Eun Jo masih berusaha melepaskan diri dari dekapan Jae Joong yang justru makin erat. Dia bahkan tidak bisa melirik jam beker yang berada di atas nakas. Perkiraannya, sekarang sudah lewat pukul enam pagi. Pukul delapan nanti pesawat Jae Joong akan berangkat. Tapi, pria ini masih bergelung di balik selimut bersamanya di tempat tidur.
"Kau bisa terlambat kalau tidak segera bersiap-siap." Entah sudah berapa kali Eun Joo mengingatkan. Dan selalu dibalas dengan deheman singkat oleh suaminya.
"Kim Jae Joong," panggilnya mulai kesal.
Pria yang dipanggil malah semakin menenggelamkan kepala Eun Joo dalam pelukannya. Menciumi rambut hitam istrinya berulang kali.
"Aku tidak mau berpisah darimu," akhirnya Jae Joong mulai menjawab.
Meski terdengar seperti rengekan anak kecil, kalimat itu membuatnya tersentil. Bagaimana pria ini nanti, jika ia akan benar-benar meninggalkannya.
"Jangan berlebihan. Kau hanya dua hari di Jepang." Sesungguhnya Eun Joo juga belum ingin beranjak. Ia masih ingin menikmati aroma tubuh suaminya. Menyimpannya baik-baik dalam memori.
Jae Joong mendesah. "Kalau saja kamu sudah sembuh, pasti aku akan mengajakmu kemanapun aku pergi."
Eun Joo mendongak, melihat wajah suaminya. Dengan senyuman, dikecupnya bibir Jae Joong beberapa kali. Karena ia tidak bisa menjawab keinginnan suaminya, maka ia menutupinya dengan memberikan kecupan. Dia tahu, tidak aka nada "nanti" untuk mereka.
Kecupan itu kemudian diubah Jae Joong menjadi ciuman yang lama dan penuh hasrat. Bibir keduanya hanya terlepas sesaat sekadar mengambil napas. Lalu kembali saling menyatu dan melumat. Hingga kini posisi Jae Joong yang berada di atas Eun Joo. Saat salah satu tangan pria itu mengusap payudara istrinya dan memberikan remasan lembut, Eun Joo mengerang. Sesaat kemudian, seperti tersadar, perempuan itu menoleh ke samping untuk melirik jam beker.
Tahu maksud istrinya, Jae Joong berucap, "Kita masih punya cukup waktu untuk bercinta."
Tanpa menunggu jawaban istrinya, Jae Joong langsung menyingkap selimut yang menutupi tubuh polos keduanya. Tidak ingin menjeda, mereka kembali mengulang kegiatan semalam.
*****
Demi menghindari tatapan suaminya, Eun Joo sengaja menyibukkan tangannya pada dasi Jae Joong yang sudah rapi. Namun, pria itu menarik lembut dagu Eun Joo agar tatapan mata keduanya bisa bertemu.
"Hei, bukannya tadi kau yang mengejekku untuk tidak bersedih. Kau bilang, dua hari bukanlah waktu yang lama."
Eun Joo tersenyum masam. "Aku akan sangat merindukanmu."
"Aku juga pasti akan merindukanmu," balas Jae Joong.
Sekuat tenaga Eun Joo tidak meneteskan air matanya. Ia dekatkan wajahnya pada Jae Joong, lalu menempelkan bibirnya dengan milik suaminya cukup lama.
"Aku pergi sekarang."
Eun Joo mengangguk pelan. Melepas kepergian suaminya dengan senyum lebar dan kedua mata yang basah. Hingga akhirnya Jae Joong benar-benar pergi, pertahanannya sirna. Dibiarkannya tangis itu meledak. Terlarut dalam sedu sedan sepuasnya.
Sebelum ia mengangkat kakinya dari apartemen itu. Sebelum ia benar-benar pergi. Sebelum ia mengakhiri kebersamaannya bersama pria yang sangat dicintai. Dan menghilang dari semua orang.
*****
Menjelang malam, Eun Joo berdiri di sebelah mesin ATM dengan kruk yang menyangga kaki kirinya. Sementara tas jinjing berukuran tak terlalu besar tergeletak di bawah. Dia butuh uang tunai dalam jumlah besar untuk kebutuhannya beberapa hari ke depan. Atau beberapa minggu, bahkan bisa jadi dalam hitungan bulan. Dia tidak mungkin melakukan pembayaran dengan kartu kredit karena Jae Joong pasti bisa mendeteksi keberadaannya. Ia harus menghindari kemungkinan pria itu berhasil menemukannya. Maka, ia pun lebih memilih menggunakan bus daripada KTX.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marrying Cinderella's Stepsister (COMPLETED)
قصص عامةJika dalam bingkai dongeng, Eun Joo adalah saudara tiri Cinderella. Serakah, ambisius, licik, dan sombong. Demi mendapatkan kursi presdir di perusahaan ayah tirinya, ia membuat kesepakatan dengan Kim Jae Joong melalui pernikahan. Bagi Jae Joong, Eu...