19. Pengakuan

1.5K 83 0
                                    

"Kehilangan itu benar-benar mengajarkan. Pun perubahan itu benar-benar suatu yang menjadi tonggak sebuah pengakuan."

***

"Vin, lo tau gak kemaren penulis Wattpad favorit lo—"

"Udah update karyanya yang lagi gue baca? Iya gue tau." sela Vina tanpa melirik sedikitpun ke arah lawan biacaranya.

"Emmm... lo tau gak kemaren kan gue udah nonton The Last Empress tau!"

"Iya."

"Gue kemarin ngabisin satu buku novel sekaligus, lho! Hebat kan, gue?"

"Biasa aja."

"Vin, lo tau gak sih, pas tadi gue—"

"LO BISA GAK SIH GAK USAH NGEBACOT TERUS, VAN?! KESEL GUE!"

Vano terkejut bukan main saat Vina tiba-tiba membentaknya dengan sorot mata tajam. Bahu perempuan itu naik turun seiring dengan nafasnya yang memburu dan emosinya yang meletup-letup.

Tanpa mengatakan apapun lagi, Vina langsung bangkit dari duduknya dan langsung pergi meninggalkan Vano yang diam mematung di tempatnya.

"Put, barusan Vin—Vina ngebentak gue?" lirih Vano sambil menyenggol pelan lengan Putri yang ada di sampingnya.

Putri menatap Vano. Ia menatap dalam mata Vano. Tersirat dengan jelas bahwa laki-laki itu terluka akan bentakan yang baru saja ia dapatkan. Putri tersenyum tipis.

"Van, Vina lagi PMS mangkanya jadi galak gitu," ucapnya beralibi.

Vano diam. Bentakan Vina begitu terngiang-ngiang di telinganya. "Padahal kan gue cuma mau ngajak dia ngobrol doang, Put." katanya pelan.

"Lagian, siapa suruh ngajak ngomong singa betina yang lagi mendung gitu. Kena semprot aja lo, hujan badai." celetuk Ica dengan santainya.

"Ica..." tegur Lisa dan Rena bersamaan.

"Apa sih?! Gue kan cuma berpendapat." sahut Ica sewot.

Putri diam. Pilihan Vina untuk menjauhi Vano bukanlah satu hal yang baik bagi laki-laki yang kini masih mematung di sampingnya. Rupanya, laki-laki itu sangat tidak bisa membaca kondisi dan tidak peka akan perubahan seseorang.

Tak lama setelah itu, seseorang datang menghampiri meja mereka dan langsung bergelayut manja di lengan Vano tanpa memedulikan sekitar. Putri, Lisa, Ica, dan Rena memandangnya jijik.

"Sayang, bolos yuk..."

"WHAT?!" pekik keempat perempuan yang sedang melihat mereka jijik itu.

Vano melepaskan tangan Rulita dari lengannya kemudian berlalu begitu saja tanpa berkata sepatah kata pun lagi. Tujuannya kini hanya ada satu. Mencari Vina dan meminta penjelasannya.

"Ngakak gak, sih? Pacaran bukannya ngubah jadi lebih baik malah ngajak ke hal yang berbau negatif." ejek Putri dengan nada sinis.

"Halah! Gimana mau ngajak ke hal baik kalo yang diajak pacaran aja bukan cewek baik-baik." tambah Ica tak kalah sinis.

Rulita tertawa jengah. "Mulut lo pada dijaga ya!" perintahnya.

Ica tertawa yang kentara terlihat dipaksakan. "Sopan santun lo tuh yang dijaga! Mana rasa sopan lo sama kakak kelas yang lebih tua dari lo?"

"Hari gini masih ada aja ya senioritas!" sindir Rulita pedas.

Ica mendelik. Rupanya semut kecil di hadapannya ini ingin main-main.

The Beginning✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang