[S][I][M][P][L][E]
Sorry: regretful, distressed, apologetic; causing sorrow, causing grief; miserable, wretched; pitiful, contemptible
[S][I][M][P][L][E]
Eropa. Benua Biru dengan sejuta romansa. Yah, siapa yang tidak tahu Menara Eiffel, Triumphal Gate, Arc de Triomphe, Charles Bridge serta tempat-tempat indah lainnya. Tepatnya berada di Praha. Kota dengan sejuta nuansa lama penuh sejarah. Termasuk dalam jajaran kota dengan pemandangan paling cantik serta terkenal memiliki bangunan warna-warni beratap merah serta puncak-puncak menara yang menciptakan siluet seperti di negeri dongeng.
Kota seribu menara, dia disana. Disalah satu hotel di sudut kota. Menatap pemandangan luar berhias bias kuning mentari senja. Setidaknya lebih tenang dari hari-hari sebelumnya. Dia merasa bahwa hidupnya lebih terarah. Ucapkan selamat karena dia sudah bisa menguasai emosinya sendiri yang sempat membuatnya nyaris gila dan kembali menjebloskan diri ke ruang praktek Dokter Kim.
"Sayang,"
Nara menoleh, balas tersenyum tipis mendapati ibunya mendekat kemudian memeluk setelah memberikan kecupan di keningnya. Ah, kebiasaan mengingatkannya pada seseorang yang disana.
"Apa kau sibuk? Mama tahu ini bukan waktu yang tepat untuk merusak liburan kita, tapi Mama ingin tahu satu hal."
"Apa, Ma?" Nara beringsut, mengikuti Soora yang duduk di tepi tempat tidur dan merebahkan kepala di pangkuan sang Mama. Meminta wanita itu mengelus kepalanya. Kebiasaan lama yang sempat dia tinggalkan sejak ibunya meninggal.
"Tentang hubunganmu dengan Hyukjae, Sayang. Apa keputusan yang akan kau ambil? Mama, tahu semuanya." Soora menunduk saat Nara berhenti memainkan jemarinya yang bebas. "Maaf, selama ini Mama lancang mengirim seseorang untuk memata-matai kalian."
Ragu memang, tapi Nara tidak menyalahkan. Mengenal dan tinggal selama hampir satu bulan dengan sang Mama membuatnya tahu jika wanita yang menjadi ibu tirinya ini memang begitu peduli dan penyayang. Dia akan melakukan apa pun demi bisa membahagiakan orang-orang disekitarnya.
"Mama akan bicara pada ayahmu jika kau mau. Mama tidak bisa melihatmu menangis terus-terusan dan tersakiti. Dia sudah keterlaluan, Sayang." memang halus, tapi jelas disana terdengar nada penuh bujukan.
"Apa Mama akan tersinggung jika aku meminta Mama tidak ikut campur?" Soora menggeleng, meneruskan kegiatannya mengelus kepala Nara sambil sesekali memberi kecupan di kening. "Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku ingin membencinya, tapi kenapa begitu sulit? Semua ucapan terakhirnya membuatku yakin bahwa dia memang tidak pernah salah. Semua ucapannya tentangku benar, Ma."
"Memang apa yang dia katakan?"
"Dia peduli padaku. Dia mengenalku lebih dari siapa pun. Disini bukan hanya dia yang jahat, tapi aku juga. Dia selalu menemaniku. Datang kapan pun aku memanggil. Menggenggam tanganku saat aku terjatuh. Rela apartemennya hancur saat aku bosan. Orang yang selalu meminjamkan bahu serta menawarkan pelukan saat aku menangis jika merindukan ibuku. Dia yang akan menunggu saat aku meminta. Bahkan dia juga yang menjagaku saat aku mencari kesenangan di bar bersama laki-laki lain." matanya menerawang jauh ke depan. "Dan, aku baru sadar bahwa sekali pun dia tidak mengeluh. Aku pun tidak pernah mengucapkan terimakasih."
"Kalian memang berbeda." Soora tersenyum. Dengan gemas mencubit pipi Nara yang mulai menirus.
"Mama, sakiiit!! Kenapa mencubitku sih?!"
Sontak gelak tawa tidak bisa terbendung. Cukup keras sampai mengundang teriakan dari luar kamar dan bertanya ada apa. Sayang saja, dua orang pria berbeda usia itu tidak bisa masuk karena Soora sengaja menguncinya sebelum masuk. Ini masalah hati, dan hanya wanita yang paham.
KAMU SEDANG MEMBACA
C A T C H Y
Krótkie Opowiadaniasekumpulan tulisan tentang mereka yang berbaur dalam rasa... O N E S H O O T D R A B L E