12 - Lelah

122 19 3
                                    

Drama konser JBJ di Tangerang belum selesai. Penonton yang sudah masuk ke dalam venue dikumpulkan terlebih dahulu di belakang pagar pembatas. Mereka harus menunggu lagi beberapa jam dan tidak bisa pergi keluar venue. Sugeng tidak tahan ingin pergi ke toilet karena terlalu banyak minum sebelum masuk venue. Dia harus mengantri untuk masuk ke dalam toilet. Antriannya sangat panjang seperti jarak Jakarta ke Surabaya mengendarai kereta malam. Sugeng pun harus bersabar dan bertawakal.

Waktu menunggu itu sebenarnya bertujuan agar penonton menghabiskan uangnya untuk jajan di foodtruck dan penjual minuman yang telah mendaftar ke promotor. Doni yang sudah makan Nasi Padang sebelumnya, masih merasa sangat lapar. Dia sekarang sedang dilema karena harga makanan di sana paling murah itu lima puluh ribu rupiah. Belum lagi harga minumannya yang tak kalah mahal. Harga segelas kecil air mineral itu sama dengan harga ongkos kirim paket dari Jakarta ke Bandung. Doni tidak punya uang untuk membeli makan sekaligus minum, karena hanya ada satu lembar berwarna biru di dalam dompetnya.

Untung saja ada Hans yang sangat peka dengan kebutuhan teman-temannya. Tidak banyak bicara, Hans meminta Kevin untuk mengantri di barisan foodtruck Ayam Taliwang sambil menyelipkan tiga lembar uang berwarna merah ke tangannya. Lalu Hans meminta Yogi untuk mengantri di barisan minuman tanpa menyelipkan uang. Bukan pilih-pilih, uang Hans hanya sisa tiga lembar yang sudah diberikan pada Kevin. Yogi pun akhirnya hanya membeli tiga gelas air mineral karena uangnya tidak cukup. Sementara Kevin berhasil membeli dua porsi Ayam Taliwang tanpa nasi karena harga nasi terpisah dan uangnya tidak cukup.

"Hans! Ai sia (lo tuh) kenapa beli Ayam Taliwang? Mahal euy!" bentak babeh Taufik sambil menjitak kepala Hans.

"Ga apa-apa atuh, beh. Harusnya kita teh ngucapin terima kasih sama Hans yang udah bayarin." Timpal Doni sambil mengelus-elus kepala Hans. Babeh Taufik menghela nafas pelan, mencoba mencerna kalimat positif dari Doni.

"Ya sorry, beh. Daripada kita beli kentang goreng harganya lima puluh ribu tapi ga kenyang. Mending ayam satu ekor, kan?" Hans mengelus-elus kepalanya yang masih terasa sakit.

"Yes! Asal ayam aja aku mah suka." Doni menjilati bibirnya sambil membayangkan ayam di depan mejanya.

"Tapi kan percuma atuh ga pake nasi mah apa?" Babeh memasang wajah cemberut dengan urat yang menonjol di dahinya.

"Kan tadi udah makan Nasi Padang, beh." Hans berusaha sabar sambil mengelus dada.

Di tengah perdebatan tentang makanan, tiba-tiba datang sekumpulan anak perempuan yang kelihatannya masih di bawah umur. Mereka menempati kursi kosong di sebelah Doni dan di depan Hans. Kursi-kursi kosong itu sebenarnya sudah ditandai oleh Hans untuk Yogi, Kevin, dan Sugeng. Karena Hans itu seorang laki-laki dewasa, dia tidak meributkan kursi yang ditempati anak-anak perempuan itu. Tapi babeh Taufik marah-marah, mengusir mereka dari kursi, sehingga terjadi keributan kecil yang membuat Hans dan Doni malu.

"Ih, udah tua tapi ga ngalah. Malu keles!" kata salah satu anak perempuan itu sebelum meninggalkan meja babeh Taufik.

"Sabodo teuing! (Bodo amat!)" Teriak babeh Taufik dengan urat-urat mengencang di lehernya.

"Sudah, beh. Sabar. Malu atuh sama anak kecil, cewek lagi." Doni menahan tangan babeh yang sudah mengepal keras, seperti hendak menjitak anak perempuan tadi.

"Lo rese kalau lagi laper." Hans menirukan kalimat dari sebuah iklan snack di TV sambil menyipitkan mata pada babeh Taufik.

Setelah menunggu sekitar setengah jam, Yogi pun datang membawakan minuman. Karena hanya ada tiga gelas, babeh yang sudah kehausan karena marah-marah, terpaksa minum sedikit sekali. Lalu lima belas menit kemudian, Kevin datang membawa dua porsi Ayam Taliwang yang aromanya membuat perut bernyanyi. Doni sampai memejamkan matanya, dengan tangan yang bergerak sendiri menyentuh ayam itu, memindahkannya ke dalam mulutnya. Mereka mulai makan bersama dengan tenang.

DaydreamerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang