"Karena sejatinya manusia itu enggak suka tertekan apalagi terkekang. Kalo lo ngerasa ada sesuatu yang lo punya dan mengikat sampe lo susah napas ya udah sih lepasin aja. Ngapain juga lo pegang erat itu rasa kalo nyatanya itu cuma jadi kepastian yang enggak kunjung lo dapetin juga? Inget, lo berhak bahagia."
-Anonim
***
"Anjing! Bangsat! Tolol! Monyet! Babiii!!!"
"Lo kenapa, Vin?!" pekik Putri terkejut kala Vina memaki ponselnya.
"Itu lo!!! Huahahahaha..."
Putri mendelik. "Kampret!" kesalnya.
"Ahahahaha!!!" Vina tertawa lepas namun terdengar seperti dipaksakan. Lamanya durasi tawa itu membuat Putri yang semula kesal menjadi keheranan.
"Lo gila ya?" pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Putri. Sontak saja hal itu membuat Vina langsung terdiam sambil terduduk lemas.
Tatapan matanya mengarah kembali pada layar ponselnya yang masih menampilkan sederet kalimat dalam pesan yang dikirimkan oleh Vano. Singkat namun entah kenapa begitu mampu membuatnya merasakan hal yang tak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Antara bahagia dan seakan menambah luka.
"Iya... gue gila kayaknya, hiks," ungkap Vina kemudian.
"Hah?" Alis tipis milik Putri otomatis terangkat begitu saja. "Serius lo?" katanya kaget.
Vina mendelik sinis. "Ya enggaklah anjir!"
"Ada apa sih ini rame-rame?!" geram Lisa kesal. "Gue tuh lagi ngapalin rumus tau, gak? Suara lo berdua nyampe ke sela-sela kamar gue sampe-sampe rumus-rumus yang udah ada di kepala gue keluar lagi," cerocosnya panjang lebar.
Vina dan Putri saling tatap, selanjutnya mereka memandang Lisa sambil mengangguk-anggukkan kepala mereka. "Oh, gitu." komentar mereka,
"KALI—"
"Oh tell me oh yeah oh yeah oh yeah!!!"
"You one you two!"
"RENA ICA!" gemas Lisa saat tiba-tiba kedua manusia itu memotong ucapannya.
"OMAMA OMAMA!!!" seru Ica sengaja di dekat telinga Lisa.
Lisa menghela napasnya lalu menutup pintu dapur dengan keras hingga terdengar suara debumam kencang. Keempat sahabatnya yang lain mematung menatap pintu yang sudah tertutup itu dengan keheranan.
"Se—serius itu tadi Lisa? De—demi apa?" tanya Vina terbata-bata.
"Kerasukan kayaknya," jawab Putri dengan gelengan kepala tak percaya.
"Pintunya ketutup depan mata gue woi! Kaget hayati!" seru Ica rusuh.
"Astaghfirullah," Rena mengingat-Nya.
"Udah-udah, sini ngumpul," ajak Vina sambil menepuk-nepuk meja makan di hadapannya.
Rena dan Ica mengangguk bersamaan dan berjalan santai menuju meja makan yang jaraknya tak terlalu jauh dari mereka. Baru dua langkah, tiba-tiba pintu dapur kembali terbuka.
Ceklek!
"Gimana, keren gak tadi gue?"
"WHAT?!" keempat perempuan itu kaget bukan main. Pasalnya Lisa kini menyembulkan kepalanya di pintu sambil tersenyum lebar layaknya ia sudah melakukan sesuatu yang membuat orang-orang memujinya.
"Cie pada kaget!!!" Lisa tertawa setelahnya sampai terbatuk-batuk dan naasnya keempat sahabatnya tidak ada yang peduli. Biarkan.
"Lo ngapa, Vin? Coba cerita?" tanya Putri lagi sembari mengalihkan topik.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Beginning✔
Teen FictionCinta itu sederhana. Sesederhana hujan yang jatuh ke bumi tanpa harus berpikir tempatnya untuk jatuh. Sebab yang rumit itu bukan cintanya, tapi kitanya. Kita yang selalu memikirkan tentang cinta hingga lupa akan sebuah hal. Cinta itu bukan dipik...