Chapter 1 : Tangisan Sang Iblis

243 27 19
                                    

Kini langit telah berubah warna menjadi oranye bertanda kalau malam akan segera tiba. Jelas sekali di ujung ufuk barat sana mentari secara perlahan tenggelam. Semua tampak sama seperti tenggelamnya mentari di hari-hari biasa.

Namun, kini pemandangan itu sedikit berubah. Kalau biasanya di langit hanya akan ada gumpalan awan yang terlihat saling mengejar, kini kepulan asap tebal ikut menghiasi langit sore.

Kejadian itu terjadi di sebuah desa yang wilayahnya di kelilingi oleh hutan. Sang jago merah dengan rakusnya melahap apa yang ada di hadapannya. Karena pedesaan yang seluruh rumahnya terbuat dari bahan mudah terbakar seperti kayu, itu memudahkan api dengan cepat merambat.

Tak hanya itu, pemandangan makin diperburuk dengan banyaknya bercak dan tetesan darah dimana-mana membuat pedesaan itu terkesan mengerikan dan mengenaskan.

Tak ada lagi canda tawa yang biasanya terdengar dari anak-anak yang bermain bersama di sore hari. Semua canda tawa itu berubah menjadi jerit tangis yang benar-benar mengerikan. Suara dentuman antar logam pun kerap terdengar walaupun samar-samar. Tubuh-tubuh tanpa nyawa tergeletak di jalanan tak satu dua saja. Benar-benar pemandangan yang mengenaskan.

“Ibu? Ayah?”

Diantara kobaran api yang melahap seluruh desa dan hutan disekitarnya, seorang gadis kecil tampak kebingungan dan ketakutan. Ia terus berjalan tanpa arah sembari terus meneriaki kedua orang tuanya.

Kedua mata merahnya terlihat makin memerah dan bengkak karena terlalu banyak menangis. Darah terus menetes dari dahinya yang terluka. Namun, gadis itu tak lagi memperdulikan luka yang dimilikinya. Ia hanya ketakutan sekarang.

“♪ Ketika Cahaya menghilang ♫ Ketika dunia berakhir ♪ Akankah kau menyelamatkanku? ♪ ”

Kedua telinga serigala di atas kepalanya segera merespon ketika mendengar suara lain yang terdengar seperti nyanyian. Karena penasaran, gadis bermata merah itu berjalan ke arah dimana suara nyanyian itu berasal.

“♪ Jika semuanya hanya kepalsuan, setelah semuanya menghilang, ♪ terulangnya dunia yang fana ♪.”

Sang gadis bermata merah itu akhirnya menemukan asal nyanyian yang ia cari tepat di depan pintu masuk hutan tak jauh dari desa. Di hadapannya terlihat seorang gadis kecil yang tampak seumuran dengannya dan memiliki surai yang sama warnanya dengan miliknya, kuning gelap. Keduanya pun sama-sama memiliki kedua telinga dan ekor serigala.

Tampak seperti melihat pantulan sebuah cermin, selain penampilan fisik termasuk wajah, pakaian yang dipakai oleh kedua gadis itu juga sama persis. Hanya iris matanya yang berbeda dimana sang gadis bermata merah memiliki warna mata merah terang dan gadis misterius yang ditemuinya itu memiliki warna mata hitam gelap.

Selain warna mata, ekspresi mereka berdua pun terlihat sangat kontras. Sang gadis bermata merah terlihat sedih. Sedangkan gadis misterius itu terlihat tersenyum tanpa ada kesedihan sedikitpun di kedua matanya sambil melihat pemandangan desa mereka yang terbakar.

Diantara kobaran api itu pun terlihat beberapa orang tengah beradu pedang dengan armor lengkap layaknya prajurit kerajaan. Satu-satunya yang membedakan mereka hanyalah ekor dan telinga serigala. Kedua jenis ras itu saling menjatuhkan dengan cara pertarungan.  Pertumpahan darah pun tak terhindarkan.

“Bodoh sekali ya? Manusia itu,” Ucap gadis misterius itu tiba-tiba.

Mendengarnya, gadis bermata merah itu pun hanya menatap sang gadis misterius dalam diam tanpa mengatakan apapun.

“Mereka membunuh untuk mendapatkan. Tidak peduli walau bahkan hal itu merugikan ras lainnya.” Ucap gadis misterius itu sambil tersenyum. “Pradisia yang mencoba mempertahankannya juga bodoh. Padahal mereka bisa mengalah dan pergi serta bisa membuat lagi yang baru. Tapi, mereka malah mencoba mempertahankan.”

The Wolf & Prince - Tale of Two World [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang