Bagian 32

106K 8K 828
                                    

Sidney masih tidak percaya jika saat ini keperawanannya telah hilang. Di umurnya yang baru sembilan belas tahun, ia sudah diberi kesempatan mencicipi bagaimana rasanya ketika dirimu menyatu dengan seorang pria. Dan hebatnya, pria itu adalah orang yang kau cintai dan mencintaimu. Semua itu jadi terasa sempurna.

Ia bahkan tidak menyesalinya sama sekali. Apa yang siang menjelang sore ini ia lakukan bersama Newt malah menambah daftar kebahagiannya. Ia hanya merasa ... sempurna. Apalagi saat penyatuan mereka, Newt begitu lembut memperlakukannya. Kalimat cinta juga berulang kali terlontar dari mulut pria itu, terasa sangat tulus ketika dia mengucapkannya.

Sidney meregangkan tubuhnya seraya membuka kedua matanya perlahan. Percintaan mereka meninggalkan rasa lelah tersendiri bagi Sidney karena itu merupakan pengalaman pertamanya. Jelas Sidney belum terbiasa dengan kegiatan tersebut sehingga ia harus beristirahat sejenak. Tidak seperti Newt yang sekarang sudah tidak tampak lagi di sekitarnya.

Mata Sidney yang sudah terbuka sepenuhnya menyipit tajam kala tubuhnya bergeser menghadap ke kanan dan menemukan Newt yang sedang berdiri memasang dasinya dengan tubuhnya yang sudah rapi dibalut oleh setelan kemeja yang dilapisi jas.

"Kau pasti bercanda, Newt," ucap Sidney dengan pandangan skeptis.

Newt mendongak, agak terkejut saat menyadari Sidney telah bangun dari tidur singkatnya setelah percintaan panas mereka. Ia pun meninggalkan kegiatan memasang dasinya hanya untuk menghampiri Sidney. Bibirnya menerbitkan seulas senyum ketika mengambil duduk di pinggir ranjang.

Menanamkan sebuah kecupan di dahi Sidney, Newt lantas berkata, "Aku tak bercanda, Sayang. Masih ada waktu satu jam untuk bersiap-siap."

Pupil mata Sidney membesar. Dengan sigap gadis itu mengubah posisinya menjadi duduk dengan kedua tangan yang ia gunakan untuk menahan bagian ujung selimut di dadanya yang dimanfaatkan untuk menutupi tubuh telanjangnya.

"Gaunku bahkan sudah kusut tidak keruan akibat perbuatanmu, Newt. Bagaimana aku bisa menghadiri pesta yang kau maksud malam ini juga."

"Hey." Suara Newt begitu lembut. Satu tangannya terangkat untuk merapikan rambut Sidney yang berantakan. "Kau tidak perlu khawatir soal gaun itu, aku sudah membelikan yang baru untukmu."

Lagi-lagi Sidney tak bisa menahan dirinya untuk tak membelalak penuh keterkejutan. "Secepat itu?"

"Kau seperti tidak mengenalku saja, Sid. Kau tahu orang kaya sepertiku bisa mendapatkan apa pun hanya dalam sekali kedip." Senyum pongah menghiasi wajah Newt, yang lantas dihadiahi dengusan sinis oleh Sidney.

"Ya, ya. Aku sangat amat mengenalmu, Tuan Super Kaya." Sidney mengatakan kalimat itu dengan malas dan putaran di kedua bola matanya.

Newt terkekeh pelan, lalu menarik hidung Sidney dengan gemas dan sedikit keras yang otomatis langsung mendapat pelototan horor dari gadis itu.

"Yang aku khawatirkan bukan soal gaun sialan itu, Sid. Tetapi apakah kau bisa berjalan dengan baik atau tidak. Maksudku, itu 'kan yang pertama untukmu. Aku takut kau kesakitan atau yah ... merasa tidak nyaman." Mata Newt melebar dan tampak serius.

Sidney tak bisa menahan senyumnya saat mendapat perhatian kecil dari Newt. Ia memang selalu merasa gugup luar biasa saat Newt berada sangat dekat dengannya atau bersikap manis padanya, tetapi mulai sekarang ia berusaha untuk mengontrolnya sebab bagaimanapun juga, hal seperti ini akan terus-menerus melekat di dalam hidupnya. Dengan catatan apabila mereka terus bersama selamanya—Sidney sangat mengharapkan hal itu tentunya.

"Ya, ini memang agak tidak nyaman, tetapi aku baik-baik saja."

"Kau harus tahu, Sid. Aku sangat tidak ingin memaksamu untuk datang ke pesta yang kumaksud malam ini juga. Hanya saja, aku ingin mengenalkanmu pada semua orang. Aku ing—"

The Billionaire's BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang