"Bukan aneh, tapi hatimu temukan hal yang berbeda dan tanpa sadar kamu mulai menyukainya tanpa kamu tau sebab dan alasannya. "
***
"Oke. Jadi paham kan semuanya?"
"Paham, Pak!!!"
"Ya sudah. Bapak mau nge-print dulu, ya. Kalian jangan dulu pulang, nanti kertas untuk lomba tujuh belasannya akan dibagikan kira-kira pukul satu."
"Baik, Pak."
"Ya. Silahkan beristirahat terlebih dulu. Wassalammualaikum warahmatullahi wabarakatuh."
Vina menghela napas lega setelah Pak Rudi keluar dari kelas yang begitu pengap ini. Ia membenarkan kunciran rambutnya yang sedikit merosot.
"Han, lo gak mau ngantin dulu gitu?" tanyanya setelah selesai mengikat rambutnya menjadi lebih rapi daripada sebelumnya.
Raihan menoleh kemudian memandang Vina dengan mata berbinar. "Ayok!!!"
Raihan langsung menarik tangan Vina begitu saja hingga membuat perempuan itu hampir saja terjatuh karena tersandung kaki kursi.
Vina membiarkan tangannya ditarik—tapi kini digenggam lembut oleh Raihan. Entah kenapa rasanya nyaman dan menyenangkan. Tak ayal, mereka pun menjadi pusat perhatian ketika melewati koridor demi koridor untuk sampai di kantin.
"Disana senang, disini senang, dimana-mana hatiku senang..." Raihan bersenandung ria dengan suara yang nyaring tanpa memedulikan beberapa pasang mata yang menatapnya jengkel ataupun tak suka.
"Lo jadi cowok enggak ada kalem-kalemnya amat sih, Han." Vina tertawa melihat tingkah Raihan yang begitu menggemaskan dan jika boleh jujur, ia masih seperti anak SD dibandingkan anak SMA kelas 11.
"Kalem-kalem amat, lah." komentar Raihan acuh dan terus berjalan setengah berlari dengan jarinya yang bertautan dengan jemari Vina tanpa ragu.
Vina sekalagi lagi tertawa hanya dengan melihat raut wajah gembira yang terpancar dari wajah Raihan hingga ia tak sadar tangannya yang digenggam oleh Raihan mencuri perhatian seseorang yang sedang duduk di tepi lapangan.
Melihatnya entah kenapa membuat hatinya bergelenyar aneh dan matanya seakan tak ingin melihat namun sialnya selalu menatap kearah yang sama.
Sial!
"Kenapa ya hati gue seakan kretek-kretek gitu liat dia pegangan tangan sama cowok lain?" gumamnya pelan.
***
Hari yang dinanti-nanti pun tiba. Pengurus OSIS sedang sibuk mempersiapkan acara yang sebentar lagi akan dimulai. Lomba tujuh belas Agustus kali ini memang cukup berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Di tahun ini, ada satu lomba yang begitu menarik yakni, 'Lomba Miss Tubas'. Tubas adalah akronim dari Tujuh Belas. Ya, lomba ini memang diselenggarakan layaknya pemilihan Miss Universe ataupun Miss Word.
"Lo duluan aja! Gue mau ngobrol dulu sebentar disini!" Vano berseru.
"Oke." Steven mengangguk kemudian berlalu dengan berbagai macam alat maupun bahan yang ia bawa di kedua tangannya.
"Jadi?" tanya Vano yang kini matanya menatap perempuan di hadapannya dengan lekat.
"Ini buat, Kakak."
Vano mengernyitikan keningnya sebelum menerima paper bag berwarna cokelat itu. "Maksud lo apa, Ta?" tanyanya.
Rulita tersenyum manis. "Gue kemarin abis dari Semarang. Gue bawain oleh-oleh buat lo, Kak." katanya menjelaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Beginning✔
Teen FictionCinta itu sederhana. Sesederhana hujan yang jatuh ke bumi tanpa harus berpikir tempatnya untuk jatuh. Sebab yang rumit itu bukan cintanya, tapi kitanya. Kita yang selalu memikirkan tentang cinta hingga lupa akan sebuah hal. Cinta itu bukan dipik...