Jarum jam menunjuk tepat di angka tujuh saat Sidney selesai memakaikan dasi kupu-kupu sebagai polesan akhir dari pakaian yang digunakan Cliff malam ini.
"Selesai," ucap Sidney dengan bibir yang mengembangkan senyum lebar.
Sama halnya dengan Sidney, Cliff pun ikut tersenyum. Bocah itu berbalik sejenak, menghadap ke arah cermin dan mematut dirinya di sana.
"Bagaimana? Kau suka dengan apa yang kupilihkan malam ini?" Sidney sedikit mendorong kursi rodanya lantas berhenti di samping Cliff, ikut memandang penampilan bocah itu lewat cermin.
"Kau yang terbaik, Sid!" seru Cliff seraya memutar tubuhnya ke arah Sidney dan memberi ibu jarinya kepada wanita itu.
Sidney hanya tertawa kecil lantas menanamkan sebuah kecupan di kedua pipi Cliff yang semakin hari bertambah tembam. Bagaimana tidak, bocah itu sedang senang-senangnya mengeksplor berbagai macam makanan belakangan ini.
"Kalian sudah selesai?" Newt muncul di ambang pintu dan menginterupsi kegiatan mereka.
Sidney hanya mengangguk tersenyum sambil melirik Cliff yang kelihatan begitu senang dengan pakaian formal yang sepertinya baru pertama kali digunakannya.
"Pergilah ke luar lebih dulu, Cliff. Sudah ada Paman Tobi yang akan mengantar kita di sana," ucap Newt seraya berjalan menghampiri Sidney dan Cliff. Ia lantas mengusap rambut Cliff yang malam ini begitu rapi.
"Oke, Dad!"
Tidak seperti yang lalu-lalu, kali ini Cliff sudah mulai menuruti setiap perintah Newt. Ya, hubungan mereka membaik setiap harinya. Interaksi di antara keduanya pun sudah seperti ayah dan anak pada umumnya. Semua itu berkat Sidney yang tidak pernah lelah menjadi penghubung di antara Newt dan Cliff.
"Sekarang giliranku, Sid." Newt mengambil posisi berlutut di depan kursi roda Sidney dan menyerahkan dasinya kepada wanita itu.
Bibir Sidney maju beberapa senti. "Kau bahkan bisa memasangnya sendiri, Newt." Meski cemberut, ia tetap memasangkan dasi tersebut sebagai penyempurna penampilan Newt malam ini.
"Aku sudah lupa caranya, Sayang."
Sidney berdecak, dan tersenyum geli setelahnya.
"Sudah," kata Sidney setelah menyelesaikan ikatan dasi Newt sehingga membentuk simpul yang rapi.
"Terima kasih." Newt mencondongkan badannya ke depan untuk memberi satu kecupan di kening wanita itu.
Sidney menganggukkan kepalanya pada Newt. Senyum masih setia menaungi bibirnya. Semakin hari, sikap Newt kepadanya bertambah manis saja. Ketakutan Sidney akan kepergian Newt karena tubuhnya yang belum dapat berfungsi dengan normal mulai terkikis dan habis tak bersisa.
Sidney sudah sepenuhnya percaya kepada Newt. Bahkan, pria itu tak pernah absen menemaninya ketika terapi selama sebulan ini. Dan kabar baiknya, Sidney mulai bisa kembali merasakan pergerakan kedua kakinya walau untuk berjalan sendiri ia masih belum mampu untuk melakukannya. Setidaknya, Sidney tahu bahwa masih ada harapan untuk dapat berjalan dengan normal.
"Kau cantik sekali malam ini, Sid." Newt berkata lembut. Mengambil kedua tangan Sidney dan memberi kecupan pada punggung tangan wanita itu.
"Dan kau sangat tampan tentunya." Sidney mengerling kepada Newt lalu menarik tangannya dari genggaman pria itu dan mengalungkannya di leher Newt.
"Oh, ya? Lebih tampan aku atau Cliff, hm?"
"Ya, Tuhan, Newt. Dia anakmu. Masih saja suka membanding-bandingkan." Sidney membuat suara berdecak.
Newt pun tertawa. Bergerak sedikit maju untuk mencuri satu ciuman di bibir merah Sidney.
"Uhm ... omong-omong, selamat atas pengangkatanmu sebagai managing director," ucap Sidney sesaat setelah Newt menarik wajahnya darinya. Ia lantas mendorong leher pria itu untuk memutus jarak di antara mereka dan Sidney membisikkan sesuatu kepada Newt. "Katakan padaku, posisi itu akan membuatmu semakin kaya, bukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Billionaire's Bride
Romantizm[TAMAT - CERITA MASIH LENGKAP] Newt Hamilton, seseorang yang digadang-gadang akan mewarisi kekayaan ayahnya yang begitu berlimpah. Akan tetapi, sifatnya yang arogan membuat sang ayah belum mau memberikan semua kekayaan yang telah dirintisnya mulai d...