Chapter 18 : Kenyataan yang Sulit diterima

58 12 1
                                    

"Rizkiya?" Tanyaku pelan.

Dan lelaki itu berbalik ke arahku dan berhadapan denganku.

"Tunggu sebentar ya?" Ucap anak lelaki itu sambil sedikit tersenyum.

Aku hanya bisa menunjukkan ekspresi heran di wajahku. Dan dengan cepat dia melesat menjauhiku dan menyerang segerombolan pria di depannya.

Dengan gesit ia melompat dari sisi ke sisi yang lain menghindari serangan benda tajam para pria itu. Walaupun beban yang dipikul lengannya lebih berat karena ia bertarung dengan sarung pedangnya yang masih menempel.

Yah, kutebak ia memang tak berniat membunuh mereka. Ia hanya membuat mereka kehilangan kesadaran mereka. Tapi, jika di lihat dari gerakannya, dia bukanlah anak lelaki biasa. Gerakannya itu sangat teratur, bahkan sekarang dia sudah mengalahkan setengah dari gerombolan lelaki itu.

Dia sangat mirip seperti Rizkiya. Ketika aku sibuk memikirkan semua kemungkinan yang terjadi, tiba-tiba anak lelaki itu berlari ke arahku dan segera menggenggam tangan kananku dan memaksaku berlari mengikutinya.

"Ada apa?" Tanyaku gugup. Yah, mungkin karena aku belum sepenuhnya yakin kalau dia adalah Rizkiya.

"Jumlah mereka terus bertambah, kita harus bersembunyi dulu," Jelas anak lelaki itu sambil terus berlari bersama denganku.

Sambil berlari bersama dengannya, aku terus memikirkan hal itu. Dari awal aku meragukan bahwa dia adalah Rizkiya sebelum pada akhirnya aku menyadari satu hal yang membuatku yakin bahwa dia bukanlah Rizkiya.

Kami berhenti di balik gerobak yang kebetulan sedang parkir disini. Dan aku sama sekali tidak berani membuka tudungku karena kini aku tahu dia bukanlah Rizkiya.

"Sepertinya sudah aman," Ucap lelaki itu sambil sesekali memastikan keadaan dengan beberapa kali menengok keadaan.

"Hei, ada yang ingin kutanyakan padamu," Tanyaku sambil bangkit berdiri sehingga posisiku lebih tinggi darinya.

"Tunggu, jangan berdiri dulu. Kita tida-"

"Kau, siapanya Rizkiya?" Tanyaku memotong ucapannya. Aku sudah tidak sabar ingin menanyakan hal ini.

"Kau bisa mengetahuinya ya?" Ucapnya sambil menghela nafas.

"Benar. Aku adalah Alexander Heron, adik dari pangeran pertama Rizkiya Heron," Jelas anak lelaki yang sangat mirip Rizkiya yang ternyata bernama Alexander Heron itu.

"Lalu, dimana sekarang kakakmu, Rizkiya?"

"Biar kutanya dulu apa hubunganmu dengan kakakku," Ucap Alexander Heron itu dengan tegas.

"Hubungan? Cepat beritahu sa-"

"Aku tidak bisa percaya sepenuhnya pada penghuni dunia lain."

Mendengar itu, aku segera merapihkan tudungku yang hampir terbuka. Tidak ku sangka, dia bisa mengetahui identitasku dengan cepat. Dan dia sama sekali tidak takut dengan mata dan penampilanku.

"Baiklah, akan kuberitahu."

"Aku adalah salah satu teman Rizkiya. Alice Ercilia. Seperti yang telah kau katakan, aku bukanlah masyarakat dunia ini. Lalu, Rizkiya berjanji akan membantuku kembali ke dunia asliku. Apa itu sudah cukup?"

"Cukup. Tapi, kau tak bisa menemuinya."

Aku segera emosi ketika dia bilang aku tak bisa menemuinya. Aku sudah mengungkapkan identitas diriku. Tapi, kenapa dia masih saja melarangku menemuinya. Apa telah terjadi sesuatu dengan Rizkiya?

"Apa maksudmu? Bawa aku ke Rizkiya sekarang."

"Kau tak akan bisa menemuinya lagi."

Baik, ini benar-benar menjengkelkan. Ada apa dengan anak lelaki ini? Walaupun dia adalah adiknya, tetap saja ini tidak masuk akal. Kalau dia melarang sahabat kakaknya sendiri untuk menemui kakaknya, pasti telah terjadi sesuatu.

“Cukup! Aku akan menemuinya sendiri!” Ucapku kesal sambil berjalan mendahului anak lelaki yang menyebut sebagai adik Rizkiya itu.

Lagipula kenapa aku harus mendapat ijinnya untuk menemui Rizkiya? Walaupun dia adalah adiknya sekalipun, dia tidak berhak memutuskan kalau aku dapat menemuinya atau tidak kan? Dengan mengabaikan perkataannya, aku kembali melangkahkan kaki menuju kerajaan yang semakin dekat.

“Kau sendiri sudah mendengar rumor yang beredar kan?”

Aku berhenti melangkahkan kaki dikala mendengar ucapannya. Tanpa menatap wajahnya dan membelakanginya, aku berhenti melangkah. “Hah?”

“Kerajaan kalah perang, wilayah perbatasan telah bergeser. Kau pasti sudah mendengar rumor-rumor semacam itu kan?”

Aku kembali membalikkan tubuhku hingga sepenuhnya menghadap ke laki-laki itu. Memang benar aku sudah mendengar rumor itu. Tapi, aku tidak tahu apa rumor itu benar atau tidak. Kurasa aku akan menanyakannya.

“Apa maksudmu?”

“Rumor itu benar. Prajurit kerajaan Eijinoma dibantai habis. Kami tidak mempunyai pilihan lain selain menyerah dan menandatangani perjanjian damai bersyarat.”

Perkataannya membuatku terkejut setengah mati. Aku tidak ingin mendengarnya. Selain itu, Rizkiya adalah pangeran dari kerajaan Eijinoma. Rizkiya baik-baik saja kan?

“Hah? Tapi, Rizkiya, dia baik-baik saja kan?”

"Kau tak bisa menemuinya...karena...dia telah tiada di dunia ini, maupun dunia lainnya."

Aku pun terkejut setengah mati dengan pernyataan singkatnya itu. Entah kenapa, hatiku seperti hancur setelah mendengarnya. Padahal hanya sebuah kalimat pendek yang terdiri dari beberapa kata.

"K-kau hanya bercanda, kan?"

Aku akan sangat bersyukur jika ia mengatakan 'ya' dan aku akan memaafkan candaannya itu.

"Aku serius. Dia telah gugur bersama dengan pasukannya dalam perang yang terjadi 2 tahun yang lalu," Ucapnya sambil menundukkan kepalanya sendiri. Aku tidak melihat wajahnya yang ia tundukkan kebawah, tapi aku melihat beberapa tetes air mata di tanah di dekatnya.

"I-itu bohong kan? Pa-padahal kami sudah berjanji," Ucapku dengan terbata-bata.

"Katakan padaku kalau itu hanya candaan?!" Bentakku padanya. Aku tidak bisa menerimanya jika dia menyatakan kalau Rizkiya telah meninggal.

"Jawab aku!" Ucapku sambil menarik bajunya.

Dia, adik Rizkiya menampakkan wajah sedih. Bahkan, air mata sudah mulai mengalir dari matanya. Itu membuat hatiku semakin sakit. Aku melepaskan tarikanku.

Lalu aku berlari meninggalkannya seorang diri. Terus berlari sambil memegangi tudung yang menutupi kepalaku ini. Tanpa kusadari, perlahan kurasakan cairan hangat membasahi pipiku.

Aku tidak akan pernah bisa menerima kenyataan ini! Dia sudah berjanji padaku! Kenapa dia malah meninggalkanku?

"Bagaimana kalau kita membuat janji?"

Saat-saat terakhirku bersama dengannya kembali muncul di pikiranku. Disaat ia membuat janji denganku untuk bertemu lagi.

Aku sudah tidak peduli lagi dengan banyaknya teguran yang ditujukan padaku akibat sifat ketidak hati-hatianku. Aku hanya bisa terus menarik tudungku hingga hampir menutupi seluruh wajahku.

"Ya, janji kalau kita akan bertemu kembali setelah ini selesai."

Aku berlari tak tentu arah. Hingga aku terjatuh akibat tersandung batu di sebuah lorong gelap. Tak ada satu pun orang yang ada di lorong itu. Dan aku bisa sepuasnya menangis disini. Mengeluarkan seluruh kesedihanku. Berteriak tanpa ada yang menegurku.

###

Catatan Penulis :

★Chapter 18 update★

"NONE"

☞Sampai jumpa di chapter selanjutnya☜

The Wolf & Prince - Tale of Two World [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang