11. Ditinggalin Pas Lagi Baper-bapernya

1.9K 103 13
                                    

 "Cewek itu ribet, Sob! Yang gampang itu bikin dia baper. Mending kalo udah baper dianya peka dan tanggung jawab. Kalo doi malah gak peka dan cuma nganggap lo temen... remehan rengginang macam lo bisa apa?"

***

Suasana hati seorang perempuan memang sangat sulit untuk ditebak cuacanya. Bisa tiba-tiba mengalami hujan petir badai halilintar yang maha dahsyat. Namun, bisa pula sedetik kemudian langsung beruabh menjadi hujan bunga-bunga yang membuat bibir tak henti-hentinya melukiskan seulas senyum yang indah.

Aneh memang, namun itulah faktanya. Perempuan itu bukan aneh, tapi unik. Sebab, perempuan memiliki lebih dari 1001 hal yang tidak dimiliki atau bahkan tidka bisa dilakukan oleh laki-laki. Maka dari itu, perempuan sangatlah istimewa.

"Hhh..." Vina menutup buku novel yang sedang ia baca dengan kasar. Ia menelungkupkan kepalanya diatas lipatan tangannya di atas meja belajar.

Sejenak ingatannya kembali pada saat melihat Vano sedang bercanda tawa ria bersama kekasihnya tadi siang di lapangan. Rasanya seperti ada yang mengganjal di dalam hatinya. Pun seperti ada yang menghimpit dadanya. Sesak.

"Ahhh anjir! Gue ngapa sih?!" sungut Vina kesal sambil mengacak rambutnya frustasi.

"Kenapa juga gue harus nyesek sih pas liat Vano lagi berduaan gitu sama pacarnya? Gue tuh kenapa?!!! SIALAN!!!"

BRAK!

"EH ANJIR SAPA LO SETAN?!" ucap Vina refleks ketika pintu kamarnya terbuka secara tiba-tiba, pun terdengar suara debuman yang keras. Ia latah.

"LO NGATAIN GUE SETAN?!" sungut Putri kesal.

Vina menghela napasnya. "Gue latah bego. Elo ngagetin!" ketusnya.

"Lagian suruh siapa teriak-teriak. Liat dong sekarang udah jam berapa. Yang lain udah pada tidur kali, Say." Ujar Putri yang lebih tepat ke arah nyimyir.

"Apaan sih! Baru juga jam—" Vina melihat jam dinding yang tergantug di kamarnya. Pukul sebelas malam. "Jam sebelas." sambungnya lirih.

Putri tertawa kecil. "Udah-udah. Tidur lo. Besok sekolah."

Sebelum Putri berlalu dari kamar Vina, ia menyempatkan untuk mencium pucuk kepala Vina terlebih dahulu sebelum benar-benar pergi dan masuk ke kamarnya yang terletak di seberang kamar Vina.

Fyi, Vina dan keempat sahabatnya yang lain—Putri, Lisa, Ica dan Rena memang tinggal di satu atap yang sama sejak dua bulan yang lalu. Rumah pemberian Mama Vani—mamanya Vina dijadikan rumah untuk mereka berlima.

"Gue tuh unmood banget gila." gumam Vina pelan sambil menutup pintu kamarnya kemudian menguncinya agar tak ada yang dapat masuk lagi.

Vina duduk di atas kasurnya dengan tangan yang kini memainkan ponsel. Ia sedang melihat-lihat notifikasi yang masuk di akun Instagram miliknya. Matanya terperangah saat mendapatkan satu akun yang ia tahu siapa pemiliknya.

Mendadak mood-nya menjadi baik dan jauh dari kata badmood.

"Eh anjir! Aaa doi ­nge-love postingan gue minggu lalu! ANJIR!!!" seru Vina kegirangan sampai-sampai ia geregetan sendiri.

"CHAT AH!!!"

Vina mengetikkan beberapa kata dengan senyum yang mengembang di wajahnya. Dalam hati kecilnya ia sungguh berharap bahwa dia bisa membuatnya senyam-senyum sendiri malam ini.

To: Kak Randy

Gomawo ya Kak udh spam love di ig

Sent.

Senyum Vina tak henti-hentinya mengembang saat menunggu balasan dari Randy. Namun, setelah Randy membalasan pesannya, senyumnya luntur seketika.

From: Kak Randy

Mulai skrg g ush cht w lg. Tq

JLEB.

"WHAT?!"

***

Vano menopang dagu sambil terus memerhatikan gerak-gerik perempuan yang duduk di hadapannya itu. Berkali-kali perempuan itu menghembuskan napasnya kasar. Tak sampai disitu, Vano memerhatikan perempuan itu lebih banyak diam.

Vina.

Sedari pagi, ketika Vina baru saja datang ke dalam kelas. Seperti biasa penghuni kelas menyambutnya dengan sapaan ringan ataupun seulas senyum. Vina menanggapi sekadarnya dan langsung duduk di mejanya dengan wajah tertekuk.

Jika boleh jujur, Vano tak menyukai Vina yang seperti ini.

"Lo kenapa?" tanya Vano sambil bertekuk lutut di samping meja Vina.

Vina menoleh. "Gue? Gapapa." katanya yang kemudian langsung membaca buku novelnya kembali.

Vano menghela napasnya. "Lo bohong sama gue." tandasnya yang membuat Vina seketika menghentikan aktivitasnya.

"Kalo gue bohong sama lo, emang kenapa?" tanya Vina tatapan mengintimidasi.

"Bohong itu dosa." kata Vano seraya terkekeh pelan.

"Yang bilang bohong dapet pahala tu siapa?" celetuk Vina yang membuat Vano menekuk wajahnya sebal.

Vina tertawa kecil melihat Vano yang memberenggut sebal itu. Vano yang tak sengaja melihat Vina tertawa itupun sontak langsung merasakan satu hal yang aneh namun itu adalah nyata. Ia senang melihat Vina bisa tertawa.

"Lo ketawa cie..." goda Vano seraya menusuk-nusuk pelan pipi tembam milik Vina.

"Haaa?" Vina terpana dengan apa yang Vano lakukan kini. Sungguh, belum pernah ada yang berani menusuk-nusuk pipinya seperti ini. Silahkan saja jika ingin mengatainya lebay. Tapi, ini sungguh.

Vano menghentikan aksinya dan kini justru duduk di samping Vina. Membuat perempuan yang sedang dilanda badmood itu menjadi salah tingkah tanpa Vano sadari.

"Kok pipi lo merah sih?" tanya Vano heran saat matanya menemukan ruam-ruam merah di sektitar pipi tembam Vina.

"Hah? Masa sih?!" seru Vina sedikit berteriak seraya membuka cermin miliknya.

"Lo ada alergi ya? Muka lo merah banget gitu." ujar Vano sekali lagi.

Vina memegangi pipinya yang kini terasa panas dan memerah merona itu. Pipi gue ngapa sih anjir? Batinnya dalam hati.

"Pagi-pagi udah pacaran. Duduk di tempat orang sembarangan. Enggak takut ketauan sama yang punya?"

Baik Vina maupun Vano langsung sama-sama menoleh ke arah suara. Ada Putri yang sedang berkacak pinggang menatap mereka dengan tatapan buas. Seolah-olah ia adalah harimau lapar, sedangkan Vina dan Vano adalah mangsa yang ia incar.

"Yang pacaran siapa? Orang pacar Vano tuh Rulita bukan gue." balas Vina dengan nada sewot.

"Nah bener, tuh. Pacar gue tuh Rulita. Jadi, kalo gue lagi sama Vina gini, namanya itu bukan pacaran tapi temenan. Soalnya, gue sama Vina kan cuma temen. Iya kan, Vin?"

Vina tersenyum tipis. "Iya."

"Ya udah minggir lo sana. Gue mau duduk. Jangan kelamaan duduk lo. Nanti gak tau diri." ujar Putri dengan sinis yang membuat Vano langsung bangkit dari tempatnya kemudian beralih menuju ke tempat duduknya.

"Lo kenapa? Sejak tadi pagi ampe istirahat gini kok enggak ada raut-raut sembriwing-nya?" tanya Putri sesaat setelah duduk di samping Vina.

Vina menghela napasnya. "Yaaa... lo bayangin aja sih. Gimana rasanya ketika lo udah dibaperin terus lo itu udah sayang dan doi bilang lo harus jauhin dia tanpa alasan yang jelas? C'mon! Ini hati bukan halte yang bisa disinggahi terus ditinggal pergi gitu aja tanpa ada alasan yang jelas."

***

The Beginning✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang