"Sederhana namun bermakna. Ini kah definisi bahagia?"
***
Detik pun berganti menjadi hari-hari penuh suka yang di dalamnya terdapat tawa. Entahlah, semenjak hubungan mereka putus, aku merasakan lega yang melapangkan dada. Tinggal menghitung hari, tanggal 30 Oktober kan menyapa. Kiranya, aku harus menghadiahkan apa? Pada dia yang kini kurasakan sering kali membuatku bahagia.
"Gini amat catatan gue pagi ini," gumam Vina pelan sambil menatap untaian kata yang ia tulis dalam buku hariannya. Ia berulang kali membaca catatan singkatnya itu dengan seulas senyum yang tak dapat ia sembunyikan.
Mentari pagi mulai merangkak naik ke atas langit. Mengganti embun pagi dengan udara dingin yang kini lebih mendominasi. Musim hujan telah datang kali ini meskipun mentari sudah terbit pagi ini, sore nanti diperkirakan oleh BMKG akan turun hujan lagi.
"Mau sampe kapan lo disitu? Gak liat sekarang udah jam berapa?"
Vina refleks menutup buku hariannya dan menatap ke arah sumber suara dengan tatapan tajam.
"Ketuk pintu dulu napa, sih." gerutunya kesal.
Putri terkekeh. "Iya-iya, maaf."
Vina beranjak bangkit dari kursi dan memasukkan beberapa buku ke dalam tasnya dengan bibir mengerucut sebal. Pun hatinya sedang mengucapkan seriba satu sumpah serapahnya pada Putri yang kini malah cekikikan di depan kamarnya.
"Lo marah sama gue?" tanyanya.
"Gak." jawab Vina ketus.
"Ah yang bener lo?" goda Putri dengan mimik wajah yang semakin membuat Vina kesal.
"Kesel gue sama lo!" kesal Vina seraya berlalu pergi meninggalkan Putri yang masih cekikikan disana.
"Lo mau berangkat sekarang, Vin?" tanya Ica yang sedang menikmati sarapannya di meja makan.
Vina menoleh dan memberhentikan langkahnya. "Iya." katanya singkat.
"Bukannya mobil lo lagi di bengkel ya?" celetuk Rena yang membuat Vina mendesis kesal.
Vina ingin sekali rasanya menghilang dari bumi. Sungguh, ia kesal dengan suasana paginya yang tak seindah ekspetasi.
"Gue mesen grab aja. Duluan."
Vina langsung bergegas pergi meninggalkan rumah dengan wajah tak bersahabat dan setumpuk rasa kesal yang dapat meledakan kapanpun. Ketiga sahabatnya yang sedang menikmati sarapan mereka hanya bisa menggelengkan kepalanya saja.
"Gue heran sama Vina. Mood-nya gampang banget buat berubah." celetuk Lisa ketika sudah menyelasaikan sarapannya.
"Kasian sih gue sama pacarnya nanti. Apalagi yang nanti jadi suaminya." timpal Rena dengan tatapan nelangsa.
Vina membuka pagar rumahnya dengan sebal lalu menutupnya kembali dengan penuh rasa kesal. Ia menarik kemudian menghembuskan napasnya, berharap keajaiban datang dan membuat mood-nya kembali tersusun rapi.
"Lo ngapain disitu?"
"HAH?!"
Vano tertawa kecil melihat ekspresi kaget Vina saat melihat dirinya yang sudah menyender di pintu mobilnya dengan santai.
"Ngapain lo di depan rumah gue?" tanya Vina yang masih terselimuti oleh rasa terkejutnya.
"Jemput lo lah! Apa lagi?"
***
Vano duduk di kursi kantin dengan sepiring siomay yang telah tandas sejak beberapa menit yang lalu. Ia masih enggan beranjak karena masih ada 15 menit lagi waktu untuk istirahat yang tersisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Beginning✔
أدب المراهقينCinta itu sederhana. Sesederhana hujan yang jatuh ke bumi tanpa harus berpikir tempatnya untuk jatuh. Sebab yang rumit itu bukan cintanya, tapi kitanya. Kita yang selalu memikirkan tentang cinta hingga lupa akan sebuah hal. Cinta itu bukan dipik...