Chapter 9 : Beban dan Ketakutan

69 15 1
                                    

“Sudahlah. Selain itu, bukankah sudah kubilang untuk tidak berbicara formal kepadaku dan aku masih ingat kita sudah sepakat beberapa hari yang lalu kalau menggunakan pedang kayu hanya di area latihan.”

Mendengar perkataan Rizkiya, Noel terkejut dengan tiba-tiba. Ia mulai berkeringat ketakutan ketika mendengar perkataan Rizkiya itu. Menyadari jawaban dari pelayannya itu tak kunjung datang, Rizkiya menghembuskan nafas lelah. Karena ini bukan pertama kalinya Noel melupakan sesuatu yang penting.

“Akan ku pastikan kau menerima hukuman nanti.”

Mendengar hal itu dari Rizkiya, Noel menjadi tambah lesu. Rizkiya sendiri tersenyum ketika melihat ekspresi Noel.

“Aku hanya bercanda! Jangan dianggap serius,” Ucap Rizkiya sambil sesekali terkekeh melihat tingkah temannya itu.

Noel sendiri tampak lega mengetahui kalau Rizkiya hanya bercanda. Walaupun ia sendiri sudah sangat dekat dengan Rizkiya, tetap saja ia takut ketika tuannya itu memberikan hukuman padanya. Setelah puas menjahili Noel, Rizkiya membawa tas milik Aletha yang penuh dengan buku di kedua tangannya.

“Hari ini aku tidak ikut latihan dulu. Aku akan membaca buku-buku yang dibawa oleh Aletha di ruanganku,” Ucap Rizkiya sambil berlalu meninggalkan Noel.

“Pa-pangeran?” Panggil Noel.

Namun, Rizkiya tampak mengabaikan perkataan Noel dan pergi berlalu begitu saja. Noel kembali menepuk jidatnya untuk yang kesekian kalinya. Ia tidak tahu lagi bagaimana harus menghadapi sikap Rizkiya.

Pasalnya, ini bukan kali pertama Rizkiya membolos latihan. Daripada berlama-lama memikirkan hal yang telah terjadi, Noel lebih memilih untuk melakukan pekerjaan yang bisa ia kerjakan.

Di ruangannya, Rizkiya mulai membuka dan membaca buku yang dibawa Aletha satu persatu. Buku-buku itu cukup menarik baginya. Semua buku itu berisi berbagai macam legenda. Memang agak aneh bagi pangeran pertama dari kerajaan yang mengutamakan politik untuk menyukai hal-hal yang mengandung legenda atau mitologi-mitologi mistis lainnya.

Dia hampir membaca semua buku yang Aletha bawa. Penjaga Cahaya dan Penguasa Kegelapan, Serigala Hitam dan Suatu Desa, Peri yang bisa memecahkan permasalahan apapun jika ada tumbalnya, Malaikat Maut Musim Semi. Semua itu berisi legenda pada zaman dulu. Hampir seluruhnya bersifat fiksi. Karena, ia memang sangat menyukai sesuatu yang berbau fantasi.

Itu tidak mengherankan jika mengingat umurnya yang akan genap menjadi empat belas  tahun ini. Namun, beban yang dipikul oleh anak semuda itu tidak bisa dibayangkan. Rizkiya mempunyai rasa tanggung jawab yang besar, dia pasti akan menjadi pangeran yang hebat.

Tanpa ia sadari, ia telah terlelap di atas kasurnya. Membiarkan angin luar yang berasal dari jendela tidak tertutup di dekatnya itu menghempaskannya ke alam mimpi. Hingga ia terbangun saat keesokan harinya pada pagi hari.

"Hooahm."

Rizkiya menguap dengan mulut yang melebar layaknya kudanil. Dia seperti benar-benar sudah tertidur sangat lama. Dengan perlahan ia menoleh ke arah jendela yang terbuka. Matahari mulai terbit dari timur, mengeluarkan cahayanya yang membelah langit malam. Perlahan mulai terang.

"Aku harus menemui Aletha!" Ucapnya senang.

Sebenarnya Rizkiya sadar bahwa ia sudah tertidur hampir empat belas jam. Tapi, perasaan senangnya mengalahkan perasaan takut dihukum oleh orang tuanya karena menjadi tukang tidur. Lagipula masa hukumannya telah berakhir sejak kemarin.

Dia segera membersihkan diri di kamar mandi dan memakai pakaiannya yang sehari-hari. Setelah itu, ia segera pergi ke gerbang utama. Saat ingin membukanya, seseorang dari belakangnya memergokinya.

The Wolf & Prince - Tale of Two World [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang