FUTURE•2

202 29 3
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


🐣🐣🐣


Rasanya Nara ingin sekali melarikan diri dari Negara tercintanya. Ini kali pertama dia merasa benar-benar gila. Ada beberapa hal yang mendasari, salah satunya pekerjaan.

Jangan kira menjadi seorang penulis itu mudah. Tidak sama sekali. Terlebih pekerjaan itu dituntut untuk menggunakan hati. Jelas, Nara tidak pernah hanya mengandalkan otak dalam membuat karya. Dia perlu riset dan menggunakan perasaan ketika menumpahkan semua pikiran liarnya sebelum dikemas dalam sebuah buku.

Nah, masalahnya disini adalah dia tengah mengalami semacam syndrom. Para penulis biasa menyebutnya write block. Dimana kalian sama sekali tidak memiliki ide untuk melanjutkan tulisan. Dan, semua itu disebab oleh sebuah kata.

Sahabat, yang bermerk Lee Hyukjae.

Yakinlah, dia sudah berusaha melupakan dan menganggap jika kalimat Hyukjae yang dilontarkan sekitar tiga minggu yang lalu itu hanya bualan dan candaan semata. Namun, sepertinya dia harus kembali rela dibuat pusing. Sebab pria itu sama sekali tidak bercanda.

Dalam otak Nara yang kecil namun tersimpan berjuta pikiran liar tentang ide tulisan, tidak pernah sedetik pun terlintas skenario dimana seorang Lee Hyukjae memintanya untuk menjadi masa depan. Gila saja. Iya gila, Nara berpikir bahwa otak Hyukjae sudah bergeser dari tempatnya.

"Hei, Nona pemalas, ada yang mencarimu." kemudian terdengar suara bernada malas menyapa Nara yang tengah asyik melamun untuk mengais ide deni tulisannya yang terlantar.

Gadis itu menoleh tanpa minat. "Siapa?"

Yang ditanya sekedar mengedik bahu. "Katanya kekasihmu."

"What?!" sontak Nara berdiri, satu tangan dengan gesit menyambar tas ransel dan mencangklong dipunggungnya sambil terburu keluar ruangan.

Oh, dilantai dua Nara mengintip pada resepsionis. Mencuri tahu siapa gerangan yang berani mengaku-ngaku sebagai kekasihnya. Lalu, detik berikutnya dia menyesal. Bibirnya cemberut setelah sebelumnya mencebik sebal.

Dibawah sana Lee Hyukjae berdiri. Bersandar disalah satu tiang sambil memainkan ponsel. Omong-omong, sudah tiga minggu ini Nara menghindari sahabat karibnya itu. Jika dulu dia akan senang hati menyambut Hyukjae, kali ini dia dengan senang hati pula menghindar.

Entah ini keberuntungan Hyukjae atau kebodohan Nara, gadis itu kepergok ketika akan berbelok arah setelah turun tangga. Berniat kabur melalui pintu samping.

"Mau sampai kapan kau kabur-kaburan begitu?" Hyukjae berdiri tepat didepan Nara, bersedekap angkuh.

Nara sama sekali tidak berniat menimpali, kalau saja dia tidak ingin cepat lepas dari pria ini dan mengurung diri di apartemen yang passwordnya sudah berganti agar Hyukjae tidak keluar masuk seenaknya. "Aku sibuk."

Satu alis Hyukjae terangkat. "Sesibuk apa pun kau tidak pernah mengabaikanku."

"Itu hanya perasaanmu. Kalau tidak ada yang penting aku akan pulang. Pekerjaanku masih banyak."

Dengan sigap Hyukjae mencegah gadis itu pergi. Menariknya menjauh dari keramaian ke sudut yang lebih tenang.

"Hei, apa-apaan kau ini?!" ayolah, Nara hanya ingin pulang. Dia tidak mau semakin kepikiran dan Hyukjae merusak seluruh jadwal pekerjaannya!

Oke, fyi, seperti yang sudah dikatkan diawal tadi bahwa Nara terkena WBS karena tiga kata yang Hyukjae ucapkan tiga minggu silam. Semenit sebelum temannya memberitahu ada yang mencari, dia sudah bertekad untuk melupakan. Meski sebenarnya itu akan kembali menjadi ekspektasi belaka seperti yang sudah-sudah. Sebab, setiap kali Nara akan kembali menulis dan menumpahkan ide, bayangan Hyukjae akan muncul dan menghancurkan semuanya.

"Jangan harap kau bisa lepas. Aku akan terus menerormu sampai kau luluh dan patuh padaku." ucapan Hyukjae begitu lugas. Dia sendiri tidak yakin sudah berhasil mengatakan hal semacam itu mengingat selama ini dia adalah tipe manusia yang tidak peduli. Ternyata posesifnya memang akan muncul jika itu menyangkut sahabat karibnya ini.

Kening Nara mengerut tidak suka. "Kau pikir aku anak anjing?!" lalu dia mencoba menepis tangan Hyukjae yang menggenggam erat pergelangan tanganya. Sayang, itu tidak berhasil. "Hei, lepas! Aku bukan piaraanmu!"

Mengabaikan protes dari bibir mungil Nara, Hyukjae justru sedikit merundukan tubuh sampai wajahnya nyaris sejajar. Meski lagi-lagi Nara tampak enggan menatapnya. "Oke, maafkan untuk frasa yang kugunakan meski aku sama sekali tidak berniat demikian. Jadi, bisakah kau berhenti menghindar dan terima saja tawaran masa depanku?"

Nara melirik tajam. Dia masih kesal, sungguh! Kenapa Hyukjae tidak berusaha untuk -setidaknya- menangkan dirinya yang masih syok? Atau sekedar meminta maaf karena berhasil memporak-porandakan hidupnya yang sudah berjalan lurus dan semestinya? Atau mungkin Hyukjae memberinya waktu untuk dirinya sendiri?

"Lihat lawanmu jika sedang bicara, Park Nara."

Lalu serta merta gadis itu memberi atensi pada Hyukjae. Seolah kalimat itu adalah mantera jika pria itu mulai merasa diabaikan. Dan, Nara -sekali lagi- menyesal untuk hal lain yang disebab oleh makhluk yang sama.

Mata mereka bersinggungan dengan wajah Hyukjae yang semakin mengikis jarak. Terlalu dekat sampai dia bisa melihat dengan jelaa bayangannya sendiri di kelereng jernih karibnya.

"A-apa?"

Hyukjae mati-matian menahan gemas saat melihat dua netra itu membola dengan dua pipi yang tampak merona. Sudut bibir kirinya tertarik kebelakang seiring dengan rematan yang kian erat dipergelangan tangan kurus Nara. Tidak ada lagi menunggu atau menunda, saat dia memutuskan untuk berhenti, maka semua akan lepas kemudian hilang.

Jujur saja, Nara bergidik. Hyukjae yang selalu tampak manis dan ramah mendadak menyeramkan hanya karena seringai tipis. Sialan, kenapa juga jantungnya harus ribut di dalam sana? Asataga, Nara tidak pernah membayangkan jika tubuhnya benar-benar terasa seperti jeli saat diperlakukan semacam ini dan berada sedekat ini dengan seorang pria. Lebih-lebih setelah mendengar ucapan pria itu,

"Bersiap saja. Mulai detik ini hidupmu yang sudah berwarna akan semakin berwarna. Kita akan lihat, apakah kau sanggup untuk menolak."

Detik berikutnya semua terasa samar. Nara tidak bisa berpikir sejak benda kenyal itu menghampiri bibirnya. Yang menggema didalam kepalanya hanya umpatan serta sumpah serapah yang ditunjukkan khusus untuk Lee Hyukjae.

Sedang disudut lain berdiri seorang pria yang bersedekap sambil menggelengkan kepala. Mencoba maklum. Namun, melihat kerumunan yang sudah mulai ricuh mau tidak mau dia mendekat.

"Hei, siapa yang mengizinkan kalian berciuman di depan umum?!!"




Fin!

No basa basi

#July2018

C A T C H YTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang