reading♡♡

.
.
.
.
.

---**---

Setelah berjam-jam berkutat dengan berkas-berkas yang ada di depannya akhirnya Vanie menyandarkan tubuhnya di kursi kerjanya. Dia bersyukur kerjaannya yang menumpuk sedikit membuatnya melupakan Reimond dan pernikahan gila itu.

Vanie menghembuskan nafasnya kasar, ia memejamkan matanya, tangannya memijit-mijit pelipisnya tiba-tiba saja rasa pusing menghampirinya.

Waktu makan siang masih beberapa menit lagi tapi dia memutuskan untuk ke ruangan Reimond lebih cepat sebelum Clara datang dan memanggilnya makan siang.

drrttt.. drrttt..

"Ada apa?" Vanie tahu siapa yang menelponnya. Vanie malas untuk berbasa-basi makanya dia lansung to the point saja

"Alex ada di ruangannya. Jadi kau lewat lift khusus untukku saja" ucap Reimond di sebelah sana

"Bagaimana kalau ada yang lihat?" Tanya Vanie malas.

"Peter sudah menunggumu di depan lift"

Tut... tut...

Bahkan dia tidak bilang apa-apa lansung memutuskan sambungan telepon sepihak.

'Terserah kau saja' batin Vanie, dia sudah cukup pusing dengan pernikahan gilanya bersama Reimond.

---**---

Begitu lift itu terbuka muncullah Vanie bersama pria yang sudah cukup berusia yang Vanie ketahui namanya adalah Mr. Peter. Peter lansung menekan tombol turun begitu Vanie keluar dari dalam lift.

Tahu Vanie sudah sampai, Reimond membuka kaca mata yang bertengger di hidung mancungnya.

"Duduklah" perintahnya, mungkin Vanie akan terus berdiri sampai lima jam jika Reimond tidak menyuruhnya duduk.

Melihat sofa yang ada di depannya Vanie tiba-tiba mengingat kegiatan panasnya bersama Reimond beberapa hari yang lalu di sofa itu membuat pipi Vanie seketika memerah.

Seorang pria perut buncit berkepala botak masuk ke ruangan Reimond lalu berdiri di sebelah Reimond sambil memberi Reimond map yang ia bawa.

Reimond mengambil map tersebut lalu duduk di depan Vanie lalu membuka map itu, Reimond mengambil pulpen yang ada di balik Jasnya lalu menurunkan tanda tangannya tanpa membaca isi surat yang di bawa pria berkepala botak itu.

"Tanda tangan surat itu!" Perintah Reimond menyodorkan Vanie kertas putih yang ia tandatangani

"Apa ini?"

"Itu surat permohonan menikah Tuan dan anda Nyonya" tanpa di suruh pria berkepala botak itu menjelaskan

Vanie hanya mengangguk lalu menurunkan tanda tangannya walaupun ia merasa aneh dipanggil 'nyonya'.

"Kau tidak membacanya terlebih dahulu? Ternyata kau sudah benar-benar pasra untuk menjadi istriku" Reimond tersenyum miring.

HURT ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang