Setelah cukup istirahat selama beberapa hari, Sugeng akhirnya sembuh. Senyuman ramahnya kembali menghiasi tenda Sate Madura Mas Sugeng di pinggir jalan. Hans dan Doni menemani Sugeng, bukan untuk berjualan, tapi untuk makan di sana. Pesona Hans, Doni, dan Sugeng menarik perhatian orang-orang yang lewat untuk ikut mengantri di tenda itu. Ayah Sugeng tampak senang sekali karena pundi-pundi uangnya semakin penuh. Sugeng juga senang sekali karena tangannya makin berotot, terlalu lama mengipasi sate.
Tapi ada yang hilang dari hidup Sugeng selama berjualan sate di Bandung. Mungkin karena tendanya selalu ramai pengunjung, para pengamen jadi kesulitan untuk menerobos masuk ke dalam. Sugeng sudah lupa dengan lagu-lagu beritme cepat yang biasa didengarnya waktu berjualan di Madura dulu. Untuk mengobati rasa kekosongan di hatinya itu, Sugeng memasang radio di tendanya. Ini saran dari Doni, selaku perwakilan remaja Bandung kekinian.
"Tempat makan jaman nows mah ada lagu-lagunya, mas." Doni mengacungkan jempolnya saat Sugeng mulai menyalakan radio di atas gerobak satenya.
"Iyo toh, mas. Aku dadi kangen jualan di Madura banyak penyanyinya." Sugeng tersenyum ramah pada Doni, lalu melanjutkan lagi membakar sate.
"Terus itu, mas. Harus ada photobooth atau ya background yang artsy buat upload foto ke IG." Hans menunjuk-nunjuk Sugeng dengan tusuk satenya dari jauh, sambil sibuk mengunyah.
"Ngomong opo toh mas Hans? Aku ora mudeng, mas." Sugeng tersenyum ramah ke Hans sambil menggaruk-garuk rambutnya.
"Ada tempat buat foto-foto gitu, mas maksudnya Hans teh." Doni kemudian berjalan menghampiri Sugeng, untuk membantunya membalik sate yang hampir gosong.
"Hati-hati toh mas Sugeng, hampir gosong ini teh." Lanjut Doni sambil tertular logat Madura-nya Sugeng.
Terdengar tembang Sunda dari radio yang dinyalakan oleh Sugeng. Ini bukan musik yang biasa dia dengar dulu waktu di Madura. Lagu-lagu berbahasa Sunda ini ritmenya sangat lambat, cenderung melankolis. Doni refleks menyalami para pengunjung yang sedang makan sate di sana. Ini karena lagu-lagu Sunda itu mengingatkan Doni tiap kali dia pergi ke acara pernikahan saudara-saudaranya di Bandung. Lagu yang selalu diputar di acara pernikahan dengan adat Sunda.
Pengunjung yang sedang makan tentu saja senang, sampai ada yang teriak-teriak karena disalami oleh Doni. Beberapa pengunjung memotret Doni dengan HP-nya bahkan sampai ada yang meminta foto bareng. Hans melihat aksi Doni ini, lalu jadi ingin ikut melakukannya juga. Dengan cara ini, Hans berharap follower IG-nya bisa meningkat drastis seperti jumlah Kabogoh Doni yang sudah ada akun fansclub-nya sendiri. Tentu saja siapa yang menolak disalami orang tinggi berambut pirang dan berkulit cerah ini. Mereka mengira Hans ini orang luar negeri yang sedang berwisata kuliner di Bandung.
"Foto bareng, together mister." Kata salah seorang pengunjung yang masih mengenakan seragam SMA kepada Hans.
"Dia mah orang Jakarta kok. Ga perlu pake Bahasa Inggris, neng." Doni memberitahu anak SMA itu sambil tertawa kecil. Anak SMA itu pun langsung jatuh pingsan karena tawa Doni yang menggemaskan.
"Aduh, kasihan mbaknya. Minum dulu toh, mbak." Sugeng dengan sigap membawakan gelas berisi air putih ke anak SMA yang jatuh pingsan tertunduk di atas meja itu.
Suasana di balik tenda pun menjadi kacau saat pengunjung yang lain ikutan pingsan melihat ketampanan Sugeng yang bertambah karena keringat yang bercucran di dahinya. Belum lagi Sugeng menggulung lengan kaos garis-garis merah-putih-nya, sehingga otot-otot lengannya yang kuat membuat orang salah fokus. Ayah Sugeng pun jadi bingung, lalu meminta Doni dan Hans untuk pulang saja, dan menutupi lengan Sugeng dengan jaketnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Daydreamer
FanficYou're not a daydreamer~ JBJ dengan cita rasa lokal: Donghan as Doni Taehyun as Taufik Yongguk as Yogi Hyunbin as Hans Sanggyun as Sugeng Kenta as Kevin