Bagian 31

111K 8.1K 385
                                    

Sebuah kotak kado berkuran sedang yang terletak di atas ranjang Sidney membuat kerutan samar memenuhi dahi gadis itu. Rasa penasaran akan isi kotak tersebut membawa langkah Sidney mendekat setelah menaruh tas serta buku-buku kuliahnya secara asal.

Tanpa ragu Sidney mengambil kotak tersebut, lantas membukanya begitu saja. Bukannya sirna, rasa penasaran dalam dirinya malah semakin banyak kala menemukan gaun pesta dengan warna maroon di dalamnya.

Ia mengambil gaun itu dengan hati-hati. Meletakkan terlebih dahulu kotaknya sebelum melihat gaun itu secara keselurahan. Dan ia tak bisa menahan rasa takjubnya saat melihat betapa indahnya gaun tersebut.

Dari kainnya yang terasa begitu halus saat disentuh saja, Sidney sudah bisa menebak bahwa gaun tersebut bukan merupakan barang murah. Dan orang pertama yang muncul dalam kepalanya tentulah Newt.

Selain karena pria itu kaya raya, Newt juga tinggal satu rumah dengannya. Dan Sidney tahu betul bahwa pria itu tidak suka bila orang lain masuk ke dalam penthouse-nya jika sedang tak dalam keadaan sangat penting atau mendesak. Jadi, sudah bisa dipastikan bahwa memang Newt lah orangnya.

"Kau suka gaunnya?"

Baru saja Sidney berniat mencari Newt dan menanyakan perihal gaun tersebut, sang subjek yang ingin ditemuinya sudah muncul terlebih dahulu.

"Ini untukku?" tanya Sidney yang memandang lurus ke arah Newt yang sedang bersandar pada pintu.

Newt mengangguk. Menutup pintu kamar Sidney terlebih dulu sebelum mengajak kedua kakinya berjalan menghampiri Sidney yang masih terlihat kebingungan walau Newt sudah memberi jawaban atas pertanyaannya.

"Tapi ... untuk apa? Maksudku, aku tidak pernah menghadiri acara yang mengharuskanku memakai pakaian sebagus ini." Sidney kembali bertanya sambil matanya mengamati Newt, mencoba untuk membaca pikiran pria itu.

Newt menghentikan langkahnya di hadapan Sidney. Senyum menghiasi bibirnya. "Kalau begitu, mulai detik ini kau akan sering menghadiri acara semacam itu."

"Apa maksudmu?"

Satu tangan Newt terulur untuk mengambil tangan kiri Sidney. Ia melakukan itu untuk menunjukkan cincin yang melingkari jari manis gadis itu.

"Apa artinya cincin ini, Sid?" Newt bertanya, masih memegang tangan Sidney walau matanya sudah beralih memandang gadis itu.

Sidney menggigit bibirnya dan mulai merangkai jawaban dalam otaknya sebelum mengeluarkannya untuk didengar Newt. Ia sedikit bingung harus menjelaskannya seperti apa.

"Aku milikmu?" Hanya ucapan itu yang dapat mulut Sidney keluarkan meskipun otaknya sudah bekerja dengan keras. Dan itu juga terdengar seperti sebuah pertanyaan, bukan jawaban.

Newt menyeringai geli. Sama sekali tidak menyangka jika Sidney akan memberi jawaban seperti itu sebab selama ini gadis itu selalu bersikap tidak acuh bila ia sudah menyatakan perasaannya. Tetapi ia senang. Karena Sidney mengakui sendiri bahwa dia memang milik Newt meski terdapat tanda tanya di akhir kalimat.

"Milikku," kata Newt. Mendekatkan tangan Sidney dengan bibirnya dan memberikan kecupan singkat di sana. Lalu, kembali memandang Sidney dengan tatapan hangat. "Milikku yang artinya kau harus siap dengan semua kegiatan yang sering kulakukan."

Demi, Tuhan! Masih sulit rasanya bagi Sidney untuk menyesuaikan diri dengan Newt yang semanis ini. Jika dulu sifat menyebalkan Newt lebih dominan, maka saat ini sifat manis pria itulah yang merajai dirinya. Dan hal itu berhasil membuat Sidney kelimpungan.

Sidney berdeham pelan. Berusaha menyingkirkan kegugupan yang melonjak-lonjak dalam dirinya.

"Jadi, maksud dari pemberian gaun ini untukku, kau mengajakku ke pesta sekaligus menuntunku untuk dapat beradaptasi dengan duniamu?"

The Billionaire's BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang