[PART 18]

495 57 2
                                    

Ah, nunggu 100 readers, lama... Serasa nunggu perasaan yang berbalas dari si dia 😴
Makanya, aku update sekarang. Tapi aku udah cukup senang kok, seenggaknya sudah ada 100 lebih voters.

Warning! Part ini agak absurd. Maklum, yg nulis lagi dalam keadaan tidak stabil 😂😂

*****

Suasana ini seperti sebelumnya. Jauh sebelumnya, saat mereka hanyalah dua orang asing yang tiba-tiba diikat dalam sebuah pernikahan yang penuh perjanjian dan kontrak bisnis. Kim Jae Joong, yang meski masih berada di ruangan yang sama dengan Eun Joo, begitu larut dengan pekerjaannya. Selalu sibuk—atau pura-pura sibuk—dengan entah macbook atau smartphonenya. Kedua matanya menatap penuh perhatian pada gadet, laporan perusahaan, maupun beberapa berkas kontrak. Seolah tak menganggap keberadaan Eun Joo yang terbaring di ranjang.

Sementara Eun Joo yang terbaring dengan posisi setengah bersandar, beberapa kali melirik sebal suaminya lewat ekor mata. Beberapa kali pula ia mendengus kesal. Entah kenapa ia merasa seperti sedang dihukum. Dua hari ini ia seperti diabaikan oleh pria itu. Jae Joong memang masih setia menungguinya di kamar rawat ini, juga membantunya jika ingin makan, minum, atau ke kamar mandi. Tapi, tak ada komunikasi lebih dari urusan itu. Bahkan, tak ada interaksi yang berarti. Kontras sekali dengan sikap hangatnya beberapa hari lalu—semenjak ia sadar dari koma. Tak ada Jae Joong yang sering tersenyum dan memandangnya dengan sorot bahagia. Tak ada Jae Joong yang beberapa kali mencuri ciuman tiap kali ada kesempatan.

Ah ya, perubahan itu tepatnya terjadi setelah kunjungan Jo Sung Hyun kemarin lusa. Huh! Jika seperti ini terus, lebih baik pria itu pergi saja dari sini. Tak usah menemaninya lagi. Sekalian saja menyibukkan diri di kantor seharian. Pikir Eun Joo kesal. Atau, aku saja yang pergi! Rasanya membosankan sekali di sini.

Dengan sekuat tenaga Eun Joo menggerakkan kaki sebelah kanan yang dipasang gips. Tangan kanannya yang dibidai juga membuatnya sulit untuk bisa turun dari tempat tidur. Setelah bersusah payah untuk berhasil menurunkan kakinya, ia meraih kursi roda dengan tangan kirinya yang bebas. Namun sial, karena kaki kanannya yang seperti tidak bisa digerakkan, ia hampir rubuh, jika saja Jae Joong tak segera menahannya.

“Kau mau ke mana?” diam-diam ternyata Jae Joong tadi memperhatikan Eun Joo yang bersusah payah ingin turun dari tempat tidurnya.

Eun Joo segera menepis tangan Jae Joong dari pinggangnya. “Minggir!”

“Katakan kau mau kemana, aku akan mengantarmu,” ucap Jae Joong menahan kesal. Tangannya kembali meraih pinggang istrinya yang bersikeras ingin pergi hingga membuat tubuh terhuyung.

“Kubilang minggir!”

Saat itu juga Jae Joong paling benci dengan sifat keras kepala perempuan ini. Masih berusaha menahan kesal, ia menarik pinggang istrinya dan mendudukkannya di tempat tidur. Namun, tangannya kembali disentakkan oleh Eun Joo.

“Kalau kau tidak ingin di sini, pergilah!” mata bulat Eun Joo menatap Jae Joong dengan sorot kesal yang sangat kentara.

“Sudah kubilang, aku akan terus di sini sampai kau sembuh.”

Eun Joo mendengus keras. “Perawat dan dokter di sini lebih dari cukup untuk merawatku. Ada atau tidak ada dirimu di sini, sama sekali tidak berpengaruh pada kesembuhanku.”

Jae Joong bukannya tidak tahu kalau Eun Joo merasa kesal dengan perubahan sikapnya. Ia sendiri merasa kacau. Tanpa Eun Joo ketahui, pikirannya kalut akibat kedatangan Jo Sung Hyun hingga membuahkan takut. Takut jika Eun Joo menyambut ajakan pria itu untuk pergi meninggalkannya. Karena ia tidak akan bisa menahan Eun Joo. Tidak memiliki hak sekalipun ia adalah suaminya yang sah secara hukum. Setelah tujuan pernikahan mereka tercapai—Eun Joo berhasil meraih kursi Presdir HY Holding dan dirinya mendapatkan persetujuan untuk mengakuisi anak perusahaan penyedia alat medis HY—ia tak bisa melarang perempuan itu pergi.

Marrying Cinderella's Stepsister (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang