Zaa menarik tangan Zee tanpa sadar Zee meringis kesakitan. Sesampainya dilapangan belakang sekolah Zaa melepas genggamannya.
Zee menangis, Zaa menoleh ke Zee dan melihat lengan Zee yang memerah, ekspresi Zaa yang tadinya emosi berubah khawatir.
"Zee lengan kamu, maafin aku Zee aku kasar sama kamu" Zaa mengelus tangan Zee.
"aku gpp" Zee menepis tangan Zaa.
Zaa memeluk Zee dengan rasa bersalah "maafin aku Zee, aku nggak bermaksud nyakitin kamu, aku emosi Zee lihat kamu di tampar begitu" Zaa mempererat pelukannya begitupun dengan Zee.
Dihati Zee ada rasa penyesalan telah mengkhianati sahabatnya namun Zee pun kecewa dengan perilaku Rina yang mementingkan egoisnya.
"Zaa" panggil Zee.
"hmm" Zaa menjawab dengan posisi tetap memeluk Zee.
"aku salah yaa ngekhianatin sahabat aku?"
Zaa melepas pelukannya, lalu memegang wajah Zee "kamu nggak salah, kamu nggak ngekhianatin Rina, Rina pun baru datang lagi di kehidupan aku sedangkan kamu setiap hari datang di hari-hari aku, akupun nggak ada rasa sama Rina, cuma rasa menunggu doang yang aku punya itupun udah ilang Zee, sekarang dan selamanya rasa itu cuma buat kamu, kita bakal sama-sama hadapin Rina, biar Rina mengerti" Zaa mencium puncak kepala Zee, Zee tersenyum mengangguk.
Mereka berpelukan lagi sampai bel berbunyi.
"sini naik kepunggung aku, aku kangen gendong kamu" Zaa membungkukan tubuhnya, Zee yang juga senang digendong Zaa seperti itu macam anak kecil bermain dengan ayahnya, Zee pun dengan antusias memeluk Zaa dari belakang.
"siap?"
Zee mengangguk tersenyum lebar.
"superZaa meluncuuuuur" Zaa berlari diselingi tertawa mereka berdua.
Sekitar sekolah yang melihat pasangan itu tersenyum dan menggelengkan kepala karena mesranya pasangan itu tidak memandang tempat.
"udah sampe gadisnya aku" Zaa menurunkan Zee lalu menghadap Zee.
"gadis aku makin berat, gendats gemay gitu" Zaa mencubit pipi Zee. Zee memanyunkan bibirnya.
"ihh aku nggak gendats, kalo gendats aku harus diet" rengek Zee menghentakan kakinya.
Zaa tertawa dan lagi mencubit pipi Zee "jangan diet, kamu gendats berarti bahagia sama aku, kamu kaku gendats aku tetep sayang" seketika pipi Zee merona.
"yaudah kamu ke kelas, belajar yaa, belajar jadi masa depan aku" Zaa membungkukan badannya agar wajah mereka sejajar lalu tersenyum, Zee pasti dan selalu kaku jika jarak mereka begitu dekat ikut tersenyum.
"kamu juga belajar, belajar jadi imam aku" Zee melongos masuk kekelas sambil cengengesan. Zaa tertawa kecil melihat tingkah laku gadis kesayangannya itu lalu berjalan untuk ke kelasnya.
***
Zaa duduk di bangkunya, Bima yang menanti kedatangan Zaa langsung menghadap ke arah Zaa."Zaa lo kemana aja sih? lo di cariin sama kepsek gara-gara bikin si Rina nangis" Zaa pura-pura tidak mendengarkan ocehan Bima.
Bima yang geram akhirnya menjitak kepala Zaa.
"setan! sakit bego" ringis Zaa mengelus kepalanya.
"lagi lo cuekin gue, kitati dede dicuekin abang" Bima memelas memegang dadanya seakan hatinya tercabik.
Zaa menggeliat geli karena sahabatnya yang terkadang otaknya geser macem author *woy ko gue dibawa-bawa Zaa!
"Astaghfirulloh Bim, jibang ih gue" Zaa melintir kepalanya Bima geram.
"lepas woy, adik ipar ntar mati, siapa yang bakal nikahin Vea, Vea gaboleh sama yang lain selain gue"
"nggak jadi gue restuin lo berdua, yakali gue punya adik ipar gesrek kaya lo"
Bima melintir balik kepala Zaa "ihh jahat kali lah kaka ipar nih, gesrek gini Vea cinta metong sama ekeee" Bima mencolek pipi Zaa dan Zaa langsung melepas pelintirannya dan beranjak lari dari kursinya dengan geli. Bima tertawa dengan kemenangan.
Zaa berlalu ke kantor kepala sekolah karena yang tadinya tidak mau ke kantor tapi karena kelakuan Bima yang membuatnya geli, mau tidak mau lebih baik Zaa ke kantor.
Tok.. Tok.. Tok..
"masuk" ucap kepala sekolah.
"bapak manggil saya?" basa-basi Zaa.
Di kantor itu sudah ada Rina yang sedari tadi menangis.
"Zaa kamu baru pertama kalinya buat onar apalagi sama cewek baru" to the point jelas kepala sekolah. Zaa hanya memutar bola matanya malas.
"kalo ada masalah pribadi jangan dibawa ke sekolah, kalian kesini untuk belajar bukannya berantem" lanjut kepala sekolah.
"maaf pak tapi saya tidak punya masalah pribadi sama murid baru ini dan yang buat onar bukan saya tapi dia sendiri yang main tangan ke Zeefa Callisa" Zaa membela diri dengan datar tanpa menatap ke Rina yang menatap Zaa semenjak Zaa masuk.
"Rina kamu murid baru disini, hari pertama sekolah kamu udah buat onar"
"maaf pak, saya tidak ulangi" Rina menunduk mengelap air matanya yang tidak hentinya turun.
"nanti kamu minta maaf sama Zeefa dan Fahrezaa, sekarang kalian ke kelas"
Rina dan Zaa beranjak keluar kantor. Zaa melangkah dengan cepat karena malas berjalan bersama dengan Rina namun Rina memanggil Zaa membuat Zaa menghentikan langkahnya.
"Fahrezaa maafin aku, aku nggak bisa terima kamu di ambil sama sahabat aku sendiri" jelas Rina, Zaa masih berdiri ditempat tanpa menoleh ke belakang.
"aku mohon Fahrezaa kasih aku kesempatan buat ngisi kekosongan yang selama ini kita tunggu, kamu pasti sayang sama aku, buktinya Mili kamu rawat kan" Rina tertawa sedikit sembari berjalan ke hadapan Zaa.
"iya kan kamu sayang aku Zaa?" tanya Rina menatap Zaa, Zaa fokus menatap ke depan namun bukan ke Rina tatapannya.
"besok gue balikin si Mili, gue udah bilang gue bakal rawat sampe pemiliknya datang dan lo udah datang, gue jadi bebas dari Mili" Zaa langsung pergi.
Rina mematung menahan emosi dan air matanya. Dia tidak menyangka karena sahabatnya, cowok yang 10 tahun lalu sangat lembut menatapnya kini dingin bahkan tidak menatap dirinya.
"Zeefa lo harus ngerasain sakit hatinya gue" Rina membayangkan Zee dengan emosi.
***
Vomment❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Save In Heart || ✔
Teen FictionAMAZING COVER BY Ginapascabela [COMPLETED] kalau aku maunya kamu yang ngisi sebagian hati ini, turuti saja dan isilah hati ini, aku akan jaga -Zaa #424-TeenFic [10/3/2018]