Newt pikir, setelah ia meninggalkan penthouse-nya dan membiarkan Sidney tetap berada di luar tanpa mempersilakannya masuk, gadis aneh itu akan menyerah dan enyah dari hadapannya. Namun, setelah pulang dari kantor, Sidney masih berada di sana. Bahkan, gadis itu tertidur pulas sambil mendekap ranselnya dengan kaki yang berselonjor dan punggung yang disandarkan pada daun pintu.
Memijit pelipisnya, Newt merasa gadis yang satu ini benar-benar membawa musibah dalam hidupnya. Sifat pantang menyerah dan keras kepalanya membuat Newt kewalahan sendiri. Akan tetapi, sekeras kepala apa pun Sidney, ia jauh lebih keras kepala karena sampai detik ini pun ia enggan memasukkan orang aneh itu ke dalam rumahnya. Jika saja ibunya menyuruhnya untuk membawa Sidney ke rumah sakit jiwa, maka ia akan langsung menurutinya dengan penuh suka cita.
Pada akhirnya, Newt memutuskan untuk menggeser posisi Sidney yang menghalangi jalan masuknya. Awalnya, ia berniat untuk menendang gadis itu saja, tetapi ada rasa sedikit tidak tega karena bagaimanapun juga yang sedang dihadapinya saat ini adalah seorang perempuan walau yang satu ini agak tidak waras.
Alhasil, Newt menggendongnya dan memindahkannya agar tidak lagi bersandar pada daun pintu. Gelengan kepala ia lakukan beberapa kali saat mendapati Sidney yang tak terganggu sama sekali oleh pergerakannya. Gadis itu hanya bergumam tidak jelas lalu kembali lelap dalam tidurnya.
Meninggalkan Sidney tanpa merasa bersalah sama sekali, Newt segera masuk ke dalam penthouse-nya setelah memasukkan kombinasi angka yang menjadi password tempat tinggalnya itu.
Newt menjatuhkan tubuhnya di atas sofa yang ada di ruang santai. Ia lantas membuka ikatan dasinya dan melepas dua kancing teratas kemeja hitamnya.
Belakangan ini pikirannya sedang kalut. Sang ayah sampai detik ini masih belum mau memberinya jabatan sebagai managing director di perusahaan. Padahal, ia sudah cukup pantas menduduki jabatan tertinggi itu. Tahun ini ia sudah tiga puluh, apalagi memangnya yang ditunggu oleh ayahnya?
Dering ponsel yang terdengar di telinganya membuat Newt kembali dari alam bawah sadarnya. Ia lalu mengambil ponsel yang sepanjang hari terus berada di dalam saku celananya dan melihat siapa yang meneleponnya di sore menjelang malam ini.
Nama sang mama yang tertera di layar ponselnya membuat Newt segera menegakkan posisi duduknya. Olivia memang sering meneleponnya, tetapi panggilan dari wanita yang sangat dihormatinya itu entah kenapa kali ini membuatnya waswas. Ia merasa kalau telepon dari ibunya berkaitan dengan Sidney.
Newt merutuki kebodohannya sebab pikirannya tak bergerak jauh ke depan sebelum mengambil langkah untuk mengusir Sidney. Pasti gadis itu mengadu kepada ibunya sehingga sekarang ia harus bersiap menerima omelan dari sang ibu. Awas saja kalau gadis itu benar-benar melapor pada ibunya.
Tanpa banyak menerka-nerka, jari Newt bergerak menggeser tombol hijau sebelum meletakkan benda persegi panjang tersebut di telinganya.
"Ya, Ma?"
"Kau di mana, Nak?"
"Aku di penthouse, Ma. Ada apa?"
"Ah, tidak, Newt. Mama hanya ingin menanyakan Sidney saja. Dia baik-baik saja, kan? Tolong buat dia nyaman di sana, Sayang."
Newt berdehem pelan, mencari kata yang tepat agar tidak salah bicara dan membuat ibunya curiga. "Dia baik-baik saja, Ma. Sekarang dia sedang tidur."
"Oh, baguslah. Makan malam nanti Mama dan Papamu akan ke sana. Ada barang Sidney yang tertinggal di sini."
Pupil mata Newt membesar. Tidak, kedua orangtuanya, terutama ibunya tidak boleh datang ke sini. Bisa gawat kalau mereka sampai tahu Sidney tak ia perbolehkan untuk tinggal di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Billionaire's Bride
Romansa[TAMAT - CERITA MASIH LENGKAP] Newt Hamilton, seseorang yang digadang-gadang akan mewarisi kekayaan ayahnya yang begitu berlimpah. Akan tetapi, sifatnya yang arogan membuat sang ayah belum mau memberikan semua kekayaan yang telah dirintisnya mulai d...