"Mau sebagus apapun rencananya, kalo emang takdir enggak menyetuji rencana lo, manusia biasa kayak kita bisa apa? Manut aja udah. Mungkin itu yang terbaik."
***
Mengetuk pintu rumah orang lain mungkin menjadi satu hal yang amat menegangkan untuk laki-laki yang bahkan tidak bisa mengetuk pintu hati sang pemilik rumah yang akan ia kunjungi.
Satu menit.
Dua menit.
Tiga menit.
"Ah anjir! Masa iya sih gini doang gue enggak berani?! Cemen bener gue jadi cowok!" gerutu David di depan pintu rumah Vina.
Belum sempat tangannya menyentuh permukaan pintu, ia sudah lebih dulu menghela napasnya kasar.
"Tuhan gue gak berani! Deg-degan..." gerutunya sebal pada diri sendiri.
"Lho? Masnya ngapain dateng?"
David menoleh ke sumber suara. Rupanya Ica. Perempuan yang selalu mengibarkan bendera perang padanya sejak pertama kali mereka bertemu. Bahkan jauh sebelum masalah ia dan Vina waktu itu.
"Kenapa emang mbaknya?" tanya balik David.
Ica mendecih. "Gue tuan rumah ya, for your information. Punya etika, akhlak, dan atitude gak lo?"
"Buset!" David tertawa. "Kek bejat banget ya gue jadi cowok," sambungnya.
"Emang," tandas Ica dengan sinis.
David menghela napasnya. "Gue ke sini cuma mau nengok Vina,"
"Halah! Modus lo!"
"Serius!"
"Gue gak mau ya diseriusin sama fakboi macem elo!"
"Gak gitu, sad girl!"
"APA LO BIL—AHHH!!!"
"ICA!!!"
Ica meneguk salivanya saat jarak antara wajahnya dan wajah David hanya berkisar satu kelingking saja. Sialnya ia terpeleset ketika akan memukul David karena mulut laki-laki itu dengan enaknya memanggil ia 'sad girl'.
Bukannya memukul, ia justru terpeleset. Untung saja David dengan sigap membawa perempuan itu ke dalam rangkulannya.
Moment macam apa ini anjer?! Teriak Ica dalam hati.
David tersenyum miring saat melihat perempuan yang ada dalam rangkulannya itu hanya bisa mengedip-ngedipkan matanya seakan tubuhnya membeku.
"ASTAGA ASTAGA ASTAGA DEDEK BELUM BOLEH LIAT GINIAN!!!" teriak Steven heboh dari ambang pagar.
David dan Ica kelabakan sendiri dan berakhir dengan salah tingkah.
SIAL! Batin keduanya.
Steven memberikan smirk smile-nya pada David dan Ica. "Ternyata ya kalian berdua diam-diam ternyata enggak diam-diam yang selama ini keliatannya cuma dia," katanya.
Cletak!
"Enggak jelas goblok!" gemas Ica setelah menyentil kening Steven dengan cukup kencang.
Steven mengerucutkan bibirnya kemudian membuang tatapan sinis pada Ica. "Dahlah, malas!" katanya.
"VINAAA AA STEPEN COMING TU KAMU RUMAH!!!" dengan tak tahu malu Steven berteriak sembari membuka begitu saja pintu rumah yang susah sekali rasanya untuk mengetuknya bagi Vano.
David mendengus kemudian menatap Ica. "Bisa liat kan yang sebenernya enggak ada akhlak tuh siapa?" tanyanya.
Ica balik mendengus. "Ya elo lah!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Beginning✔
Ficção AdolescenteCinta itu sederhana. Sesederhana hujan yang jatuh ke bumi tanpa harus berpikir tempatnya untuk jatuh. Sebab yang rumit itu bukan cintanya, tapi kitanya. Kita yang selalu memikirkan tentang cinta hingga lupa akan sebuah hal. Cinta itu bukan dipik...