31. Tentang Alur Waktu

1.2K 78 0
                                    

Cinta itu aneh. Dapat membingungkan walau perasaan sudah dapat dipastikan.

***

Lepasin apa yang bikin lo nyesek, kejar apa yang bikin lo bebas.

Sederet kalimat sederhana namun mampu membuat Vina berpikir keras. Dia bingung pada dirinya sendiri yang tak bisa tegas. Ketidaktegasannya justru membuat hatinya tergores oleh luka yang membekas. Apakah cinta semembingungkan ini?

Rinai hujan membahasai genting-genting sekolah dengan teartur. Rintik-rintik hujan itu turun ke bumi bagai melodi yang menenangkan hati. Meski bergemuruh, kedatangannya terbuktu ampuh mengusir sepi.

Meski sendiri, Vina tetap di sini. Memangku wajah dengan kedua tangannya sambil menatapa hujan dengan sendu.

Ingatannya terlempar begitu saja ke masa lalu. Awal pertama ia mengenal seorang laki-laki yang kini bertahta di hati. Kini, ia dapat membenarkan sebuah lirik lagu yang pernah ia dengar. Awalnya curhat, lama-lama kucemburu. Entah dari mana asalnya rasa cemburu itu.

Mungkinkah dari sebuah kebiasaan? Kebiasaan bersamanya dalam kondisi apapun.

Meski begitu, ia juga berpikir. Mengapa tak ia suarakan saja isi hatinya? Bukankah rasa ada untuk diungkapkan, bukan untuk dipendam? Lantas, mengapa hingga detik ini ia belum mampu mengungkapkannya.

Berbeda dengan Vano, laki-laki itu sudah pernah mengunngkapkannya. Namun, ketidakjelasan ia dalam hubungan membuat Vina semakin tertarik pada titik di mana ia bingung akan perasannya sendiri.

Masih abu atau sudah terlanjur semu?

"Ngelamunin apa? Ngelamunin gue ya?"

Vina tersentak. "Hah?"

Vano terkekeh. "Ya ampun muka lo lucu banget, sih?" dengan jahil tangannya mencubit pipi tembab itu hingga sang empu merasa seperti tersengat listrik hingga membuat tubuhnya membeku.

"Gemesin banget sih lo," katanya lagi.

Vina segera tersadar. "Van, lepas. Nanti ada yang salah paham," katanya sambil melepaskan tangan Vano dari pipinya.

"Ya udah entar gue benerin," sahut Vano dengan gamblang.

Vina menggeleng. "Bukan gitu maksud gue,"

"Terus?"

"Lupain,"

Vina kembali memandang rintik hujan yang seakan tak ingin berhenti membasahi bumi kali ini. Meski ada Vano di hadapannya, entah mengapa dirinya menjadi malas. Ada sebuah rasa lelah di sana tanpa ia sadari.

"Lo beda," ucap Vano yang langsung membuat Vina menoleh seketika.

"Lo berubah," ucapnya lagi.

Vina mendengus sebal. "Enggak ngaca,"

"Udah ganteng," jawab Vano dengan pedenya.

Vina tanpa sadar tertawa karena hal sederhana itu. Tawa ringan yang mampu membuat Vano tertegun. Sudah lama rasanya ia tak melihat tawa Vina yang seringan itu.

"Btw, hubungan lo sama mantan lo itu gimana?" tanya Vina penasaran.

Vano mendecakkan lidahnya. "Udah gak gue anggaplah pasti. Mantan ada untuk dibuang, bukan untuk dikenang,"

"Sombong amat kata lo. Gak inget dia pernah bahagiain lo dulu?"

"Udah lupa. Ngapain gue inget? Bahagianya gue bukan dari dia doang,"

Vina meringis malu. "Iya juga sih,"

"Kenapa?" tanya Vano sambil menatap lekat manik mata Vina.

The Beginning✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang