"Akan ada saatnya dimana lo ngerasa ada yang salah sama diri lo tapi lo gak tau apa penyebabnya. Pengen cerita tapi bingung nyeritainnya. Jangankan buat cerita. Buat ngomong aja males. Dan sialnya, lo lagi ngalamin hal itu sekarang. Mood lo ancur, Say!"
***
"Eh, lo udah pada denger belom kalo si Vano udah taken?" ujar Putri seraya memakan siomay kesukaannya.
"Jih? Pantesan semalem si Vano nge-post snapgram dia sama cewek lagi candid main di timezone. Gak tau deh gue yang motoin siapa. Tapi, sayangnya ntu muka si cewek enggak keliatan." ucap Ica panjang lebar sambil menunjukkan snapgram yang ia maksud.
Rena berdecak. "Gila. Baru aja gue denger sebulan yang lalu kalo si Vano putus dari pacarnya." katanya tak percaya jika Vano telah memiliki pacar baru.
"Apa cuma gue yang enggak tau apa-apa tentang, Vano?" celetuk Lisa yang membuat ketiga sahabatnya—Putri, Ica, dan Rena tertawa pelan sambil menggelengkan kepalanya.
"Gue duluan ya."
Vina langsung beranjak bangkit dari duduknya. Terus berjalan meninggalkan kantin, pun menulikan telinga dari keempat sahabat yang terus saja memanggil namanya.
Entah kenapa rasa itu datang lagi. Rasa dimana dadanya tiba-tiba sesak kala mendengar cerita tentang Vano dan kekasih barunya yang ia ketahui bernama Rulita, adik kelasnya.
Vina terus berjalan setengah menunduk dan sialnya ia pun menabrak seseorang hingga terjatuh.
Bruk!
"YA AMPUN MBUL?!" pekik Raihan nyaring nan kaget saat menemukan Vina menabrak dirinya hingga terduduk di lantai.
"Gue gapapa." ujar Vina pelan seraya bangkit dan membersikan rok belakangnya yang mungkin akan terlihat sedikit kotor karena terkena debu-debu yang mungkin tertempel di lantai koridor.
Setelah itu, Vina berlalu tanpa mengucapkan satu kata pun lagi pada Raihan. Sontak hal itu membuat Raihan secara refleks menraik tangan perempuan yang kini bersikap tak seperti biasanya.
"Kenapa?" tanya Vina dengan nada tak seceria saat pertama kali ia bertemu dengan Raihan dulu.
"Ikut gue, yuk."
Tanpa menunggu persetujuan dari Vina, Raihan langsung menggenggam tangan Vina begitu saja dan berjalan ke tempat yang mungkin bisa menjadi tempat dimana ia bisa mengintrogasi perempuan yang jemarinya sedang ia genggam ini.
Vina menurit saja saat tangannya digenggam oleh Raihan. Tak ada penolakan sedikitpun. Pun tak ada kata yang ingin ia ucapkan saat ini. Membuka suara adalah hal yang begitu sulit ia lakukan saat ini. Terlalu malas ia lakukan, dan juga entah kenapa dirinya seakan tidak memiliki mood yang bagus untuk berbicara banyak.
"Lo ngapain ngajak gue ke rooftop?" tanyanya setelah mengetahui kemana Raihan membawanya.
Bukannya menjawab, Raihan justru duduk begitu saja tanpa memakai alas. Vina mengernyitkan alisnya heran. Tapi, beberapa detik kemudian ia pun melakukan hal yang sama dengan Raihan. Duduk tanpa alas.
"Ada yang mau lo ceritain?" tanya Raihan tanpa menatap sang lawan bicara.
"Gue gak tau harus cerita apa. Intinya sekarang gue ngerasa sesek. Disini." Vina menyentuh dadanya yang sebelah kiri.
"Lo sakit hati?" tanya Raihan yang kini mulai menatap Vina.
"Gue gak tau apa yang lagi gue rasain. Gue gak tau juga kenapa gue ngerasain ini. Yang jelas rasanya enggak pernah bisa gue ceritain pake kata-kata. Aneh ya? Iya, emang. Gue aja heran sama diri gue sendiri." jawab Vina sambil menatap langit yang kini menggantung begitu banyak awan kelabu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Beginning✔
Teen FictionCinta itu sederhana. Sesederhana hujan yang jatuh ke bumi tanpa harus berpikir tempatnya untuk jatuh. Sebab yang rumit itu bukan cintanya, tapi kitanya. Kita yang selalu memikirkan tentang cinta hingga lupa akan sebuah hal. Cinta itu bukan dipik...