2 - Babeh

322 36 20
                                    

Kehidupan baru yang jauh dari keluarga dimulai. Hans jelas pantang pulang di dua minggu pertama. Dia berniat untuk pulang ke rumah setelah satu semester atau bahkan satu tahun nanti. Menurutnya itu sangat laki-laki, tipikal laki-laki mandiri asal kota metropolitan. Sebenarnya Hans mempunyai tujuan lain. Kota Bandung itu terkenal dengan surga kuliner dan tempat hits-nya. Jadi, dia tidak pulang untuk hunting foto di tempat-tempat hits itu dan menyantap makanan unik bersama Doni. Ini juga salah satu langkah besar untuk menambah follower media sosialnya agar mendapatkan endorse dari online shop favoritnya.

"Kosan lo enak juga ya. Aku mah ga pernah nge-kos da." Doni baru pertama kali masuk ke dalam kosan babeh Taufik. Dia sekarang sedang ada di kamar Hans, menunggunya yang sedang bersiap-siap.

"Mama? Uda? Lo ngomong apa deh, Don?" Hans sebelumnya tidak pernah berbicara dengan orang Sunda seperti Doni. Jadi dia sedikit roaming saat mendengar kata-kata asing itu dari mulut Doni.

"Gimana atuh? Gue susah jelasinnya ke kamu. Bukan mama sama uda itu teh." Doni juga mulai kesulitan mengobrol dengan Hans.

"Loh jadi itu tadi artinya teh? Ini teh susu?" Hans menirukan salah satu iklan susu kental manis yang menggunakan kata yang diucapkan Doni.

Biasa menggunakan Bahasa Sunda di rumahnya, sekarang Doni harus memakai Bahasa Indonesia sepenuhnya. Dia jadi bingung harus memakai Bahasa Indonesia seperti saat di sekolah atau menggunakan gaya anak Jakarta. Kadang menggunakan aku-kamu, kadang menggunakan gue-lo seperti Hans. Belum lagi sebagai orang Sunda, dia tidak bisa lepas dari pemakaian kata-kata teh, mah, da, atuh, dan bahasa Sunda lainnya. Itu sudah bentuk baku dari sananya.

Setelah berganti pakaian sampai dengan sepuluh kali, Hans akhirnya sudah siap untuk pergi. Kelihatannya Doni sudah mulai sedikit memejamkan matanya dan menguap karena ngantuk. Hanya untuk sehelai kaos putih, celana panjang berwarna gelap, dan topi warna-warni, Hans menghabiskan waktu sampai satu jam. Ditambah lagi saat Doni sudah mulai berdiri di pintu luar, Hans mulai bingung memilih sepatu mana yang akan dia pakai.

"Lama pisan ih Hans. Buruan atuh, gue udah ngantuk." Doni mulai mengerucutkan bibirnya melihat Hans yang sibuk memilih sepatu.

"Sabar. Gue kan harus pake kostum yang matching biar bagus buat dimasukin ke IG." Kata Hans yang sedang memegangi dua pasang sepatu. Dia menempelkan sepatu itu ke kaos putihnya, mencocokkan warnanya, lalu akhirnya dia memilih sepatu itu.

Saat Hans dan Doni mulai berangkat, di luar tampak babeh Taufik datang. Penampilan babeh di siang hari ini jauh berbeda dengan dua anak muda itu. Babeh mengenakan sarung kotak-kotak merah cap badak duduk dengan atasan kaos singlet putih yang sudah bolong-bolong di bagian perutnya. Tidak lupa peci hitam dengan kacamata plus untuk memaksimalkan penampilan casual outfit-nya babeh Taufik. Hans tidak memperdulikan penampilan babeh Taufik, dia memilih untuk pura-pura tidak melihatnya. Doni membungkukkan sedikit badannya sambil tersenyum, menahan tawa lebih tepatnya. Babeh Taufik pun kemudian menyipitkan matanya ke arah Hans.

"Hei anak Jakarta. Hayu masuk dulu, babeh mau ngomong." Babeh Taufik menggaruk-garuk bagian kaosnya yang bolong di perutnya.

"Ada apa, beh? Hans sudah bayar." Hans tampak bingung, kenapa babeh Taufik tiba-tiba mendatanginya. Dia yakin sudah membayar kosan untuk satu tahun ke depan.

"Masuk we dulu. Temennya tunggu di luar ya." Babeh Taufik masuk ke kosan diikuti Hans, sambil garuk-garuk perut.

Babeh Taufik dan Hans duduk berdua di ruang tengah. Kedua tangan babeh diletakkan di lututnya. Dia menarik nafas dalam-dalam, berusaha untuk tenang. Hans memperhatikan gerakan babeh Taufik. Gerakannya menular sampai Hans juga jadi ikut menarik nafas dalam-dalam. Doni yang mulai mengantuk di luar, akhirnya menyenderkan badannya di depan pintu kosan. Lalu secara tidak sengaja, Doni mendengar pembicaraan babeh dan Hans.

DaydreamerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang