Dia cupu tapi menarik.
Dia biasa tapi aku suka.
Dia diam, aku memperhatikan.
Dia tersenyum, aku tertegun.
Dia tertawa, aku terpesona.
Dia melawan, aku semakin ingin menawan.
Dia berjalan, aku turut dibelakang.
Dia jatuh, aku terdiam.
Dia terluka, aku bahkan malah tertawa.
Dia berbeda, aku bahagia.
Dia berubah, aku masih sama.
Dia menangis, aku hanya meringis.
Dia menoleh, aku membatu.
Dia bersuara, aku tergugu.
Tapi ketika aku coba mendekat, dia bisa lebih nekat.
Aku ingin menyentuh, dia bukan sekedar menjauh tapi menolak.
Aku suka putih, dia lebih cinta hitam.
Begitu banyak perbedaan. Bahkan tidak sedikit pertentangan.
Aku dan Dia berbeda. Kami tidak sama. Jelas berdiri dalam tingkatan dunia yang tidak setara.
Rasaku salah. Cintaku lebih dipersalahkan.
Mereka diluar sana menatap dengan cara berbeda. Yang tidak sama dengan caraku menatapnya.
Karena sebuah kesalahan itu justru yang membuatku menyayanginya.
Rasanya begitu berbeda. Ketika dia yang dianggap sebuah kesalahan ternyata membawa sebuah kata indah disebut cinta, maka aku anggap sebuah kesalahan merupakan anugrah.
Lalu, mereka mulai bertanya. Alasan mengapa aku memilih jatuh padanya.
Jika mereka menganut ilmu fisika yang mempercayai sebuah kebenaran adalah mutlak, maka aku memilih pragmatik untuk sebuah rasa untuknya. Dimana sebuah kesalahan tidak harus memiliki sebuah alasan. Dimana sebuah kesalahan dimata mereka memang tidak layak disebut rasa, namun dimataku kesalahan itu merupakan sebuah cinta.
Murni untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
C A T C H Y
Short Storysekumpulan tulisan tentang mereka yang berbaur dalam rasa... O N E S H O O T D R A B L E