Chapter 12 : Kisah Pengkhianatan

25 6 0
                                    

Dulu, pernah ada seorang anak perempuan yang seumuran dengan Alice mencoba untuk mendekatinya. Dia mencoba untuk berinteraksi dengan Alice.

Saat itu, langit berwarna oranye menandakan kalau cahaya matahari akan segera hilang digantikan dengan cahaya sang rembulan.

Alice sedang duduk di sebuah bukit rendah tak jauh dari rumah sendirian sambil menatap matahari tenggelam. Di saat itu juga, ia menghampiri Alice.

"Kenapa kau sendirian disini?"

Mendengar itu tiba-tiba, Alice menjadi terkejut. Ia segera menoleh ke sumber suara dan menemukan seorang anak perempuan lain.

"Kau sendiri? Kenapa kau dengan beraninya mendekati Alice?" Ucap Alice mengembalikan pertanyaannya dengan berusaha bersikap sedingin mungkin agar anak itu pergi.

"Kenapa harus takut? Kau sama sekali tidak menakutkan kok."

Betapa terkejutnya Alice saat itu ketika mendengar jawaban anak disampingnya.

"Dari semua perkataanmu, kau memanggil dirimu sendiri dengan nama Alice, apa itu namamu?" Tanya gadis itu.

Alice hanya menganggukkan kepala untuk merespon pertanyaannya.

"Sebenarnya begini, aku ingin mengundangmu untuk pergi piknik besok. Orangtuaku tidak bisa menemaniku. Maukah kau menemaniku piknik besok? Di tempat ini," Tawar gadis itu.

Tanpa memberikan kesempatan untuk Alice bicara, gadis itu kembali bicara.

"Oh iya, namaku Filma. Salam kenal! Kalau begitu kutunggu di tempat ini besok ya!" Ucap gadis itu sambil berlari meninggalkan Alice.

Jauh di dalam lubuk hatinya, Alice merasa bahagia. Namun, saat itu ia belum tahu kalau hal itu bukanlah hal yang baik. Tak lama setelah Filma pergi, Alice-pun pulang dan menceritakan pengalamannya hari itu kepada ibunya. Tapi, bukannya mendukung, ibunya malah merasa khawatir. Karena Alice yang bersikeras untuk pergi, akhirnya ibunya mengizinkannya.

Hari yang ditunggu telah tiba. Dengan berpakaian rapih, Alice pergi ke tempat yang disepakati. Namun, ketika tiba disana, ada banyak anak lain yang berkumpul disana. Ketika Alice mendekat, mereka segera menjauh dari Alice sambil kembali melempari batu di sekitar mereka.

Bisa Alice lihat diantara mereka terdapat Filma. Sambil menahan sakit, ia berusaha untuk berbicara kepadanya. Karena yang tahu kalau ia akan ke tempat ini hari itu hanyalah Filma.

"Filma! Apa kau yang melakukan ini?"

Filma segera mengubah moodnya setelah mendengar Alice. Menatapnya layaknya sampah dari atas sana.

"Coba saja kau pikir sendiri, Iblis."

Alice sangat terkejut dengan jawabannya. Begitu menusuk hati.

"Bagaimana dengan piknik kita? Kita sudah janji kan?

"Piknik? aku sengaja memancingmu kesini. Ini adalah pelajaran untukmu bahwa makhluk iblis sepertimu tidak pantas berinteraksi dengan kami!"

Alice masih shock dengan jawaban Filma. Tanpa memperdulikan dirinya sendiri yang sudah luka-luka karena lemparan batu, Alice menatap Filma tak percaya.

"Dengar ya, dari awal aku tidak berniat menjadi temanmu! Kau terlalu mudah mempercayai orang lain! Bahkan dengan orang yang baru kautemui!"

Disaat itu, Alice menyadari sesuatu. Yang dikatakan Filma adalah benar. ia terlalu mudah mempercayai orang lain dan dengan mudahnya mempercayai Filma walau baru bertemu kemarin. Setiap buku pasti ada sampulnya. Dan kita tidak akan tahu isi buku itu kalau tidak membuka sampulnya.

Alice terlalu naif. Padahal ibunya juga sudah memperingatkan. Yang bisa ia percayai hanyalah ibunya seorang. Alice kembali menatap Vilma dengan mata yang tidak disukainya itu sambil tersenyum.

Ini seharusnya mudah. Alice hanya harus menyingkirkan semua orang seperti Vilma. ia kembali melangkahkan kaki ke arah mereka. Mereka mulai ketakutan melihat sikapnya.

"Ali-"

Alice mendengar suara tidak jelas di dalam pikiran, namun ia lebih memilih mengabaikannya dan terus melangkah ke arah mereka yang ketakutan.

'Itu benar! Alice hanya harus-'

"Alice!"

Suara yang sempat terpotong itu ternyata memanggil namanya. Segera saja rasa pusing menjalar di kepala dan berikutnya Alice kehilangan kesadaran.

***

"Hah!"

Alice segera terbangun dengan terkejut. Di sampingnya, sudah ada Rizkiya. Ia tampak sangat khawatir.

"Apa kau baik-baik saja? Alice?"

Alice menatap wajah anak lelaki bernama Rizkiya itu. Seperti yang ia katakan, ia benar-benar datang hari ini. Dan lihat kotak itu, ia benar-benar membawakan Alice makanan.

'Lihat ekspresinya. Topeng apa yang sedang digunakannya? Alice penasaran' - pikir Alice.

"Alice baik-baik saja."

"Apa kau yakin?"

"Ngomong-ngomong, kenapa kau datang kesini lagi?"

"Tentu saja, membawakanmu makanan," Kata Rizkiya sambil menunjukkan sebuah kotak bekal yang di bungkus dengan plastik berwarna putih polos.

"Padahal, sudah Alice bilang jangan kembali lagi," Kata Alice mengulangi kata-kata yang sudah ia ucapkan kemarin.

"Lalu siapa yang akan membawakanmu makanan?" tanya Rizkiya dengan heran.

Mendengar itu Alice tak lagi bisa menjawab. Sejenak Rizkiya menatap lingkungan sekitar tempatnya duduk.
Sambil mencari tempat yang bagus untuk memakan bekal, Alice dan Alex juga banyak mengobrol. Walaupun di semua obrolan, Alice sangat pendiam.

Setelah sekian lama berjalan, akhirnya mereka menemukan tempat yang bagus untuk di tempati. Di bawah sebuah pohon yang rindang dan sejuk. Selesai Alice memakan semua makanan yang dibawa Rizkiya, mereka sedikit mengobrol.
Di sela-sela obrolan mereka, Alice kembali menatap Rizkiya curiga.

"Di dunia ini, banyak orang yang menggunakan topeng dan bermacam-macam pula wajah dibaliknya. Dari yang kuamati sejauh ini, ada yang menunjukkan wajah kebencian, kecurangan dan kemarahan."

"Jadi, wajah seperti apa yang ada di balik topengmu sekarang ini, Rizkiya Heron?"

The Wolf & Prince - Tale of Two World [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang