19 - Spesial Sugeng

107 16 10
                                    


Senyuman ramah dari siang hari sampai malam hari terpancar dari wajah tampan seorang penjual sate. Makan sate di bawah tenda yang panas terasa sejuk tiap kali melihat senyumannya. Tidak perlu pergi jauh-jauh ke kafe dengan dekorasi artsy untuk berfoto, cukup berfoto selfie saja dengan si penjual sate untuk mendapatkan ribuan likes di IG. Sugeng Tomo namanya, anak penjual sate asli dari Madura yang kini merantau di Bandung bersama ayahnya. Seorang anak desa yang selalu tersenyum, pekerja keras, dan rajin menabung untuk masa depan.

Sesekali Sugeng melihat layar HP barunya sambil tersenyum hangat. Ayahnya menggelengkan kepala, tapi senang juga melihat anak tampannya itu bahagia. Senyuman Sugeng memang ampuh untuk meluluhkan hati orang-orang di sekitarnya. Sugeng sibuk melihat HP-nya bukan untuk menelpon pacarnya, tapi dia sibuk menulis kutipan-kutipan bijak di buku nota bekas. Katanya tulisan-tulisan itu dia simpan untuk caption di foto IG-nya. Sekarang Sugeng sudah punya akun IG!

Walau sibuk, Sugeng tidak melupakan cita-citanya untuk menjadi seorang rapper seperti idolanya, mbak Dinada. Tidak mudah untuk melafalkan ritme rap yang cepat untuk lidah Sugeng yang terbiasa bicara pelan. Belum lagi, Sugeng harus menulis liriknya sendiri. Inilah hal tersulit yang membuat mimpi Sugeng terasa sangat jauh. Kehidupan Sugeng jauh sekali dari drama kehidupan, seperti perasaan tertekan dan diremehkan yang biasa dijadikan tema lirik lagu rap. Mungkin ini bisa jadi terobosan baru untuk Sugeng, menjadi seorang rapper dengan lirik lagu tentang indahnya kehidupan.

"Lek, kamu kepingin dadi Wong Lex toh? Bapak ndak dukung toh lek." Ayah Sugeng memergoki anaknya yang tidak sengaja mengklik video Wong Lex, rapper yang sedang ramai diperbincangkan.

"Ndak, pak. Iki aku kepijit toh. Kepingin dadi kayak mbak Dinada, aku tuh." Sugeng langsung mengklik video mbak Dinada.

"Woalah, lanjutin jualan sate bapak toh lek. Dadi artis ora enak." Ayah Sugeng tampak tidak suka dengan impian anaknya untuk menjadi seorang rapper.

"Iyo, pak. Aku iki mau dadi tukang sate yang isoh nge-rap toh, pertama di Indonesia." Sugeng tersenyum ramah, berusaha membujuk ayahnya.

"Karepmu lek. Bapak ora setuju. Kamu kudu lanjutin jualan bapak toh." Ayah Sugeng lalu kembali sibuk menyiapkan sate, meninggalkan Sugeng yang sedang berjongkok dengan HP-nya.

"Bapak ora ngertiin aku." Sugeng untuk pertama kalinya, cemberut.

Sebenarnya ayah Sugeng sedang pura-pura tidak mendukung impian Sugeng. Di balik gerobak satenya, ayah Sugeng tertawa kecil saat melihat untuk pertama kalinya, anaknya itu bersedih. Hari ini adalah hari ulang tahun Sugeng, jadi ayah Sugeng sengaja membuat Sugeng marah seharian. Diam-diam, ayah Sugeng sudah menyiapkan kejutan untuk Sugeng. Karena tidak tahan melihat Sugeng yang bersedih, kejutan yang tadinya akan diberikan di kontrakan nanti malam, jadi diberikan saat ini juga.

"Lek, sugeng tepang warsa (selamat ulang tahun)." Ayah Sugeng memberikan sesuatu pada Sugeng.

"Eh? Matur nuwun, bapak!" Sugeng yang sedang murung berubah menjadi ceria lagi. Senyuman yang sempat mengerucut itu kini mengembang lagi. Kedua tangannya menerima bungkusan nasi kuning dari ayahnya dengan hati yang ikhlas.

"Kok ndak bikin nasi tumpeng yo, pak? Hehe." Sugeng tersenyum ramah saat mencicipi sesuap nasi kuning dari bungkusan di tangannya.

"Aduh, kamu toh, syukur bapakmu iki masih beliin nasi kuning. Malah minta tumpeng." Ayah Sugeng menggelengkan kepalanya heran dengan anaknya yang ramah ini.

DaydreamerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang