"Keraguan rupanya sama dengan kenangan cinta pertama. Terasa begitu menyesakkan."
***
Sudah satu minggu berlalu sejak kejadian di mana Vano dan Steven dengan kompak menyuarakan isi hati mereka meskipun Vano tidak sejelas Steven. Sejak saat itu pula keduanya seakan tak terjadi apapun. Hal itu membuat Vina dan Anna bingung. Bingung dengan perasaan mereka dan bingung menyikapinya bagaimana.
Balikan sama mantan itu kayak mungut makanan yang baru jatuh beberapa detik. Sayang tapi gengsi. Rasanya itu aneh. Mau tapi malu. Itulah yang kini sedang dirasakan oleh Anna.
Ingin teriak bahagia tapi bingung dengan status yang enggak ada kepastian. Hal itu semacam ingin napas tapi kita tak tahu udara yang akan kita hirup itu oksigen atau gas lainnya. Hal itulah yang kini dirasakan oleh Vina.
Kedua perempuan itu sama-sama diam sejak tadi. Taman sekolah yang ramai ini tak kunjung membuat lamunan mereka terhenti atau mulut mereka membuka suara setidaknya untuk meongomentari siapa saja yang menurut mereka menggangu pemandangan.
Meski memilih untuk tak peduli, nyatanya hati tetap saja digerayangi banyak rasa yang mulai mencuat mewakilkan satu kata. Ragu.
"Nih, ya... pikirin deh sama kalian. Kalo Anna sih udah jelas ditembak alias diajak balikan, kalo gue ya gitu tapi pasti kalian tau dong gimana? Terus pas udah hari itu mereka kayak enggak terjadi apa-apa. Kalian bayangan, how our feel if like that?" cerocos Vina dengan penuh penghayatan.
Putri dan Ara sontak saling melirik.
"Coba deh lo berdua inget-inget, ada satu hal aneh gak setelah hari itu?" tanya Putri mencoba menggali lebih dalam.
Vina dan Anna saling beradupandang sesaat. Kemudian, tak lama mereka menggeleng lemah.
Ara menghela napasnya. "Arghhh! Ini teori macam apa sih anjir? Perasaan trigonometri aja kagak sesulit ini, anj!" celetuknya.
"Gini deh, Vin lo suka sama Vano? Sayang?"
Vina kontak mendelik ke arah Putri.
"Ngapa lo?" Putri tertawa. "Tinggal jawab elah!" sambungnya.
Vina mencebik. "Harus?"
Putri mengangguk.
"Lo bohong berarti lo gak jujur!"
Anna mengeplak kepala Ara gemas. "Kampang! Ya emang gitu tolol!"
"Jawab jujur," ujar Putri sambil tersenyum miring.
Vina menunduk. "Suka.., iya. Ya lo pada tau sendiri gimana Vano ke gua. Gue normal, masih punya hati dan gue cewek yang erat sama kata baper. Yakali aja gue gak suka?" tawa hambarnya mengalun seketika.
"Tapi untuk sayang, gimana ya... ya gitu. Kayaknya belum," timpalnya kemudian.
"Kenapa belum?" Ara menimpali.
"Gue gak semudah itu sayang sama orang. Rasa sayang itu bukan sebuah benda atau hal yang bisa ditaro di mana aja, karena rasa sayang itu istimewa dan harus untuk orang yang istimewa," ujar Vina bucin.
Anna menatap Vina. "Berarti kao enggak sayang sama Vano?" tanyanya.
Vina menggeleng. "Belum, mungkin?" jawabnya tak sepenuhnya yakin.
"JADI PAS MAMA PAPA BIKIN AKU, MAMA BELUM SAYANG SAMA PAPA?"
Plak!
"Suara lo bangsat!"
Anna cekikikan melihat wajah Vina yang kini memerah karena dua hal. Kesal dan malu.
Vina mencebikkan bibirnya ke depan. Kesal rasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Beginning✔
Ficção AdolescenteCinta itu sederhana. Sesederhana hujan yang jatuh ke bumi tanpa harus berpikir tempatnya untuk jatuh. Sebab yang rumit itu bukan cintanya, tapi kitanya. Kita yang selalu memikirkan tentang cinta hingga lupa akan sebuah hal. Cinta itu bukan dipik...