18. Sulit

1.6K 89 10
                                    

Terkadang, setelah kita terbiasa dengan seseorang, kemudian orang itu berubah. Acap kali kita tak dapat menerimanya. Pun saat kita diharuskan berubah karena seseorang, hal itu tidaklah mudah. Sebab, yang namanya berubah dan merubah itu sulit.

***

Balikan.

Satu kata yang kini terngiang-ngiang di telinga Vina. Terbayang-bayang bak hantu penasaran yang belum sempurna pergi ke alam sana. Satu kata yang baginya lebih seram dari deretan film-film Suzanna.

Es krim kesukaannya bahkan sudah mencair sedari tadi. Namun, tangannya tak ada hentinya mengaduk dengan tatapan kosong dan pikiran yang melayang-layang entah kemana. Hatinya sedang dalam mode tidak terdefinisikan.

Vina menghela napas gusar. Ia menghentikan aktivitasnya.

"Kenapa sih?!" gerutunya kesal pada dirinya sendiri.

Dirinya sedang dilanda perang batin.

"Lo kenapa?" tanya Putri yang baru datang.

Vina menoleh. "Gapapa." jawabnya singkat.

Putri mendecih. Ia menaruh jus jeruknya di meja yang ada di balkon itu. Perempuan berambut sepinggang itu tidak ikut duduk di samping Vina, melainkan berdiri di tepi balkon. Menatap langit yang mulai menyajikan pemandangan indah berupa senja.

"Jujur sama gue. Lo sakit hati ya pas tau kalo Vano ternyata balikan sama Rulita?" tanyanya tanpa mengalihkan pandangannya.

Di belakangnya, Vina tercenung di tempatnya. Rasanya terlalu sulit untuk mengatakn sebuah kejujuran. Akan tetapi, terlalu sakit jika terus menerus mengatakan kebohongan yang seakan-akan seperti menusuk diri sendiri secara perlahan.

Putri memutar tubuhnya. Menyandarkan tubuhnya pada pembatas balkon. Dipandangnya sahabat tersayangnya itu dengan tatapan sendu.

"Ini nih yang gak gue suka dari lo." celetuknya yang membuat Vina mendongak dan menatapnya bingung.

"Maksud lo?" sahut Vina bingung.

"Lo selalu aja gak bisa jujur sama perasaan lo sendiri. Setiap lo suka sama orang, lo pasti mendem terus. Terus-terusan mendem perasaan cuma bisa bikin lo tenggelam dalam kesakitan. Bahagia di atas sebuah kebaperan tanpa alasan cuma bikin lo terus mupuk harapan yang entah kapan jadi kenyataan. Sampe kapan lo mau kayak gini terus?" tanya Putri gemas.

Vina menghela napasnya. "Gue tau. Gue udah jatuh cinta sama Vano. Entah sejak kapan dan karena apa. Gue cuma tau kalo gue itu bahagia sama Vano." ujarnya.

"Tapi nyatanya Vano cuma nganggap lo temen curhat doang." sambar Putri cepat.

"Gue bingung." ucap Vina pada akhirnya. Ia tak tahu ia harus apa dan bagaimana. Perasannya ini bagaikan satu soal yang tak bisa ia pecahkan.

"Tadi, gue kesel banget pas Vano nanya ke gue. Gue marah apa enggak kalo dia balikan sama Rulita. Gue sebel. Kenapa dia nanya gitu coba ke gue?" gerutu Vina kesal.

Putri mendengus. "Kalo lo enggak suka liat Vano sama Rulita, kenapa waktu itu lo bujuk Vano terus supaya dia balikan?" tanyanya.

"Hah?"

"Vin, gue masih sayang deh sama Rulita." ujar Vano sambil memakanbatagornya.

Vina mendumel. "Bosen gue denger itu mulu."

Vano memakan batagornya kesal. "Kenapa coba ya gue diputusin? Kurang apa coba gue?"

"Lah? Mana gue tau. Tanya aja sana sama mantan lo itu." sahut Vina malas.

The Beginning✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang